Disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika
Dosen pengampu : Dr. Sunismi, M.Pd
Disusun oleh:
LAILATUL
FADHILAH (2130720095)
MISBAHUDDIN
(2130720096)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kesehatan kepada
penulis karena berkat usaha, kerja keras dan ketekunan serta keridhaan Allah
SWT, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pembelajaran Kontekstual dan
Matematika Realistik”
dengan baik. Penulisan makalah
ini bertujuan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran
Matematika. Disamping itu juga demi tercapainya pembelajaran
baru melalui konsep-konsep yang ada dalam materi ini.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari
buku panduan yang berkaitan dengan metode-metode pembelajaran yang berkembang
di Indonesia, serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan
metode-metode pembelajaran. Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada
pengajar mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika atas bimbingan dan arahan
dalam penulisan makalah ini.Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna.Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah berikutnya.Semoga makalah
ini mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan segi positif bagi para
pembaca.
Malang, 16 Maret 2015
Kelompok
9
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Masalah pendidikan senantiasa
menjadi topic perbincangan yang menarik, baik di kalangan guru, orang tua,
lebih lagi di kalangan para pakar pendidikan.Hal ini merupakan sesuatu yang
wajar karena setiap orang berkepentingan dan menginginkan pendidikan yang
terbaik bagi siswa, anak atau generasi penerus bangsa ini.Terlebih lagi masalah
pendidikan matematika selalu menjadi sorotan karena masih rendahnya prestasi
belajar siswa pada bidang studi tersebut.Usaha untuk meningkatkan mutu
pendidikan matematika di Indonesia telah lama dilaksanakan, namun keluhan
tentang kesulitan belajar matematika masih saja terus dijumpai.
Rendahnya hasil belajar siswa dalam
pembelajaran matematika bukan semata-mata karena materi yang sulit, tetapi juga
bisa disebabkan oleh proses pembelajaran yang dilaksanakan. Pentingnya proses
pembelajaran ini ditegaskan oleh Soedjadi (1989) yang menyatakan bahwa:
“Betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang ditetapkan belumlah
menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan matematika yang diinginkan. Salah
satu faktor penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses belajar yang
dilaksanakan”. Upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran telah diupayakan
dengan melaksanakan pendekatan pembelajaran keterampilan proses dan CBSA, namun
masih banyak permasalahan yang belum dapat diselesaikan, khususnya masalah
pembelajaran di kelas. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika pada umumnya masih terpusat pada guru, bukan pada siswa.
Ratumanan (2000) menyatakan bahwa
dalam pengajaran matematika guru cenderung mentransfer pengetahuan yang mereka
miliki ke dalam pikiran siswa. Siswa sering diposisikan sebagai orang yang
“tidak tahu apa-apa” yang hanya menunggu apa yang guru berikan. Sementara itu
Soedjadi (2001a) menyatakan bahwa dalam kurikulum matematika sekolah di
Indonesia dan dalam pembelajarannya selama ini terpateri kebiasaan dengan
urutan sajian pembelajaran sebagai berikut: (1) diajarkan
teori/teorema/definisi (2) diberikan contoh-contoh dan (3) diberikan latihan
soal-soal.
Kebiasaan pembelajaran semacam ini
menyebabkan guru mendominasi kegiatan belajar mengajar, sementara siswa hanya
menjadi pendengar dan pencatat yang baik.
Hasilnya adalah siswa yang kurang
mandiri tidak berani mengemukakan pendapat sendiri, selalu meminta bimbingan
guru dan kurang gigih melakukan ujicoba dalam menyelesaikan masalah matematika,
sehingga pengetahuan yang dipahami siswa hanya sebatas apa yang diberikan guru.
Pada hakekatnya dalam kegiatan
belajar mengajar, yang belajar adalah siswa secara mandiri. Oleh karena itu
hendaknya dalam proses pembelajaran guru memberikan arahan kepada siswa tentang
bagaimana siswa harus belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Weinstein dan
Meyer (dalam Arends, 1997: 243) yang menyatakan bahwa: “good teaching includes teaching students how to learn, how to
remember, how to think, and how to motivate themselves”. Maksudnya
pengajaran yang baik meliputi mengajar siswa tentang bagaimana belajar,
bagaimana mengingat, bagaimana berpikir, dan bagaimana memotivasi diri
sendiri.Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sumani (2000: 29) yang menyatakan
bahwa salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah memotivasi siswanya
untuk belajar sendiri, artinya bagaimana guru mampu menumbuhkan motivasi
intrinsic (dari dalam) siswa untuk belajar.
Peran guru dalam kegiatan belajar
mengajar adalah sebagai fasilitator dan motivator untuk mengoptimalkan belajar
siswa. Guru seharusnya tidak hanya memberikan pengetahuan jadi, tetapi siswa
secara aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Ratumanan
(2000) menyarankan agar seharusnya guru berpandangan bahwa matematika merupakan
proses, sehingga pengajaran matematika merupakan suatu usaha membantu siswa
untuk mengkontruksi pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui proses
internalisasi sehingga pengetahuan tersebut terkontruksi kembali. Dengan
demikian pembelajaran matematika bukanlah suatu transfer pengetahuan, tetapi
lebih menekankan bagaimana siswa membangun pemahamannya dengan membantu guru.
Selanjutnya Burril (1997: 604)
mengemukakan bahwa: Good teaching is not
making learning easy!, is not making hard either. Students, teachers, parents,
and administrators should understand that good teaching means that students are
actively engaged in the learning process. Students are involved with problems,
they struggle with ideas, and they take part in the dialogue”. Maksudnya
pengajaran yang baik adalah siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Siswa dilibatkan dalam masalah, mengemukakan ide-idenya, dan terlibat dalam
dialog.
Dari kedua pendapat tersebut, suatu
pembelajaran yang baik adalah yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Untuk itu orientasi proses pembelajaran hendaknya diubah, peranan
guru yang selama ini mendominasi kegiatan pembelajarn hendaknya dikurangi dan
member peluang yang lebih besar kepada siswa untuk aktif berpartisipasi dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran yang terpusat pada guru sudah sewajarnya
diubah menjadi terpusat pada siswa.
Model pembelajaran hendaknya dipilih
dan dirancang sedemikian sehingga lebih menekankan pada aktivitas siswa,
sehingga perlu diupayakan mendesain suatu pengajaran yang memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar dengan membangun pengetahuannya
sendiri.Dengan pembelajaran tersebut diharapkan dapat diperoleh prestasi
belajar yang lebih baik.
Model pembelajaran matematika
realistik atau yang biasa dikenal denga Realistic Mathematics Education (RME)
merupakan salah satu alternative pembelajaran yang tepat karena dengan model
pembelajaran ini siswa dituntut untuk mengkontruksi pengetahuan dengan
kemampuannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam
kegiatan pembelajaran.Ide utama pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran RME adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali
(reinvention) konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa.Prinsip menemukan
kembali berarti siswa diberi kesempatan menemukan sendiri konsep matematika
dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual yang diberikan pada awal
pembelajaran.Berdasarkan soal siswa membangun model dari (model of) situasi
soal kemudian menyusun model matematika untuk (model for) menyelesaikan hingga
mendapatkan pengetahuan formal matematika (Gravemeijer, 1994: 100).Selain itu
dalam pandangan ini, matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia.Oleh
karena itu pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan realita dan
matematika sebagau bagian dari kegiatan manusia.Oleh karena itu pembelajaran
matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika sebagai bagian dari
kegiatan manusia.
Dalam pembelajaran ini, guru
berfungsi sebagai pembimbing dalam menyeleksi kontribusi-kontribusi yang
diberikan siswa melalui pemecahan masalah kontekstual. Dalam memecahkan masalah
kontekstual tersebut siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkan sehingga
sangat mungkin dilakukan melalui langkah-langkah “informal” sebelum sampai kepada
materi matematika yang lebih “forma” (Soedjadi 2001b:2). Dengan demikian
pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi lebih terpusat pada siswa,
dengan kata lain pembelajaran berlangsung secara aktif yaitu pengajar dan
pelajar sama-sama aktif.
Model pembelajaran RME telah
dikembangkan di Belanda selama kurang lebih 30 tahun menunjukkan hasil yang
baik. RME juga dikembangkan di beberapa Negara lain seperti USA (yang dikenal
dengan Mathematics in Context), Afrika Selatan, Malaysia, Inggris, Brazil, dan
lain-lain (Fauzan, 2001:1). Laporan dari TIMSS (Third International Mathematics and Science Study) menyebutkan
bahwa berdasarkan penilaian TIMSS, siswa di Belanda memperoleh hasil yang
memuaskan baik dalam keterampilan komputasi maupun kemampuan pemecahan masalah
(dalam Yuwono, 2001:1). Model pembelajaran ini akan menjadi fokus dalam tulisan
ini.
2.
Rumusan Masalah
Perumusan
masalah yang terangkum dalam beberapa pertanyaan akan dapat memudahkan pembaca
memperoleh pemahaman dengan singkat tanpa harus kesulitan.
Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengertian pembelajaran kontekstual?
2.
Bagaimana kompenen-komponen dan elemen-elemen pembelajaran
kontekstual?
3.
Bagaimana pengertian model pembelajaran realistik ?
4.
Bagaimana penjelasan dari prinsip dan karakteristik
pembelajaran matematika realistik ?
5.
Bagaimana penjelasan dari ciri-ciri model pembelajaran
realistik ?
6.
Bagaimana penjelasan dari langkah-langkah pembelajaran
matematika realistik ?
3.
Tujuan
Setiap
suatu kepenulisan tentunya mempunyai tujuan tersendiri yang ingin diperoleh
dari penulis atau pemakalah. Dalam strategi pembelajaran matematika realistik
ini terdapat beberapa target yang ingin dicapai diantaranya adalah:
1.
Mengetahui pengertian pembelajaran matematika realistik,
sehingga para guru/calon guru dapat melakukan kegiatan belajar mengajar dengan
baik dan benar.
2.
Mengetahun prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika
realistik.
3.
Mengetahui ciri-ciri model pembelajaran matematika
realistik.
4.
Mengetahui langkah-langkah pembelajaran matematika
realistik, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung secara efektik.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam
kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari,
sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dari konteks yang terbatas sedikit demi
sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri,
sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi, 2003:13).
Pendekatan
kontekstual (Contextual Teaching and Learning
/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja
dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan
dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil. Dalam kelas kontektual, tugas
guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Guru bukanlah
sebagai yang paling tahu, melainkan guru harus mendengarkan
siswa-siswanya dalam berpendapat mengungkapkan
ide atau gagasan yang dimiliki oleh siswa.
Guru bukan lagi sebagai penentu kemajuan
siswa-siswanya, tetapi guru sebagai seorang
pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi
dasar. Menurut Zahorik (dalam Mulyasa 2006:219)
ada lima elemen yang harus diperhatikan
dalam pembelajaran kontekstual yaitu:
1.
Pembelajaran harus
memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh
peserta didik;
2.
Pembelajaran harus
memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh
peserta didik;
3.
Pembelajaran harus
memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh
peserta didik;
4.
Pembelajaran dimulai dari
keseluruhan menuju bagian-bagiannya secara khusus;
5.
Pembelajaran harus ditekankan
pada pemahaman, dengan cara: menyusun konsep
sementara, melakukan sharing untuk memperoleh
masukan dan tanggapan dari orang lain,
merevisi dan mengembangkan konsep;
6.
Pembelajaran ditekankan pada
upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang
dipelajari;
7.
Adanya refleksi terhadap
strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
Pembelajaran
kontekstual ini memungkinkan proses belajar
yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara
alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan secara
langsung apa yang telah mereka pelajari.
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk memahami
hakikat, makna, dan manfaat belajar, sehingga
memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi
untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan untuk
belajar. Kondisi ini akan terwujud, ketika
siswa menyadari tentang apa yang mereka
perlukan untuk hidup, dan bagaimana cara
untuk menggapainya.
2. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Depdiknas
(2002:5) menyatakan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yakni:
2.1 Kontruktivisme
(Constuctivism)
Kontruktivisme
(contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi)
pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya,
dan bergelut dengan ide-ide.
2.2 Bertanya (Questioning)
Bertanya
(questioning) adalah suatu strategi yang
digunakan secara aktif oleh siswa untuk
menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan.
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis
kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai
kegiatan guru untuk mendorong, membimbing
dan menilai keterampilan berpikir siswa.
2.3 Menemukan (Inquiri)
Menemukan
(inquiry) merupakan bagian inti dari
kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengikat
sepesrangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari
menemukan sendiri. Dalam inkuiri terdiri atas
siklus yang mempunyai langkah-langkah antara
lain:
- Merumuskan
masalah,
- Mengumpulkan
data melalui observasi,
- Menganalisis
dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan,
bagan, tabel, dan karya lainnya,
- Mengkomunikasikan
atau menyajikan hasil karya pada
pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain.
2.4 Masyarakat
belajar (Learning Community)
Masyarakat
belajar (learning community), hasil pembelajaran
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.
Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman,
antarkelompok, dan antarmereka yang tahu ke
mereka yang sebelum tahu. Dalam masyarakat
belajar, anggota kelompok yang terlibat
dalam kegiatan masyarakat memberi informasi yang diperlukan oleh
teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman
bicaranya.
2.5 Permodelan (Modeling)
Pemodelan
(modeling) yaitu dalam sebuah pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model
yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya
membahasakan gagasan yang dipikirkan,
mendemonstrasikan bagaiman guru menginginkan para
siswanya untuk belajar, dan melakukan apa
yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan.
Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh
tentang konsep atau aktivitas belajar.
2.6 Refleksi (Reflection)
Refleksi
(reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang
sudah kita lakukan di masa yang lalu.
Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan
atau pengetahuan yang baru saja diterima.
Kunci dari itu semua adalah, bagaimana
pengetahuan mengendap dibenak siswa. Siswa
mencatat apa yang sudah dipelajari dan
bagaimana merasakan ide-ide baru.
2.7 Penilaian
sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian
yang sebenarnya (authentic assessement), merupakan
prosedur penilaian pada pembelajaran kontekstual
yang memberikan gambaran perkembangan belajar
siswanya. Assessement adalah proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan
belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru
agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.
3. Elemen-elemen
dalam Pembelajaran
Kontekstual
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan
terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating),
mengalami(experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating)
dan mentransfer (transferring).
1. Mengaitkan adalah
strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan
strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru.
2. Mengalami merupakan
inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru
dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih
cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan
bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa
menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru
dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang
bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang
signifikan.Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan.Pengalaman kerjasama
tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan
dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru
membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan
hapalan.
4. Penyusunan
Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam
pembelajaran kontekstual, program pembelajaran
lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang
dirancang guru, yang berisi skenario tahap
demi tahap tentang apa yang akan dilakukan
bersama siswanya sehubungan dengan topik yang
akan dipelajarinya. Dalam program tercermin
tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan
tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah
pembelajaran, dan authentic assessmennya. Dalam konteks itu, program yang
dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya
bersama siswanya.
Secara
umum tidak ada perbedaan mendasar format
antara program pembelajaran konvensional dengan
program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi,
yang membedakannya hanya pada penekanannya.
Program pembelajaran konvensional lebih menekankan
pada deskripsi tujuan yang akan dicapai
(jelas dan operasional), sedangkan program untuk
pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada
skenario pembelajarannya. Atas dasar itu,
saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
Pertama, nyatakan
kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah
pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan
antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar,
Materi Pokok dan Pencapaian Hasil
Belajar. Kedua, nyatakan tujuan umum
pembelajarannya. Ketiga, rincilah media
untuk mendukung kegiatan itu. Keempat,
buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan
siswa. Kelima, nyatakan authentic
assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa
dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
5. Penerapan
Pendekatan Kontekstual di Kelas
Pembelajaran
Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum
apa saja, bidang studi apa saja, dan
kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar,
langkahnya sebagai berikut ini.
Pertama, kembangkan pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya. Kedua, laksanakan sejauh mungkin
kegiatan inkuiri untuk semua topic.Ketiga,
kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan
bertanya. Keempat, ciptakan masyarakat
belajar. Kelima, hadirkan model sebagai
contoh pembelajaran. Kelima, lakukan
refleksi di akhir pertemuan. Keenam,
lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
6. Pengertian
Model Pembelajaran Realistik
Menurut logika masyarakat pada umunya, seseorang berminat
mempelajari sesuatu dengan tekun bila melihat manfaat dari yang dipelajarinya
itu dalam hidupnya.Manfaat itu bisa berupa kemungkinan meningkatkan
kesejahteraannya, harga dirinya, kepuasannya dan sebagainya. Dengan perkataan
lain persepsi seseorang tentang sesuatu itu ikut mempengaruhi sikapnya terhadap
sesuatu itu (Marpuang, 2001). Demikian pula dengan pembelajaran matematika,
seseorang anak akan berminat belajar matematika bila anak tersebut mengetahui
manfaat matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika bagi diri
dan kehidupannya, karena itu mengaitkan pembelajaran matematika dengan realita
dan kegiatan manusia merupakan salah satu cara untuk membuat anak tertarik
belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan mengaitkan matematika dengan
realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran Matematika
Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) (Freudenthal dalam
Gravermeijer, 1994).
Ide utama dari model pembelajaran RME adalah manusia harus
diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa
(Gravemeijer, 1994).Upaya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika ini
dilakukan dengan memanfaatkan realita dan lingkungan yang dekat dengan anak.
Soedjadi (2001a:2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika realistic pada dasarnya
adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk
memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik daripada masa
yang lalu (Soedjadi, 2001a:2). Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau konkrit
yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan
yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada
baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta
didik.Lingkungan ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
Treffers (1991: 32) memformulasikan dua konsep matematisasi
yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dalam matematisasi
horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan
dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain
matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia symbol. Contoh
matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasi
masalah dalam cara-cara yang berbeda, pentransformasi masalah dunia nyata ke
masalah matematika.
Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses
pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri, jadi dalam
matematisasi vertikal bergerak dari dunia symbol. Contoh matematisasi vertikal
adalah perepresentasian hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan
penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan
model matematik dan penggenerelisasian.
Proses pembelajaran matematika dengan RME menggunakan
masalah kontekstual (contextual problems)
sebagai titik awal dalam belajar matematika. Dalam hal ini siswa melakukan
aktivitas matematisasi horizontal, yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan
mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut.Siswa
bebas mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah
kontekstual dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang
dimiliki.Kemudian siswa dengan bantuan atau tanpa bantuan guru, menggunakan
matematisasi vertikal (melalui abstraksi maupun formalisasi) tiba pada tahap
pembentukan konsep.Setelah dicapai pembentukan konsep, siswa dapat
mengalikasikan konsep-konsep matematika tersebut kembali pada masalah
kontekstual, sehingga memperkuat pemahaman konsep.
Gravermeijer (1994:91) mengemukakan bahwa terdapat tiga
prinsip kunci dalam model pemebelajaran RME yakni:
a. Petunjuk menemukan
kembali/matematisasi progresif (guided
reinvention/progressive mathematizing)
Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus diberi
kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep
matematika ditemukan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan masalah
kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, dilanjutkan dengan matematisasi.
Proses belajar diatur sedemikian rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep
atau hasil (Fauzan, 2001:2).
b.
Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology)
Topik-topik matematika disajikan kepada siswa dengan
mempertimbangkan dua aspek yaitu kecocokan aplikasi masalah kontekstual dalam
pembelajaran dan kontribusinya dalam proses penemuan kembali bentuk dan model
matematika dari soal kontekstual tersebut.
c.
Mengembangkan model sendiri (Self developed models)
Dalam menyelesaikan masalah kontekstual siswa diberi
kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri, sehingga dimungkinkan
muncul berbagai model buatan siswa. Model-model tersebut diharapkan akan
berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik menuju arah pengetahuan
matematika formal, sehingga diharapkan terjadi urutan pembelajaran seperti
berikut “masalah kontekstual” “model dari masalah kontekstual tersebut” “model kearah formal” “pengetahuan formal” (Soedjadi, 2001b:4).
7. Prinsip Dan Karakteristik Pembelajaran Realistik
Dalam
pembahasan mengenai prinsip dan karakteristik akan dibahasa secara sistematis,
mulai dari prinsip terlebih dahulu kemudian karakteristik.
7.1.
Prinsip Pembelajaran Matematika
Realistik
Prinsip-prinsip
yang ada dalam pembelajaran matematika realistik antara lain sebagai berikut:
1.Guided Reinvention and Progressive
Mathematizing
Prinsip
pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi secara
progresif. Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan
untuk mengalami proses yang sama membangun dan menemukan kembali tentang
ide-ide dan konsep-konsep secara matematika. Maksud dari mengalami proses yang
sama dalam hal ini adalah bahwa setiap siswa diberi kesempatan yang sama
merasakan situasi dan jenis masalah kontekstual yang mempunyai berbagai
kemungkinan solusi. Dilanjutkan dengan matematisasi prosedur pemecah masalah
yang sama, serta perancangan rute belajar sedemikian rupa, sehingga siswa
menemukan sendiri konsep-konsep atau hasil (Fauzan, 2000:4). Prinsip ini
sejalan dengan paham kontruktivitas yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak
dapat dikontruksi oleh siswa itu sendiri.
2.Didactical Phenomenology
Prinsip
kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik.Dalam hal ini fenomena
pembelajaran menekankan pentingnya masalah kontekstual memperkenalkan
topik-topik matematika kepada siswa. Masalah kontekstual ini dipilih dengan
pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasi dalam
pengajaran; dan (2) kecocokan dampak dalam proses re-invention, artinya
rposedur, aturan dan model matematika yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah
disediakan oelh guru, tetapi siswa harus berusaha menemukannya dari masalah
kontekstual tersebut.
3.Self Developed Models
Prinsip
yang ketiga adalah pengembangan model sendiri.Prinsip ini berfungsi
menjembatani jurang antara pengetahuan informal dengan matematika formal.Siswa
mengembangkan model sendiri sewaktu memecahkan soal-soal kontekstual.
7.2 Karakteristik
Pembelajaran Matematika Realistik
Karakteristik yang terdapat dalam
pembelajaran matematika realistik antara lain sebagai berikut:
1.Menggunakan masalah kontekstual (Use of Context)
Pembelajaran diawali dengan
menggunakan masalah kontekstual, tidak dimulai dari sistem formal.Masalah
kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan
masalah sederhana yang dikenali oleh siswa.
2. Menggunakan model (Use
of Models, Bridging by Vertical Instruments)
Dengan menggunakan masalah
kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran dapat mendorong siswa
untuk membentuk model dasar matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa,
sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain
dengan menggunakan instrument-instrumen vertikal seperti, skema-skema,
diagram-diagram, symbol-simbol dan sebagainya.
3.Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution)
Kontribusi
yang besar pada proses mengajar belajar dating dari siswa, artinya semua
pikiran (kontruksi dan produksi) siswa diperhatikan. Kontribusi dapat berupa
aneka jawab, aneka cara, atau aneka pendapat dari siswa. Misalnya pada
pengertian skala, pada awalnya siswa diberi kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi pengertian skala dengan kalimat mereka sendri, kemudian dari
beragam jawaban siswa dikompromikan dan dipakai salah satu pendapat yang
benar.Jika tidak ada yang benar, guru hanya membimbing kea rah pengertian yang
benar.
4.Interaktivitas (Interactivity)
Mengoptimalkan
proses mengajar belajar melalui interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru
dan siswa dengan sarana prasarana merupakan hal yang penting dalam pembelajaran
matematika realistik. Interaksi terus dioptimalkan samapi kontruksi yang
diinginkan diperoleh, sehingga interaksi tersebut dimanfaatkan.
5.Terkait dengan Topik Lainnya (Intertwining)
Struktur
dan konsep matematika saling berkaitan. Oleh karena itu, keterkaitan dan
keterintegrasian antar topik (unit pembelajaran) harus dieksplorasi untuk
mendukung terjadinya proses belajar
mengajar yang lebih bermakna.
8.
Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika Realistik
Berdasarkan prinsip dan karakteristik model pembelajaran RME
maka ada beberapa hal yang menjadi ciri-ciri dari model pembelajaran ini (Nur,
2000: 8), yakni:
a.
Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang
ada di sekitar siswa dan berbasis pada pengalaman yang telah dimiliki siswa,
sehingga mereka dengan segera tertarik secara pribadi terhadap aktivitas
matematika yang bermakna.
b.
Urutan pembelajaran haruslah menghadirkan suatu aktivitas
atau eksplorasi, yaitu siswa menciptakan dan mengelaborasi model-model simbolik
dan aktivitas matematika mereka yang tidak formal, misalnya menngambar, membuat
diagram, membuat tabel atau mengembangkan notasi informal.
c.
Pembelajaran matematika tidak semata-mata memberi penekanan pada komputasi dan hanya
mementingkan langkah-langkah procedural (algoritma) serta keterampilan.
d.
Memberi penekanan pada pemahaman konsep dan pemecahan
masalah.
e.
Siswa mengalami proses pembelajaran secara bermakna dan
memahami matematika dengan penalaran.
f.
Siswa belajar matematika dengan pemahaman secara aktif
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dari pengetahuan awal.
g.
Dalam pembelajaran siswa dilatih untuk mengikuti pola kerja,
intuisi – coba – salah – dugaan/spekulasi – hasil.
h.
Terdapat interaksi yang kuat antara siswa yang satu dengan
siswa lainnya.
i.
Memberikan perhatian yang seimbang antara matematisasi
horizontal dan matematisasi vertikal.
9.
Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR
uraian di atas, maka langkah-langkah kegiatan inti pembelajaran matematika
realistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Langkah
1: Memahami masalah kontekstual.
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta
untuk memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan soal atau masalah dengan
memeberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian
tertentu yang dipahami siswa. Pada langkah ini karakteristik PMR yang
diterapkan adalah karakteristik pertama.Selain itu pemberian masalah
kontekstual berarti memberi peluang terlaksananya prinsip pertama dari PMR.
Langkah
2: Menyelesaikan masalah kontekstual.
Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah
kontekstual pada Buku Siswa atau LKS dengan caranya sendiri.Cara pemecahan dan
jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk
menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun
untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian soal tersebut. Misalnya:
bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa kamu berpikir seperti itu
dan lain-lain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali tentang
idea tau konsep atau definisi dari soal matematika.Di samping itu pada tahap
ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan menggunakan model sendiri untuk
membentuk dan menggunakan model sendiri untuk memudahkan menyelesaikan masalah
(soal). Guru diharapkan tidak member tahu penyelesaian soal atau masalah
tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaiannya sendiri. Pada langkah ini
semua prinsip PMR muncul, sedangkan karakteristik PMR yang muncul adalah
karakteristik ke-2, menggunakan model.
Langkah
3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban
mereka dalam kelompok kecil.Setelah itu hasil dari diskusi itu dibandingkan
pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap ini dapat digunakan
siswa untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan
teman lain atau bahkan dengan gurunya. Karakteristik PMR yang muncul pada tahap
ini adalah penggunaan idea tau kontribusi siswa, sebagai upaya untuk
mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara siswa dengan siswa,
antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan sumber belajar.
Langkah
4: Menarik Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang
dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep,
definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah
kontekstual yang baru diselesaikan.Karakteristik PMR yang muncul pada langkah
ini adalah menggunakan interaksi antara guru dengan siswa.
Sintaks
pendekatan matematika realistik dapat dirumuskan sebagai berikut ;
No
|
Fase
|
Aktifitas
|
1
|
Menyajikan masalah
kontekstual(F-1)
|
- Guru memberikan masalah kontekstual
dan mengarahkan siswa untuk memamahami masalah tersebut
- Memberikan motivasi kepada siswa
dalam kelompok untuk mengembangkan modelyang yang mungkin
- Menjadi fasilitator dan membangun
pembelajaran yang interaktif.
|
2
|
Menjelaskan masalah kontekstual
(F-2)
|
- Siswa diarahkan untuk mengumpulkan
informasi dari masalah kontekstual
- Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merencanakan penyelesaian sesuai dengan model of yang
diutarakan siswa.
- Memberikan dorongan dan motivasi
untuk melaksanakan dan mengembangkan rencana penyelesaian yang ditetapkan
kelompok/siswa
|
3
|
Menyelesaikan masalah kontektual
(F-3)
|
- Siswa melaporkan/mempresentasikan
hasil kerja kelompok. Siswa/kelompok lain menanggapi.
- Guru memimpin diskusi,memberikan
pertanyaan, dan mengarahkan siswa mencapai tujuan pembelajaran
|
4.
|
Membandingkan dan mendiskusikan
jawaban (F-4)
|
- Guru memberi pertanyaan lisan
ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung dan memberi penjelasan tentang
materi dan penemuan siswa.
- Siswa memeriksa kembali hasil
kerja kelompoknya
- Menerapkan cara penyelesaian yang
terbaik dan paling tepat dari cara penyelesaian yang telah didiskusikan
sebelumnya.
|
5.
|
Menyimpulkan
(F-5)
|
- guru memberi pertanyaan yang
berkaitan dengan materi lain dalam mata pelajaran matematika atau materi mata
pelajaran lain.
- siswa menghubungkan materi yang
sedang dipelajari dengan materi lain dalam matematika dan pengetahuan dari
mata pelajaran yang lain
|
10. Kalebihan Dan Kesulitan Metode
Pembelajaran Realistik
1.
Kelebihan
pembelajaran matematika realistik
Menurut Suwarsono : (2001:5) terdapat beberapa
kekuatan atau kelebihan dari matematika realistik, yaitu :
a.
Pembelajaran matematika realistik memberikan
pengertian yang jelas kepada siswa
tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
b.
Pembelajaran metematika realistik memberikan
pengertian yang jelas kepada siswa matematika adalah suatu bidang kajian yang
dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar
dalam bidang tersebut.
c.
Pembelajaran matematika realistik memberikan
pengertian yang jelas kepada siswa cara penyelesaian suatu soal atau masalah
tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang
lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang
itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya
dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang
lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan
dari proses penyelesaian masalah tersebut.
d.
Pembelajaran matematika realistik memberikan
pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses
pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu
dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan
pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani
sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.
2.
Kesulitan dalam
implementasi pembelajaran matematika realistik
Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar
PMR dapat muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya.
Kesulitan-kesulitan tersebut yaitu :
1.
Tidak mudah untuk merubah pandangan yang
mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan
sosial atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk
dapat diterapkan PMR.
2.
Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi
syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak
selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa,
terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan
bermacam-macam cara.
3.
Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa
agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan
masalah.
4.
Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan
kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau
prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Salah satu cara untuk mencoba membuat seorang anak berminat
belajar matematika adalah dengan menginformasikan kemanfaatan matematika bagi
diri dan kehidupannya, karena itu mengaitkan pembelajaran matematika dengan
realita dan kegiatan manusia merupakan salah satu cara untuk membuat anak
tertarik belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan mengaitkan
matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran
Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME). Beberapa prinsip
dan karakterritik pembelajaran realistic
diantaranya : prinsip Guided Reinvention and Progressive
Mathematizing, Didactical Phenomenology, Self Developed Models dan
karakteristik Menggunakan masalah
kontekstual (Use of Context),
Menggunakan model (Use of Models,
Bridging by Vertical Instruments), Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution), Interaktivitas (Interactivity), Terkait dengan Topik
Lainnya (Intertwining). Disamping
itu ada beberapa langkah dalam pembelajaran realistic yaitu memahami masalah
kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual,membandingkan dan mendiskusikan
jawaban dan menarik kesimpulan.
2.
Saran
Tidak semua metode pembelajaran dapat di gunakan untuk
materi pelajaran, maka dari itu dalam memilih metode pembelajaran harus dapat
disesuaikan dengan materi pelajaran yang dipilih.
Dengan metode pembelajaran realistic, diharapkan siswa mampu
mengkontruksi dan menemukan sendiri pengetahuan konsep melalui bantuan guru
yang bersifat terbatas dan juga dengan pembelajaran realistic ini dapat
meningkatkan serta memperbaiki kualitas
pembelajaran matematika.
Daftar Pustaka
Arikunto,S.2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi
Revisi. Jakarta : Bumi Aksara.
Barnes, Heyley.2004. Realistic Mathematics Education : Eliciting Alternative
Mathematical Conceptual Conceptions of Learners. African journal of
Reasearch in SMT Education.
Fadillah, Syarifa. 2006. Pengenalan Pembelajaran Realistik dan Contoh
Penerapannya dalam Pembelajaran Matematika . Jurnal Pendidikan.
Nasution, Hamidah. 2006. Pembelajrn Matematika Realistik Topik
Pembagian di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains
ISSN:1907-7157.
Suherman, Erman dkk.2001.Strategi Pembelajaran Matematika Kontenporer.
Bandung : Upi press.
Widjaja, Yeni.2003. Howa Realistic Mathematics Education
Approach and Microromputer-Based Laboratory Worked in Lessons on Graphing at an
Indonesia Junior High School. Journal of science and mathematics Education
in Southeast Asia.
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama
Sekolah : SMP Negeri 2 Indralaya
Utara
Mata
Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : VII/Satu
Alokasi
Waktu : 2 x 40 menit
Materi Pokok : Pola Bilangan
A. Kompetensi Inti
1. Kompetensi
Inti 1 :
Menghayati dan menghargai ajaran agama
yang dianutnya.
2. Kompetensi
Inti 2 :
Menghargai dan menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun,
percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
3. Kompetensi
Inti 3 :
Memahami pengetahuan (faktual,
konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
4. Kompetensi
Inti 4 :
Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah
konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah
abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan
yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
B. Kompetensi Dasar
2.2.
Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri dan ketertarikan pada matematika serta
memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika yang terbentuk melalui
pengalaman belajar.
3.5.
memahami pola dan menggunakannya untuk menduga dan membuat generalisasi
(kesimpulan).
C. Indikator
Pencapaian Kompetensi
Siswa
mampu:
2.2.1. Menunjukkan rasa ingin tahu dalam melakukan
penyelidikan suatu pola yang ada di sekitar siswa.
2.2.2. Bertanggung jawab dalam kelompok belajarnya.
2.2.3. Terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran pola bilangan.
3.5.1. Menentukan pola bilangan bilat.
3.5.2. Menentukan pola bilangan segitiga.
D. Tujuan
Pembelajaran
Melalui
pengamatan, tanya jawab, penguasaan individu dan kelompok, diskusi kelompok,
siswa dapat:
1. Menunjukkan
rasa ingin tahu selama mengikuti proses pembelajaran.
2. Bertanggung
jawab terhadap kelompoknya dalam menyelesaikan tugas.
3. Terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran.
4. Menentukan
pola bilangan bulat.
5. Menentukan
pola bilangan segitiga.
E. Materi Ajar
Siswa
SMP/MTs mempelajari Pola Bilangan untuk pertama kali adalah pada Kompetensi
Dasar (KD) ini.KD ini dipelajari dalam beberapa kali pertemuan. Ada beberapa
tahapan kemampuan berurutan yang harus dilalui siswa dalam mempelajari KD ini,
yaitu:
1. Menentukan
pola dari suatu susunan bilangan atau gambar;
2. Menyelesaikan
pola dari suatu susunan bilangan atau gambar;
3. Menggunakan
konsep pola bilangan untuk menduga dan membuat generalisasi (kesimpulan).
F. Metode
Pembelajaran
Pendekatan
scientific, pendekatan kontekstual, pembelajaran kooperatif.
G. Kegiatan
Pembelajaran
Kegiatan
|
Deskripsi
Kegiatan
|
Waktu
|
Pendahuluan
|
1.
Guru memberi salam dan mengajak siswa berdoa.
2.
Guru menanyakan kabar dan mengecek kehadiran siswa.
3.
Guru mengkomunikasikan tujuan belajar yang diharapkan akan dicapai siswa.
4.
Guru menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh (pengamatan
disertai tanya jawab, latihan kelompok, pembahasan latihan secara klasikal,
presentasi hasil latihan).
5.
Guru menunjukkan foto-foto (Lampiran 1) yang memuat pola yang ada di alam
(putik bunga, papan catur, kain khas Palembang, speedometer) sebagai contoh,
siswa mengamati foto-foto tersebut.
6.
Guru memotivasi siswa untuk menentukan adanya pola lain di sekitar siswa
selain yang telah ada di foto yang ditunjukkan.
|
10 menit
|
Inti
|
Mengamati
1.
Siswa mengamati gambar yang ada dalam kegiatan 1 dan 2 pada LKS (Lampiran
2).
Menanya
2.
Siswa menanyakan pola/keteraturan yang ada pada gambar.
3.
Siswa menanyakan cara untuk menentukan pola dari bangun/bilangan yang ada
pada gambar.
Mengeksplorasi
4.
Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk mencermati pola-pola yang ada
pada kegiatan 1 pada LKS. Anggota kelompok saling memeriksa, mengoreksi dan
memberi masukan.
5.
Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk mencermati pola-pola yang ada
pada kegiatan 1 pada LKS. Anggota kelompok saling memeriksa, mengoreksi dan
memberi masukan.
Mengasosiasi
6.
Siswa menyimpulkan pola yang ada dalam kegiatan 1 dan 2 pada LKS.
7.
Siswa dapat menemukan pola bilangan bulat.
8.
Siswa dapat menemukan pola bilangan segitiga.
9.
Siswa dapat menyelesaikan permasalahan terkait pola bilangan bulat dan
pola bilangan segitiga yang terdapat pada buku teks dan soal buatan guru.
Mengkomunikasikan
10. Salah satu anggota kelompok mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya di depan kelas.
11. Secara klasikal, siswa dan guru menanggapi hasil
presentasi meliputi tanya jawab untuk mengkonfirmasi, melengkapi informasi
atau memberi penguatan atas suatu pendapat.
Mencipta
12. Siswa menggambarkan bangun yang mempresentasika pola
bilangan bulat dan pola bilangan segitiga.
|
60 menit
|
Penutup
|
1.
Siswa dengan bimbingan guru merangkum isi pembelajaran yaitu pola
bilangan bulat dan pola bilangan segitiga.
2.
Setiap kelompok diberikan penghargaan berkaitan dengan aktivitas
kelompok.
3.
Siswa melakukan refleksi dipandu oleh guru.
4.
Guru memberi pekerjaan rumah.
5.
Guru menginformasikan garis besar isi kegiatan pada pertemuan berikutnya.
6.
Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.
|
10 menit
|
H. Alat/Media/Sumber
Pembelajaran
1. Alat/Media/Sumber
pembelajaran : foto-foto, Lembar Kerja
Siswa.
2. Sumber
belajar :
Buku Matematika SMP/MTs Kelas VII.
I. Penilaian
(Lampiran 3)
1. Penilaian
Sikap
a. Teknik
penilaian : Non tes
b. Bentuk
instrumen : Observasi
2. Penilaian
Pengetahuan
a. Teknik
penilaian : Tes
b. Bentuk
instrumen : Uraian
3. Penilaian
Keterampilan
a. Teknik
penilaian : Non tes
b. Bentuk
instrumen : Observasi
Mengetahui, Indralaya,
27 Desember 20
Kepala SMP Negeri 2
Indralaya Utara Guru
Mata Pelajaran,
Ismiet,
S.Pd. Nyiayu
Fraisa Fatiyah, S.Pd.
LEMBAR
OBSERVASI PERKEMBANGAN SIKAP
Mata
Pelajaran :Matematika
Kelas/Semester :VII/1
Kompetensi
Dasar :
Nomor 2.2, 3.5
Nama Siswa : _______________________
Kelas / Kelompok : _______________________
Bubuhkan tanda V pada kolom-kolom sesuai
hasil pengamatan.
No
|
Aspek yang diukur
|
Nilai
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1.
|
Kesungguhan mencari pola lain yang ada di sekitar siswa.
|
|
|
|
|
2.
|
Kesungguhan siswa mencari pola bilangan.
|
|
|
|
|
3.
|
Fokus dalam aktivitas pembelajaran di kelas.
|
|
|
|
|
4.
|
Kemauan melibatkan diri dalam aktivitas di kelas atau diskusi kelompok.
|
|
|
|
|
5.
|
Mendengarkan usul, pendapat atau pertanyaan teman lainnya.
|
|
|
|
|
6.
|
Mengajukan usul, pendapat atau pertanyaan.
|
|
|
|
|
7.
|
Membantu teman lain yang membutuhkan.
|
|
|
|
|
8.
|
Fokus menyelesaikan tugas individu dan kelompok.
|
|
|
|
|
9.
|
Teliti dalam mengerjakan tugas.
|
|
|
|
|
10.
|
Mendapatkan nilai yang baik.
|
|
|
|
|
Keterangan
nilai Kriteria
Selalu = 4 A = Total Skor 32-40
Sering = 3 B = Total Skor 24-31
Jarang = 2 C = Total Skor 16-23
Tidak pernah = 1 D =
Total Skor 10-15
LEMBAR PENILAIAN PENGETAHUAN
Nama Siswa : _________________ Tanggal :
________________
Kelas : _________ Waktu : 40 menit
Petunjuk
:
1.
Berdoalah
sebelum mengerjakan soal.
2.
Jawablah pada
lembar jawaban yang telah disediakan.
3.
Selesaikan soal
berikut dengan singkat dan jelas.
SOAL
1.
Sepotong tali
yang panjangnya 1 meter dipotong menjadi 2 bagian yang sama panjang. Hasil
potongannya dipotong kembali menjadi dua, begitu seterusnya. Berapa banyak
potongan tali setelah 5 kali proses pemotongan?
2.
Lengkapilah
barisan bilangan berikut:
a.
3, 5, 8, ...,
...
b.
1x2, 2x3, 3x4,
..., ...
c.
72, 90, ...,
132, ...
d.
90, 79, 68, ...,
46, 35, ...
3.
Pada suatu pesta
ulang tahun terdapat kursi-kursi yang disusun dengan aturan tertentu. Baris
pertama ada satu kursi, baris kedua ada lima kursi, baris ketiga ada sembilan kursi,
baris keempat ada tiga belas kursi, dan seterusnya.
a)
Tuliskan pola
dari susunan kursi-kursi tersebut!
b)
Berapa banyak
kursi pada baris ke sepuluh?
c)
Berapa jumlah
kursi seluruhnya dari baris pertama hinggan baris ke sepuluh?
Penskoran :
Nomor Soal
|
Penyelesaian
|
Skor
|
1.
2.
3.
|
1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, ...
Banyaknya potongan tali adalah 256
a. 12, 17
b. 4x5, 5x6
c. 110, 156
d. 57, 24
a. Baris pertama : 1
Baris kedua :
5
Baris ketiga :
9
Baris keempat :13
...
...
...
Dan seterusnya.
Setiap baris ditambah empat dari bilangan baris
sebelumnya.
b. Kursi pada baris ke sepuluh : 37
c. Jumlah kursi dari baris pertama sampai baris ke sepuluh
:
1 + 5 + 9 + 13 + 17 + 21 + 25 + 29 + 33 + 37 = 190
|
10
4
4
4
4
10
10
10
|
|
Total skor maksimal
|
56
|
Perhitungan nilai
akhir dalam skala 1 – 100 sebagai berikut :
Nilai
akhir = Perolehan Skor X 100
Total Skor Max
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN
No.
|
Nama Siswa
|
Menggambarkan pola bilangan
|
Menggunakan strategi yang sesuai dan beragam
|
Menunjukkan kemampuan mempertahankan pendapat
|
Total Skor
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
1.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
dst
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan
Skor :
Sangat Baik = 4
Baik =
3
Cukup =
2
Kurang =
1
Kriteria
:
A = Total Skor 12 – 16
B = Total Skor 8 – 11
C = Total Skor 5 – 7
D = Total Skor 4
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama
Sekolah : SMP
Kelas/Semester : VIII/Dua
Mata
Pelajaran : Matematika
Materi
Pokok : Lingkaran
Alokasi
Waktu : 2 x 40 menit (1
pertemuan)
A. Kompetensi Inti
Memahami
dan menerapkan kemampuan (factual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait
fenomena dan kejadian tampak mata.
B. Kompetensi Dasar
3.6
Memahami unsur, keliling, dan luas lingkaran.
C. Indikator
Pencapaian Kompetensi
1. Menemukan
rumus keliling lingkaran.
2. Menyelesaikan
masalah atau soal-soal berkaitan dengan keliling lingkaran.
D. Tujuan
Pembelajaran
Melalui
Proses pengamatan dan diskusi peserta didik dapat:
1. Menemukan
rumus keliling lingkaran
2. Menunjukkan
ketelitian, mandiri dan tanggung jawab
3. Menunjukkan
kerja sama dan komunikasi dalam kerja kelompok
Melalui proses mencoba, dan
mengkomunikasikan peserta didik dapat:
4. Mengukur
keliling lingkaran
5. Menyelesaikan
masalah atau soal-soal berkaitan dengan keliling lingkaran
E. Materi
Pembelajaran
1. Fakta
Masalah kontekstual yang berkaitan
dengan keliling lingkaran
2. Konsep
Keliling lingkaran
3. Prosedur
a. Langkah-langkah
mengukur keliling lingkaran
b. Langkah-langkah
menyelesaikan masalah nyata mengenai keliling lingkaran
F. Metode
Pembelajaran
1. Pendekatan : Matematika Realistik
2. Model
Pembelajaran : Kooperatif
3. Metode : Ceramah, diskusi
kelompok, dan tanya jawab
G. Alat/Media/Bahan
1. Alat/media :
Benda-benda berbentuk lingkaran, power point,
benang
2. Bahan
ajar : Agus,
Nuniek Avianti. (2007).
Mudah Belajar Matematika untuk kelas VIII Sekolah
Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Jakarta
: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.Sugijono dan
Cholik. (2005).
Matematika untuk SMP kelas VIII.Jakarta: Erlangga.
H.
Kegiatan
Pembelajaran
N
o
.
|
Kegiatan Pembelajaran
|
Setting/Format Pembelajaran
|
1.
|
Guru menyiapkan kondisi fisik kelas, memberi salam, dan
memimpin do’a.
|
Siswa menampilkan karakter religious.
|
2.
|
Guru mengecek kehadiran siswa
|
Siswa menampilkan karakter disiplin dan peduli terhadap
orang lain.
|
TINGKAT
PENDAHULUAN
|
||
3.
|
Guru memberikan pertanyaan mengenai definisi lingkaran.
|
Siswa aktif dalam mengajukan pendapat.
|
4.
|
Guru menunjukkan penggunaan keliling lingkaran dalam
kehidupan sehari-hari.
|
Siswa menampilkan karakter rasa ingin tahu.
|
TINGKAT
PENGEMBANGAN MODEL SIMBOLIK
|
||
1.
|
Guru mengelompokkan siswa terdiri dari 2-3 orang.
|
Siswa menampilkan karakter tanggungjawab individu dan
sosial.
|
2.
|
Guru memberikan LKS dan mempersilahkan siswa berdiskusi
dalam kelompok untuk menyelesaikan “LKS 1” berkaitan dengan menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan menemukan rumus keliling lingkaran.
|
Siswa menampilkan karakter kreatif dan bekerja sama
dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas kelompok.
|
3.
|
Guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan
hasil jawaban mereka.
|
Siswa menampilkan karakter percaya diri.
|
4.
|
Guru membuka ruang tanya jawab kepada kelompok lain
untuk memberikan tanggapan terhadap hasil yang disajikan.
|
Siswa aktif dalam menggunakan ide dan pendapat.
Siswa menampilkan karakter menghargai dan peduli
terhadap orang lain.
|
5.
|
Guru mengevaluasi tentang hasil yang disampaikan siswa.
Kemudian memberikan kesimpulan menggunakan bantuan
power point.
|
Siswa aktif dalam mengemukakan ide dan pendapat.
Siswa menampilkan karakter menghargai dan peduli
terhadap orang lain.
|
TINGKAT
PENJELASAN DAN ALASAN
|
||
6.
|
Guru mengevaluasi hasil pencapaian pemahaman siswa
dengan menggunakan soal berkaitan dengan keliling lingkaran pada “LKS 2”
|
Siswa aktif bekerja sama dalam menyelesaikan tugas
kelompok.
|
7.
|
Guru mengevaluasi presentasi hasil kerja siswa untuk
mengetahui pencapaian KD.
|
Siswa aktif mengemukakan ide dan pendapat.
|
TINGKAT PENUTUP
|
||
1.
|
Guru memberikan evaluasi untuk mengetahui pengetahuan
siswa mengenai materi lingkaran yang dipelajari.
|
Siswa aktif mengemukakan ide atau pendapat dan dapat
menarik kesimpulan dari materi yang disampaikan.
|
2.
|
Guru memberikan pekerjaan rumah yang berhubungan dengan
materi yang telah dipelajari untuk mengetahui keberhasilan proses
pembelajaran.
|
Siswa menampilkan karakter tanggung jawab.
|
I.
Penilaian
1. Penilaian Proses
No
|
Aspek yang dinilai
|
Teknik
Penilaian
|
Waktu
Penilaian
|
Instrumen Penilaian
|
Keterangan
|
1.
|
Ketelitian
|
Pengamatan
|
Proses
|
Lembar
Pengamatan
(terlampir)
|
|
2.
|
Kemandirian
|
||||
3.
|
Kerjasama
|
||||
4.
|
Tanggungjawab
|
2.
Penilaian
Hasil
Indikator
Pencapaian Kompetensi
|
Penilaian
|
||
Teknis
|
Bentuk Instrumen
|
Instrumen
|
|
Menyelesaikan masalah atau soal-soal yang berkaitan dengan keliling
lingkaran.
|
Tes tertulis
|
Uraian
|
1.
Budi ke sekolah naik sepeda menempuh jarak 706,5 m. Ternyata roda
sepedanya berputar 500 kali untuk sampai ke sekolah, berapakah panjang
jari-jari roda tersebut?
2.
Seorang pengusaha akan membuat komedi putar seperti gambar di samping.
Jika
tempat duduk dengan panjang 1 m pada dru molen sebanyak 22 buah dan
masing-masing tempat duduk berjarak 2 m, berapakan panjang jari-jari dru
molen?
|
J. Pedoman
Penskoran
1. Soal
nomor 1
Diketahui : jarak =
706,5 m (skor
2)
Banyak putaran = 500
Ditanyakan :
panjang jari-jari roda?
Jawab :
Jarak
= banyak putaran x keliling roda (skor 2)
↔ 706,5 = 500 ×
(skor
2)
↔
↔
↔
(skor
2)
Jadi, jari-jari rodanya
adalah 0.225 m.
2.
Soal nomor 2
Diketahui : Banyak
tempat duduk = 22 buah (skor
2)
Panjang tempat duduk = 1 m
Jarak antar tempat duduk = 2
m
Ditanyakan :
jari-jari dru molen (jari-jari lingkaran)?
Jawab :
Keliling
lingkaran =
(skor
2)
↔
(skor
2)
↔
↔
↔ r = 10,5 (skor
2)
Jadi, jari-jari
dru molennya adalah 10,5 m. (skor
2)
K.
Sumber
Belajar
1.
Agus, Nuniek
Avianti. (2007). Mudah Belajar Matematika
untuk kelas VIII sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
2. Sugijono
dan Cholik. (2005). Matematika untuk SMP
kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
+ komentar + 1 komentar
Bayar Pakai Dengan Pulsa AXIS XL TELKOMSEL
Anda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vit
Capsa Susun, Bandar Poker,QQ Online, Adu Q, dan Bandar Q
Situs Situs Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain
Sabung Ayam S1288, CF88, SV388, Sportsbook, Casino Online,
Togel Online, Bola Tangkas Slots Games, Tembak Ikan, Casino
Terima semua BANK Nasional dan Daerah, OVO GOPAY
Whatsapp : 0812-222-2996
POKERVITA
Posting Komentar