Karapan sapi merupakan salah satu
budaya Madura yang hingga kini masih lestari. Terlepas dari kontroversi haram
tidaknya karapan sapi, sebagian dari masyarakat Madura sangat mencintai budaya
ini.
Karapan sapi biasanya digelar pada
akhir musim tanam tembakau. Sebagai penutup musim kemarau hingga awal musim
penghujan. Dua ekor sapi yang dipasangkan dipacu oleh seorang joki. Jaman dulu,
Joki tersebut menggunakan paku yang ditusukkan ke paha atau pantat sapi, untuk
membuat sapi berlari dengan cepat. Pada sesi latihan, joki tersebut biasanya
hanya menggunakan cambuk.
Yang namanya Karapan Sapi, yang diadu
pasti kecepatan lari sapi. Yang lebih dulu tiba di garis finish, dia yang
menang.
Tahukah Anda ? dibalik kesenian Karapan
Sapi itu tersimpan filosofi tentang masyarakat Madura. Dari segi ekonomi,
Karapan Sapi sebetulnya bermula dari kebiasaan masyarakat Madura memelihara
sapi sebagai penopang ekonomi keluarga. Dari kebiasaan itu, sebagian masyarakat
menjadikan aktivitas memelihara sapi bukan sekadar bernilai ekonomi. Tetapi
juga sebagai hobi. Dari hobi itu lah, sapi dirawat dengan sangat baik. Diberi
jamu, diberi pakan khusus, intinya, perawatan bintang lima untuk ukuran sapi.
Selain nilai ekonomis yang
melatarbelakangi munculnya Karapan Sapi, juga terkandung filosofi watak orang
Madura. Dari Karapan Sapi, bisa dilihat bahwa orang Madura adalah pekerja
keras. Pantang berdiam diri. Pengangguran bagi orang Madura adalah sampah. Jadi
masyarakat Madura, bagaimana pun susahnya mencari uang, pantang berdiam diri.
Entah itu sekadar membantu pekerjaan orang tua.
Dalam kecepatan lari Sapi kerap,
terkandung filosofi andalan masyarakat Madura. Siapa cepat dia dapat. Siapa
yang paling pagi bangun tidur, dia yang lebih dulu mendapat rejeki. Jika tidak
percaya, buktikan sendiri. Anda bangun pagi saat anggota keluarga yang lain
masih tidur. Maka Anda yang lebih dulu ‘aber-èber’. Meski sekadar minum
air. Bukan kah itu rejeki ? hehe
aber-èber
: Mencicipi makanan atau minum di pagi hari untuk menghilangkan rasa pahit di
lidah setelah tidur.
Posting Komentar