Diskusi tipis-tipis rutinan malam selasa sesama mahasiswa
yang suka telat kuliah yang sudah menjadi tokoh besar dari Lampung Dr. Shandi,
dan tokoh dari Kalimantan Prof Puji, dan Adip M.T, serta Mr. Nadhif L.c dari
Madiun dan Cak Udin dari Pamekasan memberanikan diri untuk "Membongkar
Sejarah NU dan Muhammadiah" sebagai topik kajian malam ini. Topik yang mungkin sudah familiar di kalangan
masyarakat Indonesia. Namun perlu dibredel secara mendalam terkait sejarah yang
tersembunyi dari kedua organisasi ini. Mereka para tokoh bermodalkan
pengetahuan seadanya dan beberapa buku sejarah sebagai rujukan, buku moderat
sebagai pijakan, dan buku faham kiri sebagai ulasan
Sebagai organisasi yang memberikan
pengaruh bagi pendidikan dan keagamaan mulai dari pola pikir sampai ritual
peribadatan. Maka ada apa dibalik semua itu, benarkah sejarah berjalan mulus
tanpa ada benturan pemikiran atau doktrin luar? ataukah sengaja orang dalam
membuat pengaruh terkait pemikiran sendiri untuk sebuah pepecahan? Mari kita
simak catatan kecil berikut ini
Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Hadratus Syaihk
Hasyim Asy'ari. Mereka adalah tokoh
besar bangsa ini. Dua ulama yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di Nusantara. Ahmad
Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Hasyim Asy'ari membentuk Nahdlatul Ulama (NU).
Kedua organisasi itu beberapa bulan
yang lalu menggelar hajatan. NU menggelar Muktamar ke-33 di Jombang, Jawa
Timur, awal Agustus lalu. Sementara Muhammadiyah mengadakan Muktamar ke-47
di Makassar, Sulawesi
Selatan..
Kiai Ahmad Dahlan sangat karib dengan Kiai Hasyim As'ari. Dulu, keduanya pernah menimba ilmu dari guru yang sama, yaitu Kiai Haji Saleh Darat. Di pondok pesantren yang terletak di wilayah Semarang inilah, kedua tokoh ini bertemu.
Ahmad Dahlan kala itu berusia 16 tahun.
Sementara Hasyim berusia 14 tahun. Ahmad Dahlan memanggil Haysim dengan sebutan
" Adi Hasyim" . Sementara Hasyi memanggil Ahmad Dahlan dengan sebutan
" Mas Darwis" , sebab, nama kecil Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis.
Di bawah bimbingan Kiai Saleh, keduanya
mencecap ilmu dari kitab-kitab karya ulama besar. Mulai tasawuf, fikih, serta
ilmu-ilmu lainnya. Mereka belajar di Semarang selama dua tahun. Selama itu pula
keduanya konon tinggal sekamar.
Setelah dari Semarang, Ahmad Dahlan dan
Hasyim menuntut ilmu ke Mekkah,
Arab Saudi. Keduanya mendapat referensi ulama-ulama besar dari sang guru yang
dulunya juga belajar di sana.
Setelah pulang dari Saudi, Kiai Ahmad
Dahlan dan Kiai Hasyim Asy'ari mengamalkan ilmu yang mereka dapat. Kiai Ahmad
Dahlan kemudian mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Sementara
Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari mendirikan NU pada 31 Januari 1926. Kini, kedua
organisasi itu menjadi wadar besar bagi umat muslim di Nusantara.
Dan inilah beberapa bredelan kita yang
terangkum dalam tulisan kurang lebih 30 menit.
Muhammadiyah
Sejarah,
Faktor dan Tujuan Didirikan Muhammadiyah
Muhammadiyah
merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, didirikan oleh KH.
Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 M yang bertepatan dengan 8 Dzulhijah
1330 H di Yogyakarta. Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh kalangan muhammadiyah
yang menjadi faktor didirikannya organisasi ini oleh KH. Ahmad Dahlan antara
lain:
a. Ia
melihat bahwa umat Islam tidak memegang teguh Alquran dan sunah dalam beramal
sehingga tahayul dan syirik merajalela, akhlak masyarakat runtuh. Akibatnya,
amalan-amalan mereka merupakan campuran antara yang benar dan yang salah.
b.
Lembaga-lembaga pendidikan agama yang ada pada waktu itu tidak efisien.
Pesantren yang menjadi lembaga pendidikan kalangan bawah pada masa itu dinilai
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Pada waktu itu,
pendidikan di Indonesia telah terpecah menjadi dua yaitu pendidikan sekular
yang dikembangkan oleh Belanda dan pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan
ilmu-ilmu yang berhubungan dengan agama. Akibatnya, terjadi jurang pemisah yang
sangat dalam antara golongan yang mendapat pendidikan sekular dan golongan yang
mendapat pendidikan di pesantren.
c.
Kemiskinan menimpa rakyat Indonesia terutama umat Islam yang sebagian besar
adalah petani dan buruh. Orang kaya hanya mementingkan dirinya sendiri dan
bahkan banyak ulama lupa mengingatkan umatnya bahwa Islam mewajibkan zakat bagi
si kaya, sehingga hak-hak orang miskin menjadi terabaikan.
d.
Aktivitas misi Katolik dan Protestan sudah giat beroperasi sejak awal abad
ke-19 dan bahkan sekolah-sekolah misi mendapat subsidi dari pemerintah Hindia
Belanda.
e.
Kebanyakan umat Islam hidup dalam alam fanatisme sempit, yang bertaklid buta,
serta berfikir secara dogmatis. Kehidupan umat Islam masih diwarnai dengan
konservatisme, formalisme dan tradisionalisme.
Melihat
keadaan umat Islam yang demikian, dan didorong oleh pemahamannya yang mendalam
terhadap surat Ali Imran ayat 104, KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah
sebagai organisasi pembaru dan mengajak umat Islam untuk kembali menjalankan
syariat sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Pada mulanya, seperti yang dikutip
Umar Hasyim dari Gibb dalam bukunya Modern Tren in Islam, Muhammadiyah sesuai
dengan perkembangan yang ada pada masa awal kelahirannya melakukan
aktivitas-aktivitas sebagai berikut:
a.
Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan-kebiasaan
non-Islam. Hal ini dilakukan dengan mempergiat dan memperdalam dan memperdalam
penyelidikan ilmu agama Islam untuk mendapatkan kemurniannya, memperteguh iman,
menggembirakan (memotivasi dan memasyarakatkan) dan memperkuat ibadah,
mempertinggi akhlak, mempergiat dan menggembirakan dakwah Islam serta amar
ma`ruf nahi mungkar, serta mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf.
b.
Mengadakan reformulasi doktrin-doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran
modern.
c.
Mengadakan reformasi ajaran-ajaran dan pendidikan Islam. Pembaharuan
Muhammadiyah terlihat dari dua sisi ketika itu yaitu memberikan pelajaran agama
Islam di sekolah-sekolah Belanda dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri yang
berbeda dengan sistem pesantren. Di sekolah ini, di samping pendidikan agama,
juga diberikan pendidikan umum, tidak dilakukan pemisahan antara murid
laki-laki dan perempuan.
d.
Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan-serangan dari luar. Untuk itu,
Muhammadiyah berusaha membentengi para pemuda, wanita, pelajar dan rakyat biasa
dengan menimbulkan kesadaran beragama mereka dan berusaha untuk memperbaiki
kehidupan dan penghidupan mereka sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
Keempat
hal yang merupakan tujuan ini, telah menjadi aktivitas Muhammadiyah pada awal
berdirinya. Tujuan ini dapat dilihat pada anggaran dasar Muhammadiyah ketika
diajukan permohonan pengesahan perserikatan Muhammadiyah pada tanggal 20
Desember 1912 M. Di sana terlihat bahwa maksud dan tujuan Muhammadiyah itu
disusun secara sederhana dalam dua kalimat, yaitu (a) memajukan serta
menggembirakan pelajaran dan pengajaran agama Islam dalam kalangan sekutu-sekutunya,
dan (b) memajukan serta menggembirakan hidup sepanjang kemampuan agama Islam
dalam kalangan-kalangan sekutunya. Kedua rangkaian tersebut mengandung arti
yang sangat dalam yang dijabarkan dalam berbagai aktivitas Muhammadiyah ketika
itu. Sebagai badan hukum, Muhammadiyah baru diakui secara resmi oleh pemerintah
Hindia Belanda pada tanggal 22 Agustus 1914 M, dua tahun setelah KH. Ahmad
Dahlan mengajukan permohonannya.
Setelah
pemerintahan Hindia Belanda digantikan oleh pemerintah Jepang, izin permohonan
dari pemerintah Jepang tertuang dalam surat keputusan pemerintahan militer
Jepang di Jawa-Madura pada tanggal 10 September 1943, dengan syarat: (a) tidak
boleh mengorganisasi kaum wanita sendiri seperti fujinkai, dan tidak boleh
mengorganisasi kaum pemuda dan anak-anak seperti seinendan dan syenendam, dan
(b) dalam anggaran dasar harus dinyatakan dan ditulis bahwa kemakmuran bersama
di Asia Timur Raya berada di bawah pimpinan Dai Nippon, dan hal itu harus
dinyakini sebagai yang diperintahkan oleh Tuhan.
Nahdhatul
Ulama (NU)
Sejarah
dan Tujuan Didirikan Nahdhatul Ulama (NU)
Kelahiran
NU tidak lepas dari adanya reaksi terhadap situasi umat Islam pada saat itu.
Pada permulaan abad ke-20 umat Islam mengalami kegoncangan akibat kekalahan
Turki Usmani pada perang dunia I yang dipandang sebagai kejatuhan dunia Islam.
Hal ini terjadi karena kekuasaan sultan Turki sebagai khalifah umat Islam itu
telah diakui keberadaannya oleh semua wilayah Islam, termasuk Indonesia.
Kegoncangan
umat Islam ini diperburuk lagi oleh keputusan Majelis Nasional Agung Turki yang
menghapus kekuasaan sultan pada tahun 1922 M dan dihapuskannya jabatan khalifah
pada tahun 1924 M di bawah pimpinan penguasa Turki yang baru, Mushtafa Kemal
Attaturk. Dalam pada itu pengikut gerakan Wahabi di bawah pimpinan Ibnu Su`ud
berhasil menguasai wilayah Hedjaz tempat beradanya kedua kota suci yakni Mekah
dan Madinah.
Gerakan Wahabi ini bertujuan memurnikan paham tauhid umat Islam, telah
memusnahkan semua pandangan yang dipandang menimbulkan bid`ah dan khurafat
seperti bangunan-bangunan di atas kuburan, makam orang-orang suci dan kiswah
(penutup Ka`bah), di samping menentang taklid kepada pendapat imam-imam madzhab
dan menyeru untuk kembali kepada Alquran dan sunah. Hal ini menimbulkan
pengaruh yang sangat besar terhadap umat Islam termasuk umat Islam Indonesia,
terutama terhadap para ulama yang kuat berpegang teguh pada tradisi dan
melestarikan ajaran bermadzhab.
Sebagai
reaksi terhadap penghapusan khalifah pada tahun 1924 M, Mesir memprakarsai
diadakannya suatu kongres dengan mengundang wakil-wakil dari umat Islam sedunia
termasuk Indonesia. Menanggapi undangan Mesir itu, umat Islam Indonesia
mengadakan kongres al-Islam II di Surabaya pada tanggal 4 Oktober 1924 M.
Hasilnya, terbentuk komite khalifah sebagai delegasi yang mewakili Indonesia
pada kongres di Mesir.
Delegasi terdiri atas Wondoamineso (Sarekat Islam)
sebagai ketua dan KH. Abdul Wahab Hasbullah (Ulama Tradisional) sebagai wakil
ketua. Tetapi beberpa bulan kemudian kongres al-Islam III yang diadakan di
Surabaya tanggal 24-26 Desember 1924 M mengubah susunan delegasi yang telah
ditetapkan sebelumnya menjadi tiga orang yaitu Suryopranoto (Sarekat Islam), H.
Fahruddin (Muhammadiyah), KH. Abdul Wahab Hasbullah (Ulama Tradisional). Karena
alasan keamanan, kongres itu tidak jadi diadakan dan delegasi itupun tidak jadi
berangkat.
Tidak
berapa lama kemudian datang undangan dari Raja Abdul Aziz Ibnu Sa`ud untuk
menghadiri kongres di Mekah. Untuk menetapkan susunan delegasi yang akan
dikirim, umat Islam Indonesia mengadakan dua kali kongres al-Islam yakni tahun
1925 M dan tahun 1926 M. Kongres memutuskan dua orang sebagai wakil Indonesia
yakni H. Oemar Said Tjokroaminoto (Sarekat Islam) dan KH. Mas Mansur
(Muhammadiyah). Dalam kongres tersebut (al-Islam), KH. Abdul Wahab Hasbullah
atas nama para ulama yang yang teguh memegang pendapat madzhab mengemukakan
usul-usul untuk dibawa ke dalam kongres Mekah.
Usul-usul
yang terpenting di antaranya ialah memohon kepada Raja Abdul Aziz Ibnu Sa`ud
agar kebiasaan-kebiasaan agama yang telah menjadi tradisi seperti membangun
kuburan, membaca doa, dan ajaran madzhab tetap dihormati. Akan tetapi usul
tersebut tidak dapat diterima oleh kongres (al-Islam). Karena usul-usul yang
diajukannya ditolak, KH. Abdul Wahab Hasbullah dan beberapa orang pendukungnya
menyatakan diri keluar dari kongres dan selanjutnya membentuk suatu komite
sendiri yang dinamakan komite Hedjaz. Komite inilah yang merupakan embrio kelahiran
NU.
Komite
Hedjaz mengadakan rapat pertama kali tanggal 31 Januari 1926 M / 16 Rajab 1344
H (kemudian dicatat sebagai hari kelahiran NU), bertempat di kediaman KH. Abdul
Wahab Hasbullah desa Kertopaten, Surabaya dihadiri oleh sejumlah ulama dari
Jawa Timur dan Jawa Tengah yang kemudian dikenal dengan sebagai pendiri NU.
Ada dua
keputusan penting yang dihasilkan dalam rapar itu. Pertama, mengirim delegasi
ke Mekah untuk bertemu langsung dengan Raja Abdul Aziz Sa`ud, menyampaikan
usul-usul seperti yang telah disampaikan KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam
kongres al-Islam. Delegasi terdiri atas KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH.
Asnawi Kudus yang karena suatu halangan, digantikan oleh Syekh Ahmad Ghunaim.
Kedua, membentuk suatu jam`iyah untuk wadah persatuan para ulama dalam tugas
memimpin umat menuju tercapainya izzul islam wal muslimin (kejayaan Islam dan
umatnya). Atas usul KH. Alwi Abdul Aziz, jam`iyah itu bernama Jam`iyah Nahdah
al-Ulama. Organisasi ini kemudian mendapat pengakuan dari Gubernur Jenderal Hindia
Belanda sesuai dengan suratnya tanggal 6 Februari 1930 M.
+ komentar + 1 komentar
😎 Bergaya Sambil Mencari Pahala, Kenapa Tidak 😎
.
Dengan Kaos Dakwah dari Gootick Apparel yang akan membuat penampilan teman-teman pasti berbeda dari yang lain 😍😍😍
.
Dengan bahan Material dari Catton Bamboo yang memiliki kualitas tidak perlu di ragukan dan Sablon yang Rapih dan Kuat. Baca Terlebih dahulu kelebihan dari Cotton Bamboo ==>> https://bit.ly/39lCBC7 <<==
Tersedia 5 tulisan bermakna Islami dan pilihan warna yang pastinya cocok di pakai untuk kegiatan sehari-hari yang akan terlihat Elegan dan Simple, Rapih dan Pastinya Keren.
.
"Promo HEMAT" Harga Normal Rp.100 K dan dapatkan potongan diskon harga sebesar Rp. 30 K.
.
Untuk informasi pemesanan silahkan klik link dibawah ini, untuk di arahk
.
Kaos Dakwah Terbaru
Testimoni di Instagram: #gootickapparel
.
Tunggu apalagi Langsung Ambil Promonya selagi masih Tersedia
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Mungkin Kau Sering Lupa Kebaikan Istrimu
Posting Komentar