MSAA
DI PAGI YANG SEPI
OLEH
: MISBAUDDIN
MSAA DI PAGI YANG SEPI - Sesaat setelah ujian akhir ma’had
di gelar terasa ada yang aneh di MSAA. Gaungan bel pagi untuk bangunkan
mahasantri sudah tidak terdengar lagi. Suara shollu, shollu, dan istaiqidzu
menghilang dari para musyrif yang biasanya setia membangunkan mahasantrinya.
Itulah segelintir yang terjadi di mabna putera. Kemungkinan begitupun juga yang
terjadi di mabna puteri, tapi tidak memastikan karena penulis adalah seorang
mahasantri putera yang belum melakukan wawancara kepada mahasantri puteri. Sholat
subuh berjamaah bagaikan perekonimian yang tak berkembang, semakin hari semakin
sepi. Mula-mula masjid dengan sebutan pendidikan itu penuh dari lantai satu dan
lantai dua bahkan sampai di emperan luar masjid. Rektor pun angkat bicara
ketika menyambut mahasantri baru pada acara ta’aruf ma’hadi bahwa masjid
at-tarbiyah perlu dibenahi untuk diperluas. Karena mahasantri 2014 selalu aktif
dalam kegiatan sholat berjamaah. Dan sempat
dikatakan juga semoga saja tidak seperti mahasantri sebelumnya yang
semakin hari semakin lebar masjidnya. Realitasnya do’a itu belum terkabulkan.
Lantunan wirid pagi setelah
dzikir sholat subuh yang disebut sebagai wirdul-latif tampaknya hanya diikuti
oleh segelintir mahasantri yang masih bisa menyisakan hidupnya untuk tidak tidur
di pagi hari. Memang keutamaan tentang membaca wirdul-lathif sudah dipaparkan
oleh seorang mudirul ma’had dan para ustadz yang lain pada saat acara ta’ruf
ma’hadi. Salah satu keutamaannya adalah menjadikan manusia berintelektual,
mendapatkan ampunan, ditambah ilmu dan rezeki serta masih banyak fadilah yang
lainnya. Tidak disangka pula pengaruh dipaparkannya berbagai keutamaan itu
tidak menjadikan mahasantri semakin
semangat. Buku taqorrubat yang biasanya selalu menjadi pegangan tangan kanan
setiap pagi atau isi dari kantong baju kokonya kini pembawanya pun masih ghaib
dipandangan mata. Apalagi buku taqorrubatnya. Walaupun terkadang masjid
at-tarbiyah itu ada yang menghuni setelah berjamaah subuh dilaksanakan, akan
tetapi hanya tinggal suara pemimpin di pengeras suara yang terdengar. Kelihatan
para jemaah kelelahan dengan ngantuknya yang nyenyak di atas karpet yang
lembut. Bagaikan korban bencana yang mengungsi disuatu balai kantor daerah.
Tak terasa perjalanan semester
satu untuk para mahasantri MSAA tinggal menghitung hari. Kebahagian dan
kecerian dari wajah-wajah yang digelari ulama yang berintelektual dan
intelektual yang ulama itu tampaknya penuh senyum menyambut hari libur yang
akan tiba untuk segera bertemu keluarga dirumah. Rasa rindu pada ayah dan ibu,
adik, kakak, dan teman-teman mainnya bagaikan malam merindukan siang. Menunggu
libur panjang yang akan tiba, mahasantri tampaknya tidak memanfaatkan sisa
waktu dengan sebaik-baiknya. Dari teman kamar penulis saja seperti biasa malam
untuk main pes dan begadang dan pagi untuk istirahat. Kalaupun kamar yang lain
tidak jauh beda dan harap dimaklumi.
Salah satu lirik syair mars MSAA
yang berbunyi “semi bahasa ditorehkan” kini melayang ke angkasa. Kegiatan pagi
yang tersebar dilingkungan taman-taman uin maliki malang tak seperti antusias
pada awal masuk. Maklum saja mahasantri juga manuisa. Tapi yang menjadi pertanyaan kita yang juga
manusia, mengapa manusia tidak bisa berlaku istiqomah, mengapa tidak bisa lebih
baik dari sebelumnya, dan mengapa-mengapa yang lain. Padahal kemampuan berfikir
yang diberikan tuhan lebih banyak dan lebih besar dua kali bahkan 100 kali
lipat dari pada hewan dan tumbuhan. Benarkah nanti mahasantri yang juga
mahasiswa akan mendapatkan multi langague ketika
sudah lulus atau keluar dari ma’had jika kenyataan dilapangan semakin hari
semakin tidak ada respon untuk mengikuti kegiatan dengan nama SHOBAHUL LUGHAH
atau pagi-pagi bebahasa. Saya kira berharap boleh, tapi harapan itu selalu
bergandengan tangan dengan usaha. Jika usaha yang dilakukan untuk mempraktekkan
bahasa arab dan bahasa inggris yang diprogramkan di MSAA hanya di ikuti oleh
segelintir orang. Maka yang akan berhasil dengan izin allah juga segelintir
orang. Dan keberhasilan suatu lembaga mencetak lulusan seperti yang diharapkan
atau divisi misikan jika separuh lebih lulusan itu mampu mengaplikasikan dan
berhasil.
Maka tidak menutup kemungkinan jika
“ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama” hanya menjadi selogan yang
diperjual belikan yang tidak laku. Membentuk kepribadian memang tidak mudah,
apalagi sudah dalam lingkup mahasiswa. Mahasiswa sudah identik dengan tidak
bisa di atur. Mereka sudah mulai menyadari sendiri-sendiri. Mau kemana, sedang
dimana, dan bagaimana? Bagi yang nota bene sebelumnya lulus dari pondok
pesantren atau minimalnya madrasah aliyah dimungkinkan tidak ada kebingungan
untuk mengikuti kegiatan kerohanian, kerelegiusan, dan kebahasaan. Akan tetapi
ketika mereka sudah berada pada titik kejenuhan maka akan timbul rasa malas.
Sehingga kesadaran diri dalam membentuk pribadi yang baik menjadi perioritas
utama. Sebagai “pembentuk kebiasaan” untuk bisa terbiasa yang diprogramkan MSAA
adalah sistem presensi atau daftar kehadiran dari setiap kegiatan. Cara ini
bukan merupakan cara yang baru melainkan sudah diketahui dari setiap institusi
pendidikan, perkantoran, kedinasan dan lain sebagainya. Ketika nama sudah
terdaftar dalam presensi merupakan suatu kewajiban untuk terus hadir dari
acara-acara yang dilaksnakan. Seakan-akan kehadiran mahasantri pada kegiatan
ta’lim, shobahul lughah, dan sholat berjamaah hanya untuk memenuhi kehadiran
pada presensi. Sehingga imbasnya ketika presensi sudah libur dan tidak berlaku
maka kepesantrenan MSAA tidak tampak lagi.
Gedung-gedung MSAA itu hanya
tinggal nama dari seorang tokohnya. Seperti ibnu rusyd, al-ghazali, ibnu sina,
ibnu khaldun, dan al-farabi. Tokoh yang di idolakan sebagai pewaris berbagai
ilmu kini tak terlihat wajah-wajah kepahlawanan mahasantri. Bangunan itu tampak
seperti lahan pemakaman massal. Dari setiap kamar yang ada terlihat geletakan
mahasantri sedang tidur nyenyak. Pagi yang cerah bukan kamar yang indah
melainkan kamar mayat-mayat yang akan hidup jam delapan kemudian. Akankah
rutinitas yang berlangsung tidak relevan dengan visi misi MSAA ini akan
hegemoni pada generasi selanjutnya. Jawabannya adalah diri kita masing-masing
yang mengungsi disini.
Posting Komentar