MAKALAH
Dosen Pembimbing:
Abdul Halim Fathani M.Pd
DisusunOleh:
Nur Habibah L.M. (2130720082)
Rizqi Rahmawati (2130720091)
Misbahuddin (2130720096)
Ainur Rosidah (2130720099)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Dengan
nama ALLAH Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena
atas rahmat dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Evalusi pembelajaran Matematika yang
membahas “Prosedur Pengembangan
Instrumen Tes”
Selama
penyusunan makalah ini, penulis telah memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk
serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengahaturkan rasa syukur dan terima kasih kepada:
1. Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad SAW
yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan makalah ini
dengan keadaan sehat.
2. Orang tua penulis yang telah memberi
do’a dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga kepada penulis
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
3. Bapak Abdul Halim Fathoni M.Pd selaku
guru pembimbing mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika yang telah banyak
memberikan bantuan dan arahan kepada penulis dalam proses belajar mengajar
hingga tersusunnya makalah ini.
4. Tidak lupa kepada semua kru yang
bertugas menyelesaikan makalah ini.
Penulis
sangat menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai
bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi kami dalam menyelesaikan tugas-tugas
berikutnya.
Malang, 10 November 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
Evaluasi adalah kegiatan penilaian
dan pengukuran yang berupa
kegiatan
mengumpulkan dan mengolah informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil suatu keputusan untuk langkah berikutnya.
Proses belajar mengajar
merupakan suatu proses yang
mempunyai
tujuan, tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan kemampuan atau perilaku yang
diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan kegiatan belajar. Untuk
mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran serta kualitas proses belajar
mengajar yang telah dilaksanakan, perlu dilakukan suatu usaha penilaian atau
evaluasi terhadap hasil belajar siswa. Kegunaan evaluasi dalam proses
pendidikan adalah untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah menguasai tujuan
pelajaran yang telah ditetapkan, juga dapat mengetahui bagian-bagian mana dari
program pengajaran yang masih lemah dan perlu diperbaiki. Salah satu cara yang
digunakan dalam evaluasi diantaranya dengan menggunakan teknik pengumpulan data
tes, melalui tes kita dapat mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam
menerima pelajaran yang telah diberikan.
Tahapan pelaksanaan
evaluasi proses pembelajaran adalah penentuan tujuan, menentukan desain
evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi, pengumpulan informasi/data, analisis
dan interpretasi dan tindak lanjut. Instrumen evaluasi hasil belajar untuk
memperoleh informasi deskriptif dapat
berwujud tes maupun non-test. Tes dapat berbentuk obyektif atau uraian; sedang
non-tes dapat berbentuk lembar pengamatan atau kuesioner. Tes obyektif dapat
berbentuk jawaban singkat, benar
salah,
menjodohkan dan pilihan ganda. Untuk tes uraian
yang juga disebut dengan tes subyektif dapat berbentuk tes uraian bebas, bebas
terbatas, dan terstruktur. Selanjutnya untuk penyusunan instrumen tes atau
nontes, seorang guru harus mengacu pada pedoman penyusunan masing-masing jenis
dan bentuk tes atau non tes agar instrumen yang disusun memenuhi syarat
instrumen. yang baik, minimal syarat pokok instrumen yang baik, yaitu valid
(sah) dan reliable (dapat dipercaya).
Seorang guru yang perlu memiliki keterampilan untuk
mengembangkan berbagai bentuk instrumen guna mengukur ketercapaian kompetensi siswa. dalam makalah ini kami
akan memfokuskan pembahasan tentang “Prosedur
Pengembangan Instrumen Tes” .
1.2
RumusanMasalah
Penulis dapat
memberikan rumusan permasalahan yang akan dikupas tuntas dalam pembahasan
diantaranya sebagai berikut:
1.
Apa pengertian instrument tes?
2.
Bagaimana prosedur pengembangan instrumen tes?
3.
Bagaimana langkah-langkah penyusunan tes?
4.
Bagaimana penyusunan kisi-kisi dan butir soal?
5.
Apa fungsi tes?
1.3
Tujuan
Tujuan
penulisan makalah dengan tema prosedur pengembangan intrumens tes
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Instrumen Tes.
2.
Untuk mengetahui prosedur pengembangan instrumen tes.
3.
Untuk mengetahui langkah-langkah penyusunan tes.
4.
Untuk mengetahui penyusunan kisi-kisi dan butir soal
5.
Untuk mengetahui fungsi tes.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Instrumen Tes
Secara harfiah kata tes
berasal dari bahasa Perancis kuno yaitu testum artinya piring untuk menyisihkan
logam-logam mulia yang sangat tinggi nilainya. Dalam bahasa Inggris ditulis
dengan test yang diterjemahakan ke dalam bahasa Indonesia berarti tes, ujian
atau percobaan dan dalam bahasa Arab berarti imtihan.
Sedangkan secara
istilah test adalah alat atau prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran
dan penilaian. Tes adalah alat untuk
memperoleh data tentang perilaku individu (Allen dan Yen, 1979:1). Karena itu,
di dalam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang
akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu (sampel perilaku)
berdasarkan jawaban yang diberikan individu yang dikenai tes tersebut
(Anastari,1982:22). Tester artinya orang yang
melaksanakan tes, pembuat tes atau eksperimentor adalah orang yang sedang
melakukan percobaan, testee
adalah pihak yang sedang dikenai tes atau pihak yang sedang dikenai percobaan
(peserta tes).
Tes ialah sejumlah
pertanyaan yang diberikan untuk dijawab. Sedangkan pengukuran lebih luas dari
tes. Adapun evaluasi mencakup tes dan pengukuran yaitu proses pengumpulan
informasi untuk membuat penilaian, yang kemudian digunakan Sebagai bahan
pertimbangan dalam membuat keputusan.
2.2 Prosedur Pengembangan Instrumen Tes
Penyusunan prosedur pengembangan tes ini dimaksudkan
agar didapatkan tes yang sesuai dengan apa yang akan diukur, sehingga
kompetensi atau kemampuan yang diukur tercermin dalam hasil yang diperoleh.
Prosedur pengembangan tes ini disusun untuk memudahkan para pemangku
kepentingan tes seperti guru dan dosen dalam menyusun tes. Secara umum ada
beberapa tahapan dalam mengkonstruksi tes terutama tes hasil belajar, maupun
tes kinerja. Tahapan tersebut terdiri dari menetapkan tujuan tes, analisis kurikulum
atau standar yang akan dicapai, analisis buku, modul atau sumber belajar lainnya,
penyusunan kisi – kisi, menentukan indikator atau tujuan pembelajaran, menulis butir
tes, menelaah butir tes, revisi atau perbaikan butir tes, reproduksi tes
terbatas, uji coba tes, analisis butir tes, dan penyusunan tes (finalisasi).
2.2.1
Menetapkan tujuan tes.
Diadakannya sebuah tes, pada
dasarnya memiliki tujuan yang akan dicapai, tujuan tersebut dapat berupa
pemetaan, keperluan seleksi, kelulusan (fungsi sumatif), diagnostik, melihat
potensi, pemacu motivasi, maupun perbaikan dalam pembelajaran (fungsi
formatif).
Dalam menentukan tujuan tes
hendaknya diperhatikan tentang kesesuaian antara tujuan khusus tes dengan
tujuan umum dari sebuah program yang lebih besar seperti program pembelajaran,
pelatihan, maupun seleksi. Tujuan yang akan dicapai sangat erat kaitannya
dengan tes yang diadakan sehingga semaksimal mungkin butir tes dan tes yang
digunakan mencerminkan pencapaiannya. Untuk tes tengah semester dan tes akhir
semester dibutuhkan tes yang mengakomodir seluruh program pembelajaran yang
telah dilaksanakan. Dalam hal tingkat kesulitan, sebaiknya butir – butir tes
dengan tingkat kesukaran rendah, sedang dan tinggi disusun atas dasar proporsi
yang berkeadilan. Seperti 30%, 50%, dan 20% atau 20%, 50% dan 30%.
Ada hal yang menarik mengapa
tingkat kesukaran diproposikan seperti itu. Ini lebih disebabkan oleh asumsi
bahwa siswa berkemampuan sedang pada umumnya lebih dominan di dalam satu
kelompok atau kelas. Oleh karena itu, persentase 50% tersebut menggambarkan tes
pada dasarnya mencari titik keseimbangan pada satu kriteria kelulusan tertentu.
Begitu pula pada persentase tingkat kesulitan rendah dan tinggi yang didasarkan
pada suatu kelompok yang umumnya siswa berekemampuan tinggi dan rendah lebih
sedikit. Sehingga pembuatan butir dengan tingkat kesukaran tinggi atau rendah
pada dasarnya untuk pembeda dan mengakomodir siswa dengan kemampuan luar biasa,
baik luar biasa tinggi maupun luar biasa rendah.
Lain halnya jika tes
tersebut diselenggarakan atas dasar tujuan seleksi. Tes yang bertujuan untuk
seleksi dibutuhkan butir tes yang mengakomodir kemampuan standar yang
diinginkan dari kelulusan orang yang diseleksi. Seperti halnya jika seleksi diadakan
sebuah perusahaan untuk mendapatkan pegawai pada suatu bidang pekerjaan teknik
sipil. Sudah sepantasnya butir tes berisikan kemampuan standar yang dibutuhkan
perusahaan tersebut dari seorang profesional pada bidang teknik sipil.
Untuk tes yang bertujuan
untuk seleksi dibutuhkan butir tes dengan tingkat kesukaran yang disesuaikan
antara proporsi peserta dengan tempat yang disediakan. Makin besar peserta yang
ikut dalam seleksi, maka sebaiknya tingkat kesukarannya pun ditingkatkan. Dalam
kaitannya dengan tes seleksi, selain skor perolehan yang didapat peserta,
banyak pula yang memperhitungkan waktu yang dibutuhkan sebagai pertimbangan
seleksi.
Berikutnya, untuk tes
diagnostik atau dapat pula digunakan pada tes dengan tujuan perbaikan
pembelajaran serta perbaikan pola belajar siswa. Tes dalam tujuan tersebut
sebaiknya digunakan tes dalam bentuk uraian. Hal tersebut dikarenakan butir bentuk
obyektif kurang mempunyai fungsi diagnostik. Artinya, tidak didapatkan penjelasan
yang komprehensif dari sebuah jawaban salah siswa pada suatu butir. Sedangkan
melalui tes bentuk uraian, kita dapat menelusuri “jejak” kesalahan siswa dalam
menjawab suatu butir serta kesulitan atau kelemahan siswa sehingga berakibat pada
kesalahan dalam menjawab.
Tes diagnostik hendaknya
juga memperhatikan cakupan pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang akan
diukur. Sebagai contoh sebuah tes diagnostik berjumlah 100 butir soal, terdiri
dari 25 butir penjumlahan, 25 butir pengurangan, 25 butir perkalian dan 25
butir pembagian. Seorang siswa menjawab benar pada seluruh butirpenjumlahan dan
pengurangan, 15 butir perkalian dijawab dengan benar, namun demikian tidak ada
satu pun butir pembagian yang dijawab dengan benar. Walaupun mendapat skor
akhir 65, akan tetapi hendaknya disikapi secara bijaksana hasil ini. Oleh
karena ada sub pokok bahasan pembagian yang cukup bermasalah.
Berdasarkan hasil tersebut,
dapat menimbulkan kesulitan belajar atau kesulitan dalam mengikuti pembelajaran
selanjutnya, jika guru memaksakan siswa tersebut untuk melangkah pada pokok
bahasan berikutnya. Dengan demikian, hasil tes diagnostik pada dasarnya bukan
hanya sekedar hasil akhir semata. Lebih dari itu, sepatutnya menjadi bahan
analisa dan pertimbangan yang mendalam bagi seorang guru atau pendidik lainnya
dalam membelajarkan siswa.
2.2.1 Analisis kurikulum yang akan dicapai
Analisis kurikulum yang akan
dicapai pada dasarnya bertujuan untuk menentukan bobot dari suatu kompetensi
dasar yang akan dijadikan dasar dalam menentukan jumlah item atau butir tes
untuk tiap kompetensi dasar butir objektif atau bentuk uraian dalam membuat
kisi – kisi tes. Penentuan bobot untuk tiap kompetensi dasar tersebut dilakukan
atas dasar jumlah jam pertemuan yang tercantum dalam program pembelajaran,
dengan asumsi bahwa pelaksanaan pembelajaran di kelas sesuai dengan apa
tercantum dalam program pembelajaran tersebut.
2.2.3 Analisis buku, modul atau sumber belajar lainnya
Analisa buku pelajaran atau
sumber belajar lain pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama dengan analisis
kurikulum. Namun demikian, dalam analisis buku lebih mengarah kepada bobot
kompetensi dasar berdasarkan jumlah halaman materi yang termuat dalam buku atau
sumber belajar. Tes yang yang akan disusun diharapkan dapat mencakup seluruh
materi yang
diajarkan. Untuk itu, kedua langkah yang telah
disebutkan di atas sangat diperlukan untuk memperkecil kesalahan dan bias
materi yang terjadi pada penyusunan tes.
2.2.4 Penyusunan kisi – kisi
Kisi – kisi merupakan suatu
perencanaan dan gambaran sebaran butir pada tiap–tiap kompetensi dasar yang
juga didasarkan pada kriteria dan persyaratan tertentu. Penyusunan kisi – kisi
digunakan untuk menentukan sampel tes yang baik, dalam arti mencakup
keseluruhan materi dan kompetensi dasar secara proporsional serta berkeadilan. Oleh
karena itu, Sebelum menyusun butir – butir tes sebaiknya kisi – kisi dibut terlebih
dahulu sebagai pedoman dalam memuat jumlah butir yang harus dibuat untuk setiap
bentuk butir, materi, tingkat kesukaran serta untuk setiap aspek kemampuan
yang hendak diukur.
2.2.5 Menentukan indikator atau tujuan pembelajaran
Indikator pada dasarnya
adalah suatu ciri – ciri perilaku yang khas dari sebuah kompetensi atau
perilaku yang akan diukur oleh suatu alat. Penulisan indikator harus sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Indikator harus mencerminkan tingkah
laku siswa. Oleh karena itu harus dirumuskan secara operasional dan secara teknis
menggunakan kata – kata kerja operasional.
2.2.6 Menulis butir tes
Langkah selanjutnya dalam
mengembangkan tes adalah menulis butir tes. Ada beberapa petunjuk yang perlu
diperhatikan dalam menulis butir tes, antara lain:
1.
Butir tes yang dibuat harus valid. Artinya, butir tersebut mampu
mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2.
Butir tes harus dapat dikerjakan dengan menggunakan satu kemampuan spesifik,
tanpa dipengaruhi oleh kemampuan lain yang tidak relevan. Seperti halnya membuat
butir soal matematika dengan menggunakan bahasa asing. Jelas antara kemampuan
matematika dan bahasa asing merupakan dua kemampuan yang berbeda sama sekali
dan tidak bisa disangkutpautkan dalam satu butir soal dalam tes.
3.
Butir tes harus memiliki (kunci) jawaban yang benar. Butir tes yang
tidakmemiliki jawaban akan sangat menyulitkan siswa, bahkan akan membuang waktu
siswa jauh lebih banyak daripada soal yang memiliki tingkat kesulitan tinggi sekalipun.
Butir yang tidak memiliki jawaban yang benar dapat berpengaruh pada mental
psikologis siswa, bahkan dapat pula berimbas kepada kurang kredibelnya kegiatan
pengukuran yang dilakukan.
4.
Butir yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan
dengan langkah – langkah lengkap sebelum digunakan pada tes sesungguhnya. Khususnya
butir uraian atau essay pada bidang eksakta seperti matematika, fisika dll
langkah – langkah lengkap sangat dibutuhkan dalam pedoman penskoran butir.
5.
Hindari kesalahan ketik atau penulisan. Kesalahan penulisan dapat
berbeda makna dalam bahasa tertentu, bidang eksakta bahkan bidang sosial
sekalipun dan ini akan menimbulkan perbedaan arah butir. Oleh karena itu,
dibutuhkan pengeditan yang teliti dan presisi.
6.
Tetapkan sejak awal aspek kemampuan yang hendak diukur untuk setiap
butir yang akan dibuat. Aspek kemampuan dapat mengacu pada ranah kognitif,
afektif dan psikomotor atau dapat pula mengacu pada salah satu aspek di masing–masing
ranah tersebut seperti pemahaman dalam ranah kognitif atau melakukan duplikasi
dalam ranah psikomotor.
7.
Berikan petunjuk pengerjaan soal secara lengkap dan jelas. Petunjuk
pengerjaan soal selain dituliskan di awal soal atau kelompok soal, hendaknya
juga disosialisasikan terlebih dahulu kepada siswa dengan cara dibacakan
sebelum tes berlangsung.
2.2.7 Menelaah butir tes
Walaupun telah dilakukan
dengan penuh kehati – hatian, dalam menulis kadang kala masih mungkin saja
terjadi kekeliruan, kekurangan maupun kesalahan yang menyangkut beberapa aspek
dalam pengukuran terhadap kemampuan yang spesifik,penggunaan bahasa, bahasa
yang bias atau juga kekurangan pemberian opsi jawaban. Oleh karena itu, sebelum
dilakukan tes kepada siswa, ada baiknya dilakukan telaah butir tes. Menelaah
butir tes dapat dilakukan secara mandiri atau melibatkan orang lain maupun
pakar dalam bidangnya. Secara mandiri dapat dilakukan dengan bantuanmodul atau
buku panduan menyusun tes.
Hal – hal yang perlu
diperhatikan dalam telaah butir antara lain penggunaan bahasa, kesesuaian butir
dengan indikator atau materi pembelajaran yang disampaikan, konstuksi tes Sama
halnya dengan telaah mandiri pelibatan teman sejawat dan pakar dalam
bidang pengukuran merupakan hal yang penting dan
lumrah untuk dilakukan dengan tujuan memperoleh butir – butir tes yang baik
secara kualitas dan konstruksinya.
2.2.8 Revisi atau perbaikan butir tes
Setelah melalui pengkajian
mandiri, teman sejawat maupun pakar, maka langkah selanjutnya adalah merevisi
atau memperbaiki konstruksi tes sesuai dengan masukan, arahan dan perbaikan
yang disarankan. Revisi atau perbaikan butir tes hendaknya memperhatikan aspek
kebutuhan juga, karena belum tentu juga masukan dari teman sejawat dan pakar
dapat diterapkan langsung kepada siswa. Karakteristik, jenjang sekolah dan
kondisi sosial siswa perlu diperhatikan pula. Karena tidak jarang masukan yang
diberikan tentang bahasa yang kurang tepat, namun diganti dengan bahasa yang
malah tidak dapat dipahami oleh siswa. Guru atau pendidik adalah orang yang
paling tau tentang siswanya, maka guru sebaiknya berperan aktif pula seraya
memilah apa yang baik untuk siswanya
2.2.9 Reproduksi tes terbatas
Tes yang sudah melewati fase
telaah dan revisi dapat diproduksi secara terbatas dengan tujuan diujicobakan
terlebih dahulu kepada sejumlah siswa dalam suatu kegiatan uji coba tes.
2.2.10 Uji coba tes
Uji coba tes dapat dilakukan
dengan menggunakan data empiris dengan memberikan kepada subjek tes (testee)
yang se level, atau memiliki karakteristik yang sama dengan subjek yang
sesungguhnya dikenai tes tersebut. Pengambilan sampel untuk uji coba hendaknya
memenuhi aturan yang baik dengan cara acak dan memenuhi syarat uji coba
(minimal 30 orang)
2.2.11 Analisis butir tes
Berdasarkan data hasil
ujicoba dilakkukan analisis, terutama analisis butir soal yang meliputi
validitas butir, reliabilitas, tingkat kesukaran dan fungsi pengecoh. Validitas
butir dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria tertentu (r product moment
untuk n= 30 adalah 0,361) atau juga dapat menggunakan koefisien praktis sebesar
0,3. Untuk butir yang tidak valid dilakukan langkah pembuangan (drop), sedangkan
yang valid tetap digunakan. Proses tersebut di atas biasa juga disebut validitas
empirik atau validitas dengan menggunakan kriteria. Tahap berikutnya adalah uji
reliabiltas tes, reliabilitas dapat digolongkan menjadi 3 yaitu:
1.
0,000 – 0,499 => rendah (tidak reliabel)
2.
0,500 – 0,799 => sedang (kurang reliabel)
3.
0,800 – 0,999 => tinggi (reliabel)
Reliabilitas pada dasarnya
merupakan sebuah koefisien yang menunjukan tingkat konsistensi/ tingkat
ke”ajeg”kan dari seperangkat soal yang berarti tes tersebut akan menujukan
hasil yang relatif kosisten/sama/stabil dalam tiap pengukuran yang dilakukannya.
Walaupun reliabilitas bukanlah suatu ukuran yang harus “dipatuhi” akan tetapi
sampai saat ini masih banyak dijadikan salah satu acuan dalam penentuan kualitas
tes. Sedangkan untuk tingkat kesukaran dapat dilihat dari seberapa banyak
persentase tingkat kesukaran tinggi, sedang dan rendah yang kemudian
disesuaikan denganpersentase yang dipersyaratkan. Fungsi pengecoh pada dasarnya
merupakan keterpilihan opsi lain selain jawaban benar dari bentuk tes pilihan
ganda. Ketika ada persentase yang memilih jawaban lain selain jawaban benar,
maka pengecoh pada dasarnya sudah berfungsi. Namun demikian, jika pengecoh
lebih banyak dipilih baik dari siswa kelompok atas maupun bawah, maka hal
tersebut menunjukan kemungkinan besar terjadi kesalahan dalam menentukan
jawaban benar (kunci jawaban).
2.2.12 Revisi butir soal
Butir – butir yang valid
berdasarkan kriteria validitas empirik dikonfirmasikan dengan kisi – kisi dari
segi sebaran kompetensi dasar / indikator, sebaran materi, aspek kemampuan yang
diukur maupun persentase tingkat kesukaran butir. Apabila butir – butir
tersebut sudah memenuhi syarat, butir – butir tersebut selanjutnya dirakit menjadi
sebuah tes, akan tetapi apabila butir – butir yang valid belum memenuhi syarat
berdasarkan hasil konfirmasi dengan kisi – kisi, dapat dilakukan perbaikan terhadap
beberapa butir yang diperlukan atau dapat disebut revisi butir tes.
2.2.13 Penyusunan tes (final)
Butir – butir yang valid dan
telah memenuhi syarat yang ditentukan dapat dijadikan seperangkat tes yang
valid. Urutan butir dalam suatu tes pada umumnya dilakukan menurut tingkat kesukarannya,
yaitu dari butir yang paling mudah sampaibutir yang paling sukar.
2. 3 Langkah-Langkah Penyusunan Tes
Ada beberapa langkah
yang sebaiknya dilakukan sebelum menyusun tes, agar tes yang diberikan sesuai
dengan tujuan pelaksanaan tes. Di antaranya sebagai
berikut:
1.
Menentukan tujuan penilaian. Tujuan penilaian
sangat penting karena setiap tujuan memiliki penekanan yang berbeda-beda.
Misalnya untuk tujuan tes prestasi belajar, diagnostik, atau seleksi. Contoh
untuk tujuan prestasi belajar, lingkup materi/kompetensi yang ditanyakan/diukur
disesuaikan seperti untuk kuis/menanyakan materi yang lalu, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas
individu/kelompok, ulangan semester, ulangan
kenaikan kelas, laporan kerja praktik/laporan praktikum, ujian praktik.
2.
Memperhatikan standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD). Standar kompetensi merupakan acuan/target utama yang
harus dipenuhi atau yang harus diukur melalui setiap kompetensi dasar yang ada
atau melalui gabungan kompetensi dasar.
3.
Menentukan jenis alat ukurnya, yaitu tes atau
non-tes atau mempergunakan keduanya. Untuk penggunaan tes diperlukan penentuan
materi penting sebagai pendukung kompetensi dasar. Syaratnya adalah materi yang
diujikan harus mempertimbangkan urgensi (wajib dikuasai peserta didik),
kontinuitas (merupakan materi lanjutan), relevansi (bermanfaat terhadap mata
pelajaran lain), dan keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi. Langkah
selanjutnya adalah menentukan jenis tes dengan menanyakan apakah materi
tersebut tepat diujikan secara tertulis/lisan. Bila jawabannya tepat, maka
materi yang bersangkutan tepat diujikan dengan bentuk soal apa, pilihan ganda
atau uraian. Bila jawabannya tidak tepat, maka jenis tes yang tepat adalah tes
perbuatan: kinerja (performance), penugasan (project), hasil
karya (product), atau lainnya.
4.
Menyusun kisi-kisi tes dan menulis butir soal
beserta pedoman penskorannya. Dalam menulis soal, penulis soal harus
memperhatikan kaidah penulisan soal.
2.4 Penyusunan
kisi-kisi dan Butir Soal
2.4.1 Jenis Perilaku yang Dapat Diukur
Dalam menentukan perilaku yang akan diukur, penulis soal dapat mengambil
atau memperhatikan jenis perilaku yang telah dikembangkan oleh para ahli
pendidikan, di antaranya seperti Benjamin S. Bloom, Quellmalz, R.J. Mazano dkk,
Robert M. Gagne, David Krathwohl, Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay, Linn
dan Gronlund.
1.
Ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S.
Bloom adalah: (1) Ingatan di antaranya seperti: menyebutkan, menentukan,
menunjukkan, mengingat kembali, mendefinisikan; (2) Pemahaman di antaranya seperti: membedakan, mengubah, memberi contoh,
memperkirakan, mengambil kesimpulan; (3) Penerapan di antaranya seperti:
menggunakan, menerapkan; (4) Analisis di antaranya seperti: membandingkan,
mengklasifikasikan, mengkategorikan, menganalisis; (5) Sintesis antaranya
seperti: menghubungkan, mengembangkan, mengorganisasikan, menyusun; (6)
Evaluasi di antaranya seperti: menafsirkan, menilai, memutuskan.
2.
Jenis perilaku yang dikembangkan Quellmalz
adalah: (1) ingatan, (2) analisis, (3) perbandingan, (4) penyimpulan, (5)
evaluasi.
3.
Jenis perilaku yang dikembangkan R. J. Mazano
dkk. adalah: (1) keterampilan memusat (focusing skills), seperti:
mendefinisikan, merumuskan tujuan, (2) keterampilan mengumpulkan informasi,
seperti: mengamati, merumuskan pertanyaan, (3) keterampilan mengingat, seperti:
merekam, mengingat, (4) keterampilan mengorganisasi, seperti: membandingkan,
mengelompokkan, menata/mengurutkan, menyajikan; (5) keterampilan menganalisis,
seperti mengenali: sifat dari komponen, hubungan dan pola, ide pokok,
kesalahan; (6) keterampilan menghasilkan keterampilan baru, seperti:
menyimpulkan, memprediksi, mengupas atau mengurai; (7) keterampilan memadu
(integreting skills), seperti: meringkas, menyusun kembali; (8) keterampilan
menilai, seperti: menetapkan kriteria, membenarkan pembuktian.
4.
Jenis perilaku yang dikembangkan Robert M.
Gagne adalah: (1) kemampuan intelektual: diskriminasi, identifikasi/konsep yang
nyata, klasifikasi, demonstrasi, generalisasi/menghasilkan sesuatu; (2)
strategi kognitif: menghasilkan suatu pemecahan; (3) informasi verbal:
menyatakan sesuatu secara oral; (4) keterampilan motorist
melaksanakan/menjalankan sesuatu; (5) sikap: kemampuan untuk memilih sesuatu.
Domain afektif yang dikembangkan David Krathwohl adalah: (1) menerima, (2) menjawab,
(3) menilai.
5.
Domain psikomotor yang dikembangkan Norman E.
Gronlund dan R.W. de Maclay adalah: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) respon
terpimpin, (4) mekanisme; (5) respon yang kompleks, (6) organisasi, (7)
karakterisasi dari nilai.
6. Keterampilan
berpikir yang dikembangkan Linn dan Gronlund adalah seperti berikut ini.
1. Membandingkan
- Apa
persamaan dan perbedaan antara ... dan...
- Bandingkan
dua cara berikut tentang ....
2. Hubungan sebab-akibat
- Apa
penyebab utama ...
- Apa
akibat …
3. Memberi alasan (justifying)
- Manakah
pilihan berikut yang kamu pilih, mengapa?
- Jelaskan
mengapa kamu setuju/tidak setuju dengan pernyataan tentang ....
4. Meringkas
- Tuliskan
pernyataan penting yang termasuk ...
- Ringkaslah
dengan tepat isi …
5. Menyimpulkan
- Susunlah
beberapa kesimpulan yang berasal dari data ....
- Tulislah
sebuah pernyataan yang dapat menjelaskan peristiwa berikut ....
6. Berpendapat (inferring)
- Berdasarkan
..., apa yang akan terjadi bila
- Apa
reaksi A terhadap …
7. Mengelompokkan
- Kelompokkan
hal berikut berdasarkan ....
- Apakah
hal berikut memiliki ...
8. Menciptakan
- Tuliskan beberapa cara sesuai dengan ide
Anda tentang ....
- Lengkapilah cerita ... tentang apa yang
akan terjadi bila ....
9. Menerapkan
- Selesaikan hal berikut dengan menggunakan
kaidah ....
- Tuliskan ... dengan menggunakan pedoman....
10. Analisis
- Manakah penulisan yang salah pada paragraf
....
- Daftar
dan beri alasan singkat tentang ciri utama ....
11. Sintesis
- Tuliskan satu
rencana untuk pembuktian ...
- Tuliskan
sebuah laporan ...
12. Evaluasi
- Apakah
kelebihan dan kelemahan ....
- Berdasarkan
kriteria ..., tuliskanlah evaluasi tentang...
2.4.2 Penentuan Perilaku yang Akan Diukur
Setelah kegiatan penentuan materi yang akan ditanyakan selesai dikerjakan,
maka kegiatan berikutnya adalah menentukan secara tepat perilaku yang akan diukur. Perilaku yang akan diukur, pada
Kurikulum Berbasis Kompetensi tergantung
pada tuntutan kompetensi, baik standar kompetensi maupun kompetensi dasarnya.
Setiap kompetensi di dalam kurikulum memiliki tingkat keluasan dan kedalaman
kemampuan yang berbeda. Semakin tinggi kemampuan/perilaku yang diukur sesuai
dengan target kompetensi, maka semakin sulit soal dan semakin sulit pula
menyusunnya.
Dalam Standar Isi, perilaku yang akan diukur dapat dilihat pada
"perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar
kompetensi". Bila ingin mengukur perilaku yang lebih tinggi, guru dapat
mendaftar terlebih dahulu semua perilaku yang dapat diukur, mulai dari perilaku
yang sangat sederhana/mudah sampai dengan perilaku yang paling sulit/tinggi,
berdasarkan rumusan kompetensinya (baik standar kompetensi maupun kompetensi dasar). Dari susunan perilaku
itu, dipilih satu perilaku yang tepat diujikan kepada peserta didik, yaitu
perilaku yang sesuai dengan kemampuan peserta didik di kelas.
2.4.3
Penentuan dan Penyebaran Soal
Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu ditentukan jumlah soal
setiap kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan contoh penilaian akhir semester berikut ini.
Contoh
penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil
No
|
Kompetensi
Dasar
|
Materi
|
Jumlah soal tes tulis
|
Jumlah soal
Praktik
|
|
PG
|
Uraian
|
||||
1
|
1.1 ............
|
...........
|
6
|
--
|
--
|
2
|
1.2 ............
|
...........
|
3
|
1
|
--
|
3
|
1.3 ............
|
...........
|
4
|
--
|
1
|
4
|
2.1 ............
|
...........
|
5
|
1
|
--
|
5
|
2.2 ............
|
...........
|
8
|
1
|
--
|
6
|
3.1 ............
|
...........
|
6
|
--
|
1
|
7
|
3.2 ...........
|
...........
|
--
|
2
|
--
|
8
|
3.3 ..........
|
...........
|
8
|
--
|
--
|
Jumlah soal
|
40
|
5
|
2
|
2.4.4 Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi (test blue-print
atau table of specification)
merupakan deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan
kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam
menulis soal. Kisi-kisi
dapat berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini.
FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL
Jenis sekolah : ………………………
Jumlah soal : ………………………
Mata pelajaran :………………………
Bentuk soal/tes :..................
Kurikulum : ………………………
Penyusun : 1.
…………………
2. …………………
No.
|
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Kls/
smt
|
Materi
pokok
|
Indikator soal
|
Nomor
soal
|
|
|
|
|
|
|
|
Alokasi waktu : ………………………
Keterangan:
Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus
sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan
mengarang sendiri, kecuali pada kolom 6.
Kisi-kisi yang baik harus memenuhi
persyaratan berikut ini.
1.
Kisi-kisi harus dapat mewakili isi
silabus/kurikulum atau materi yang telah diajarkan secara tepat dan
proporsional.
2.
Komponen-komponennya diuraikan secara jelas
dan mudah dipahami.
3.
Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan
soalnya.
2.5 Perumusan Indikator Soal
Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang
dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan bagian dari kegiatan
penyusunan kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus
memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi
dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Syarat
indikator yang baik:
1.
menggunakan kata kerja operasional (perilaku
khusus) yang tepat,
2.
menggunakan satu kata kerja operasional untuk
soal objektif, dan satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal uraian/tes
perbuatan,
3.
dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk
soal pilihan ganda).
Penulisan indikator yang lengkap mencakup A =
audience (peserta didik) , B = behaviour (perilaku yang harus
ditampilkan), C = condition (kondisi
yang diberikan), dan D = degree (tingkatan
yang diharapkan). Ada dua model penulisan indikator. Model pertama adalah
menempatkan kondisinya di awal kalimat. Model pertama ini digunakan untuk soal
yang disertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah
kalimat, paragraf, gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya, sedangkan model
yang kedua adalah menempatkan peserta didik dan perilaku yang harus ditampilkan
di awal kalimat. Model yang kedua ini digunakan untuk soal yang tidak disertai
dengan dasar pertanyaan (stimulus).
1. Contoh
model pertama untuk soal menyimak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Indikator: Diperdengarkan sebuah pernyataan
pendek dengan topik "belajar mandiri", peserta didik dapat menentukan
dengan tepat pernyataan yang sama artinya.
Soal : (Soal dibacakan atau diperdengarkan
hanya satu kali, kemudian peserta didik memilih dengan tepat satu pernyataan
yang sama artinya. Soalnya adalah: "Hari harus masuk kelas pukul 7.00.,
tetapi dia datang pukul 8.00 pagi hari.")
Lembar tes hanya berisi pilihan seperti berikut:
a. Hari masuk kelas tepat waktu pagi ini.
b. Hari masuk kelas terlambat dua jam pagi ini
c. Hari masuk Kelas terlambat siang hari ini,
d. Hari masuk Kelas terlambat satu jam hari ini
Kunci: d
2. Contoh
model kedua
Indikator: Peserta didik dapat menentukan dengan tepat penulisan tanda baca
pada nilai uang.
Soal : Penulisan nilai uang yang benar adalah ....
a. Rp 125,-
b. RP 125,00
c. Rp125
d. Rp125.
Kunci: b
2.6 Langkah-langkah
Penyusunan Butir Soal
Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian
yang sahih dan handal, maka harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu: (1)
menentukan tujuan tes, (2) menentukan kompetensi yang akan diujikan, (3)
menentukan materi yang diujikan, (4) menetapkan penyebaran butir soal
berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya (tes tertulis: bentuk
pilihan ganda, uraian; dan tes praktik), (5) menyusun kisi-kisinya, (6) menulis
butir soal, (7) memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif, (8)
merakit soal menjadi perangkat tes, (9) menyusun pedoman penskorannya (10) uji
coba butir soal, (11) analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik
hasil uji coba, dan (12) perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.
2.7
Penyusunan Butir Soal Tes Tertulis
Penulisan butir
soal tes tertulis merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam penyiapan
bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan rumusan
indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah
penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal uraian.
Penggunaan
bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung pada
perilaku/kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat
diukur/ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian,
ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis
dengan bentuk soal objektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun uraian memiliki kelebihan dan
kelemahan satu sama lain.
Keunggulan soal bentuk pilihan ganda di
antaranya adalah dapat mengukur kemampuan/perilaku secara objektif, sedangkan
untuk soal uraian di antaranya adalah dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan
gagasan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata atau kalimat sendiri.
Kelemahan soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah sulit menyusun
pengecohnya, sedangkan untuk soal uraian di antaranya adalah sulit menyusun
pedoman penskorannya.
2.7.1 Penulisan
Soal Bentuk Uraian
Menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam
merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan
tepat diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan
gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun kelengkapan yang dimaksud
adalah kelengkapan perilaku yang diukur yang digunakan untuk menetapkan aspek
yang dinilai dalam pedoman penskorannya. Hal yang paling sulit dalam penulisan
soal bentuk uraian adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus
dapat merumuskan setepat-tepatnya pedoman penskorannya karena kelemahan bentuk
soal uraian terletak pada tingkat subyektivitas penskorannya.
Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu uraian objektif dan uraian non-objektif.
Bentuk uraian objektif adalah suatu soal atau pertanyaan yang menuntut
sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu, sehingga penskorannya
dapat dilakukan secara objektif. Artinya perilaku yang diukur dapat diskor
secara dikotomus (benar - salah atau 1 - 0). Bentuk uraian non-objektif adalah
suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep menurut
pendapat masing-masing peserta didik, sehingga penskorannya sukar untuk
dilakukan secara objektif. Untuk mengurangi tingkat kesubjektifan dalam
pemberian skor ini, maka dalam menentukan perilaku yang diukur dibuatkan skala.
Contoh misalnya perilaku yang diukur adalah "kesesuaian isi dengan
tuntutan pertanyaan", maka skala yang disusun disesuaikan dengan tingkatan
kemampuan peserta didik yang akan diuji.
Untuk tingkat SMA, misalnya dapat disusun skala seperti berikut.
3 2 1
SESUAI CUKUP/SEDANG TIDAK SESUAI
|
Kesesuaiann isi dengan tuntutan pertanyaan 0
- 3
Skor
- Sesuai
3
- Cukup/sedang 2
- Tidak
sesuai 1
- Kosong 0
Atau skala seperti berikut:
5 4 3 2 1
SS S C TS STS
|
Kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan 0
- 5 Skor
Skor
- Sangat
Sesuai 5
- Sesuai 4
- Cukup/sedang 3
- Tidak
sesuai 2
- Sangat
tidak sesuai 1
- Kosong 0
Agar soal yang disusun bermutu baik, maka penulis
soal harus memperhatikan kaidah penulisannya. Untuk memudahkan pengelolaan,
perbaikan, dan pengembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal
Setiap satu soal dan pedoman penskorannya ditulis di dalam satu format. Contoh
format soal bentuk uraian dan format penskorannya adalah seperti berikut ini.
KARTU SOAL
Jenis Sekolah : ……………………............
Penyusun :
...........................................
Mata Pelajaran : ……………………...........
Bahan Kls/Smt : ……………………............
Bentuk Soal :
……………………............
Tahun Ajaran : ……………………….
Aspek yang diukur : ……………………............
|
|||||||||||||
KOMPETENSI DASAR
|
BUKU
SUMBER:
|
||||||||||||
RUMUSAN
BUTIR SOAL
|
|||||||||||||
MATERI
|
|||||||||||||
NO SOAL:
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||
INDIKATOR SOAL
|
|||||||||||||
|
KETERANGAN SOAL
|
||||||||||||
NO
|
DIGUNAKAN UNTUK
|
TANGGAL
|
JUMLAH SISWA
|
TK
|
DP
|
PROPORSI PEMILIH ASPEK
|
KET.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
OMT
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FORMAT PEDOMAN PENSKORAN
NO
SOAL
|
KUNCI/KRITERIA JAWABAN
|
SKOR
|
|
|
|
Bentuk soalnya terdiri dari: (1) dasar pertanyaan/stimulus bila
ada/diperlukan, (2) pertanyaan, dan (3) pedoman penskoran.
Kaidah penulisan soal uraian seperti berikut.
1. Materi
a.
Soal harus sesuai dengan indikator.
b.
Setiap pertanyaan harus diberikan batasan
jawaban yang diharapkan.
c.
Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan
tujuan peugukuran.
d. Materi
yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas.
2. Konstruksi
a.
Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut
jawaban terurai.
b.
Ada petunjuk yang jelas tentang cara
mengerjakan soal.
c.
Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
d.
Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang
sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.
3. Bahasa
a.
Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
b.
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar (baku).
c.
Tidak menimbulkan penafsiran ganda.
d.
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku
setempat/tabu.
e.
Tidak mengandung kata/ungkapan yang
menyinggung perasaan peserta didik.
2.7.2 Penulisan
Soal Bentuk Pilihan Ganda
Menulis soal bentuk pilihan ganda sangat
diperlukan keterampilan dan ketelitian. Hal yang paling sulit dilakukan dalam
menulis soal bentuk pilihan ganda adalah menuliskan pengecohnya. Pengecoh yang
baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan, serta
panjang-pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Oleh karena itu, untuk
memudahkan dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda, maka dalam penulisannya
perlu mengikuti langkah-langkah berikut, langkah pertama adalah menuliskan
pokok soalnya, langkah kedua menuliskan kunci jawabannya, langkah ketiga
menuliskan pengecohnya.
Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan
perkembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal. Setiap satu
soal ditulis di dalam satu format. Adapun formatnya seperti berikut ini.
KARTU SOAL
Jenis Sekolah : ………………………………. Penyusun : 1.
Mata Pelajaran : ………………………………. 2.
Bahan Kls/Smt : ………………………………. 3.
Bentuk Soal : ……………………………….
Tahun Ajaran : ……………………………….
Aspek yang diukur : ……………………………….
|
||||||||||||||
KOMPETENSI DASAR
|
BUKU
SUMBER
|
|||||||||||||
RUMUSAN BUTIR SOAL
|
||||||||||||||
MATERI
|
||||||||||||||
NO SOAL:
|
|
|||||||||||||
KUNCI :
|
|
|||||||||||||
|
||||||||||||||
INDIKATOR SOAL
|
||||||||||||||
|
KETERANGAN SOAL
|
|||||||||||||
NO
|
DIGUNAKAN UNTUK
|
TANGGAL
|
JUMLAH SISWA
|
TK
|
DP
|
PROPORSI PEMILIH
|
KET.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
OMT
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Soal bentuk pilihan ganda merupakan soal yang telah disediakan
pilihan jawabannya. Peserta didik yang mengerjakan soal hanya memilih satu
jawaban yang benar dari pilihan jawaban yang disediakan. Soalnya mencakup: (1)
dasar pertanyaan/stimulus (bila ada), (2) pokok soal (stem), (3) pilihan
jawaban yang terdiri atas: kunci jawaban dan pengecoh.
Perhatikan contoh berikut!
Dijual
sebidang tanah di Bekasi. Luas 4 ha. Baik
untuk industri. Hubungi telp. 777777
|
Iklan ini termasuk jenis iklan ……
|
Dasar pertanyaan
stimulus
|
Pokok soal (tem)
|
Pilihan jawaban
(Option)
|
(.) tanda akhir kalimat
|
(...) tanda ellipsis (pernyataan yang
sengaja dihilangkan)
|
a. permintaan
b. propaganda
c. pengumuman
d. penawaran *
|
Pengecoh (distractor)
|
Kunci jawaban
|
Perhatikan iklan berikut
|
Kaidah penulisan soal pilihan ganda adalah seperti berikut ini.
1.
Materi
a.
Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya
soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan
rumusan indikator dalam kisi-kisi.
b.
Pengecoh harus bertungsi
c.
Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang
benar. Artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban.
2. Konstruksi
a.
Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan
tegas. Artinya, kemampuan/ materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas,
tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan
penulis. Setiap butir soal hanya mengandung satu persoalan/gagasan
b.
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus
merupakan pernyataan yang diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan
atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan
itu dihilangkan saja.
c.
Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah
jawaban yang benar. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat kata,
kelompok kata, atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban
yang benar.
d.
Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang
bersifat negatif ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua
kata atau lebih yang mengandung arti negatif. Hal ini untuk mencegah terjadinya
kesalahan penafsiran peserta didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk
keterampilan bahasa, penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang
akan diukur justru pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.
e.
Pilihan jawaban harus homogen dan logis
ditinjau dari segi materi. Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari
materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus
setara, dan semua pilihan jawaban harus berfungsi.
f.
Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif
sama. Kaidah ini diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban
yang paling panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih
lengkap dan merupakan kunci jawaban.
g.
Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan
“Semua pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di
atas benar". Artinya dengan adanya pilihan jawaban seperti ini, maka
secara materi pilihan jawaban berkurang satu karena pernyataan itu bukan
merupakan materi yang ditanyakan dan pernyataan itu menjadi tidak homogen.
h.
Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau
waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau
kronologis. Artinya pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun dari
nilai angka paling kecil berurutan sampai nilai angka yang paling besar, dan
sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban yang menunjukkan waktu harus disusun
secara kronologis. Penyusunan secara unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta
didik melihat pilihan jawaban.
i.
Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan
sejenisnya yang terdapat pada soal harus
jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang
ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik. Apabila
soal bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya yang
terdapat pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak berfungsi.
j.
Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan
atau kata yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
k.
Butir soal jangan bergantung pada jawaban
soal sebelumnya. Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik
yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan dapat menjawab benar
soal berikutnya.
3. Bahasa/budaya
a. Setiap
soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya meliputi: a)
pemakaian kalimat: (1) unsur subyek, (2) unsur predikat, (3) anak kalimat; b)
pemakaian kata: (1) pilihan kata, (2) penulisan kata, dan c) pemakaian ejaan:
(1) penulisan huruf, (2) penggunaan tanda baca.
b.
Bahasa yang digunakan harus komunikatif,
sehingga pernyataannya mudah dimengerti warga belajar/peserta didik.
c. Pilihan
jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu kesatuan
pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.
2.7.3 Bentuk Soal
Benar Salah
Soal benar-salah yaitu
tes yang butir-butir soalnya mengharuskan siswa mempertimbangkan suatu pernyataan sebagai
pernyataan yang benar atau salah..
Petunjuk
penyusunan:
1. Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item
dengan maksud unruk mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring)
2. Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B
sama dengan butir soal yang harus dijawab S. Dalam hal ini, hendaknya pola
jawaban tidak bersifat teratur misalnya: BB-SS-BB-SS
3. Hindari item yang masih bisa diperdebatkan
4. Hindari pernyataan negatif.
5. Menghindari pernyataan berarti ganda.
6. Menghindari kata-kata kunci, seperti:
pada umumnya, semua dan yang lain
2.7.4
Bentuk Soal Menjodohkan
Soal
menjodohkan yaitu tes butir-butir soalnya terdiri
dari kalimat pernyataan
yang belum sempurna dimana
siswa diminta untuk melenngkapi kalimat pada titik yang disediakan.
Petunjuk
penyusunan:
1. Meyakinkan bahwa antara premis dan
pilihan yang dijodohkan keduanya homogen.
2. Dasar-dasar untuk menjodohkan setiap
premis dan pilihan dibuat secara jelas.
3. Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak
daripada jumlah soalnya. Dengan demikian, murid dihadapkan kepada banyak
pilihan, yang semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid terpaksa
lebih mempergunakan pikirannya.
2.7.5 Bentuk Soal Melengkapi
Soal
melengkapi yaitu tes yang butir-butir soalnya
terdiri dari kalimat pernyataan yang belum sempurna dimana siswa diminta untuk
melengkapi kalimat tersebut denga satu atau beberapa kata pada titik-tik yang
disediakan.
Petunjuk
penyusunan:
1.
Meyakini
bahwa pertanyaan dapat dijawab dengan kata atau penggalan kalimat yang mudah
atau khusus, dan hanya ada satu jawaban yang benar.
2.
Menggunakan bentuk yang cocok.
3.
Jangan memutus-mutus butir soal melengkapi.
4.
Menghindari
pemberian petunjuk ke arah jawaban yang benar.
2.8
Fungsi Tes
Fungsi tes dapat ditinjau dari 3 hal:
1.
Fungsi untuk kelas,
2.
Fungsi untuk bimbingan, dan
3.
Fungsi untuk administrasi.
PERBANDINGAN
FUNGSI TES
Fungsi untuk Kelas
|
Fungsi untuk Bimbingan
|
Fungsi untuk Administrasi
|
1.
Mengadakan diagnosis terhadap
kesulitan belajar siswa.
2.
Mengevaluasi celah antara bakat dengan
pencapaian.
3.
Menaikkan tingkat prestasi.
4.
Mengelompokkan siswa dalam kelas pada
waktu metode kelompok.
5.
Merencanakan kegiatan proses
belajar-mengajar untuk siswa secara perseorangan.
6.
Menetukan siswa mana yang memerlukan
bimbingan khusus.
7.
Menentukan tingkat pencapaian untuk
setiap anak.
|
1.
Menentukan arah pembicaraan dengan
orang tua tentang anak-anak mereka.
2.
Membantu siswa dalam menetukan
pilihan.
3.
Membantu siswa mencapai tujuan
pendidikan dan jurusan.
4.
Memberi kesempatan kepada pembimbing,
guru, dan orang tua dalam memahami kesulitan anak.
|
1.
Member petunjuk dalam pengelompokkan
siswa.
2.
Penempatan siswa baru.
3.
Membantu siswa memilih kelompok.
4.
Menilai kurikulum.
5.
Memperluas hubungan masyarakat (public
relation).
6.
Menyediakan informasi untuk
badan-badan lain di luar sekolah.
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berikut uraian kesimpulan dari pembahasan makalah ini,
yang pertama adalah prosedur umum pengembangan instrumen tes diantaranya
sebagai berikut:
1.
Tujuan tes
2.
Analisis kurikulum
3.
Kisi-kisi tes
4.
Spesifikasi soal
5.
Penulisan soal
6.
Revisi/telaah
7.
Perakitan soal
8.
Reproduksi tes
9.
Ujicoba soal
10. Analisis soal
11. Seleksi dan perbaikan soal
12. Perakitan soal
3.2 Saran
Semoga dengan makalah ini pembaca khususnya
pendidik atau calon pendidik bisa memahami secara dalam dan luas tentang prosedur pengembangan
instrument tes dapat dijadikan referensi dalam pelaksanaan penilaian pembelajaran
matematika.
Daftar Pustaka
Drs.
Harjanto. 2005. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : PT Rineka
Cipta
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran.
Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
Mulyadi. 2010. Evaluasi Pendidikan.
Malang: UIN-Maliki Pers.
Purwanto, Ngalim. 1988. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto, Ngalim. 2001. Prinsip-Prinsip dan
Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Pers.
Widoyoko, S.Eko Putro. 2009. Evaluasi program Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Posting Komentar