MSAA DI PAGI YANG SEPI

Senin, 15 Desember 20140 komentar

MSAA DI PAGI YANG SEPI
MSAA DI PAGI YANG SEPI
OLEH : MISBAUDDIN
MSAA DI PAGI YANG SEPI Sesaat setelah ujian akhir ma’had di gelar terasa ada yang aneh di MSAA. Gaungan bel pagi untuk bangunkan mahasantri sudah tidak terdengar lagi. Suara shollu, shollu, dan istaiqidzu menghilang dari para musyrif yang biasanya setia membangunkan mahasantrinya. Itulah segelintir yang terjadi di mabna putera. Kemungkinan begitupun juga yang terjadi di mabna puteri, tapi tidak memastikan karena penulis adalah seorang mahasantri putera yang belum melakukan wawancara kepada mahasantri puteri. Sholat subuh berjamaah bagaikan perekonimian yang tak berkembang, semakin hari semakin sepi. Mula-mula masjid dengan sebutan pendidikan itu penuh dari lantai satu dan lantai dua bahkan sampai di emperan luar masjid. Rektor pun angkat bicara ketika menyambut mahasantri baru pada acara ta’aruf ma’hadi bahwa masjid at-tarbiyah perlu dibenahi untuk diperluas. Karena mahasantri 2014 selalu aktif dalam kegiatan sholat berjamaah. Dan sempat  dikatakan juga semoga saja tidak seperti mahasantri sebelumnya yang semakin hari semakin lebar masjidnya. Realitasnya do’a itu belum terkabulkan.
Lantunan wirid pagi setelah dzikir sholat subuh yang disebut sebagai wirdul-latif tampaknya hanya diikuti oleh segelintir mahasantri yang masih bisa menyisakan hidupnya untuk tidak tidur di pagi hari. Memang keutamaan tentang membaca wirdul-lathif sudah dipaparkan oleh seorang mudirul ma’had dan para ustadz yang lain pada saat acara ta’ruf ma’hadi. Salah satu keutamaannya adalah menjadikan manusia berintelektual, mendapatkan ampunan, ditambah ilmu dan rezeki serta masih banyak fadilah yang lainnya. Tidak disangka pula pengaruh dipaparkannya berbagai keutamaan itu tidak menjadikan  mahasantri semakin semangat. Buku taqorrubat yang biasanya selalu menjadi pegangan tangan kanan setiap pagi atau isi dari kantong baju kokonya kini pembawanya pun masih ghaib dipandangan mata. Apalagi buku taqorrubatnya. Walaupun terkadang masjid at-tarbiyah itu ada yang menghuni setelah berjamaah subuh dilaksanakan, akan tetapi hanya tinggal suara pemimpin di pengeras suara yang terdengar. Kelihatan para jemaah kelelahan dengan ngantuknya yang nyenyak di atas karpet yang lembut. Bagaikan korban bencana yang mengungsi disuatu balai kantor daerah.
Tak terasa perjalanan semester satu untuk para mahasantri MSAA tinggal menghitung hari. Kebahagian dan kecerian dari wajah-wajah yang digelari ulama yang berintelektual dan intelektual yang ulama itu tampaknya penuh senyum menyambut hari libur yang akan tiba untuk segera bertemu keluarga dirumah. Rasa rindu pada ayah dan ibu, adik, kakak, dan teman-teman mainnya bagaikan malam merindukan siang. Menunggu libur panjang yang akan tiba, mahasantri tampaknya tidak memanfaatkan sisa waktu dengan sebaik-baiknya. Dari teman kamar penulis saja seperti biasa malam untuk main pes dan begadang dan pagi untuk istirahat. Kalaupun kamar yang lain tidak jauh beda dan harap dimaklumi.
Salah satu lirik syair mars MSAA yang berbunyi “semi bahasa ditorehkan” kini melayang ke angkasa. Kegiatan pagi yang tersebar dilingkungan taman-taman uin maliki malang tak seperti antusias pada awal masuk. Maklum saja mahasantri juga manuisa. Tapi  yang menjadi pertanyaan kita yang juga manusia, mengapa manusia tidak bisa berlaku istiqomah, mengapa tidak bisa lebih baik dari sebelumnya, dan mengapa-mengapa yang lain. Padahal kemampuan berfikir yang diberikan tuhan lebih banyak dan lebih besar dua kali bahkan 100 kali lipat dari pada hewan dan tumbuhan. Benarkah nanti mahasantri yang juga mahasiswa akan mendapatkan multi langague ketika sudah lulus atau keluar dari ma’had jika kenyataan dilapangan semakin hari semakin tidak ada respon untuk mengikuti kegiatan dengan nama SHOBAHUL LUGHAH atau pagi-pagi bebahasa. Saya kira berharap boleh, tapi harapan itu selalu bergandengan tangan dengan usaha. Jika usaha yang dilakukan untuk mempraktekkan bahasa arab dan bahasa inggris yang diprogramkan di MSAA hanya di ikuti oleh segelintir orang. Maka yang akan berhasil dengan izin allah juga segelintir orang. Dan keberhasilan suatu lembaga mencetak lulusan seperti yang diharapkan atau divisi misikan jika separuh lebih lulusan itu mampu mengaplikasikan dan berhasil.
Maka tidak menutup kemungkinan jika “ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama” hanya menjadi selogan yang diperjual belikan yang tidak laku. Membentuk kepribadian memang tidak mudah, apalagi sudah dalam lingkup mahasiswa. Mahasiswa sudah identik dengan tidak bisa di atur. Mereka sudah mulai menyadari sendiri-sendiri. Mau kemana, sedang dimana, dan bagaimana? Bagi yang nota bene sebelumnya lulus dari pondok pesantren atau minimalnya madrasah aliyah dimungkinkan tidak ada kebingungan untuk mengikuti kegiatan kerohanian, kerelegiusan, dan kebahasaan. Akan tetapi ketika mereka sudah berada pada titik kejenuhan maka akan timbul rasa malas. Sehingga kesadaran diri dalam membentuk pribadi yang baik menjadi perioritas utama. Sebagai “pembentuk kebiasaan” untuk bisa terbiasa yang diprogramkan MSAA adalah sistem presensi atau daftar kehadiran dari setiap kegiatan. Cara ini bukan merupakan cara yang baru melainkan sudah diketahui dari setiap institusi pendidikan, perkantoran, kedinasan dan lain sebagainya. Ketika nama sudah terdaftar dalam presensi merupakan suatu kewajiban untuk terus hadir dari acara-acara yang dilaksnakan. Seakan-akan kehadiran mahasantri pada kegiatan ta’lim, shobahul lughah, dan sholat berjamaah hanya untuk memenuhi kehadiran pada presensi. Sehingga imbasnya ketika presensi sudah libur dan tidak berlaku maka kepesantrenan MSAA tidak tampak lagi.

Gedung-gedung MSAA itu hanya tinggal nama dari seorang tokohnya. Seperti ibnu rusyd, al-ghazali, ibnu sina, ibnu khaldun, dan al-farabi. Tokoh yang di idolakan sebagai pewaris berbagai ilmu kini tak terlihat wajah-wajah kepahlawanan mahasantri. Bangunan itu tampak seperti lahan pemakaman massal. Dari setiap kamar yang ada terlihat geletakan mahasantri sedang tidur nyenyak. Pagi yang cerah bukan kamar yang indah melainkan kamar mayat-mayat yang akan hidup jam delapan kemudian. Akankah rutinitas yang berlangsung tidak relevan dengan visi misi MSAA ini akan hegemoni pada generasi selanjutnya. Jawabannya adalah diri kita masing-masing yang mengungsi disini.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger