Amar ma’ruf nahi munkar dilingkungan penjara suci - Pesantren biasa
disebut sebagai penjara suci oleh kalangan yang merasa terkekang dengan jadwal
belajar dan ibadah yang begitu padat. Membatasi segala macam perilaku santri
untuk menjadi lebih tahu akan makna ilmu-ilmu agama dalam kehidupan di dunia
dan kehidupan di akhirat nanti. Di penjara suci ini memang mayoritas santri
sudah sadar akan pentingnya pengetahuan agama akan tetapi tidak sedikit juga
yang outputnya banyak mengecawakan masyarakat sekitar dan menjadi pembicaraan
dari mulut ke mulut tetangga. Hal ini disebabkan karena banyaknya pelanggaran
terhadap aturan yang ada di pondok suci tadi. Pelanggaran yang terjadi juga
disebabkan kurangnya perhatian teman sekitar untuk mengingati atau menganjurkan
berlaku sesuai aturan yang ada serta dengan mencegah hal-hal yang sekiranya
membuat diri pelaku rugi dengan apa yang dilanggar.
Saya kira
lingkungan suci bukan berarti aman dari segala kejahatan. Manusia itu tidak
lepas dari yang namanya nafsu muthmainnah atau nafsu yang selalu mengajak
kepada kejelekan. Ada yang mengatakan bahwa semakin tinggi iman atau amal
shaleh seseorang maka semakin besar godaan yang akan dijalani orang tersebut.
Maka dari itu bukan tidak mungkin dipondok pesantren terjadi berbagai macam
tindakan kriminal mulai dari pencurian, pertengkaran, dan pelanggaran lain.
Bagaimana kita menjadi pemeran untuk menindaklanjuti agar hal tersebut tidak
terjadi? Yaitu dengan menghargai terhadap teman yang memperhatikan kita dalam
mengingatkan sholat, dan ibadah-ibadah yang lain. Karena rasa malas yang sudah
menjadi sifat dasar manusia bisa dijadikan kesempatan yang lebih bebas dari
pada berada dirumah. Kalau dirumah masih diperintah dan dicegah oleh kedua
orang tua mau tidak mau kita dituntut untuk selalu mengikuti apa yang
diperintah dan apa yang dilarang. Karena kita masih butuh makan, minum, dan
segala kebutuhan lain kepada orang tua. Akan tetapi setelah berbeda tempat
dengan orang tua dan kita sudah ditempatkan di lembaga yang menurut orang tua
itu adalah lembaga keagamaan maka sepenuhnya kepercayaan orang tua sudah tinggi
dan tiada kekhawatiran lagi terhadap sikap dan sifat dari si anak. Ketika
kepercayaan itu terlupakan maka kita sebagai santri pasti bertindak bebas mulai
dari kebiasaan bolos sekolah, bolos nagaji kitab, dan sampai mencuri uang teman
naudzubillah.
Sebagai teman
kamar atau teman dalam satu mabna sudah sepantasnya jangan sampai membiarkan
teman kita terlarut dalam lingkaran hati yang beku akan ilmu. Kita untuk selalu
menjaga diri dan menjadi teladan kepada teman yang lain. Agar nantinya bisa
menegur sapa lewat lisan kepada teman yang sudah memang pantas diperingatkan
dan dicegah. Teman memang bukan saudara, bukan paman, atau bukan tetangga
tetapi teman orang tua kedua yang bertanggung jawab penuh untuk saling berbagi
kasih dan perhatian. Secara emperis keberadaan teman dilingkungan pondok
pesantren atau lembaga-lembaga sekolah menjadi peran utama atas keberadaan
teman yang lain. Dalam kasus teman ada masalah, baik itu masalah kesehatannya,
keuangannya, pasti yang akan diminta bantuan pertama kali adalah teman dekat
yang ada disekitar. Kondisi yang jauh pada orang tua inilah yang menjadikan
peran teman sekitar sebagai orang tua kedua dalam hal pemberi perhatian dan
respon-respon baik positif atau negatif.
Kita memang bukan
makhluk yang mempunyai keagungan akhlak seperti perilaku rasulullah, tapi
setidaknya kita selalu berikhtiar untuk menjaga diri dan menjaga lingkungan
disekitar kita. Rosul adalah manusia pilihan yang sudah mampu melewati ujian
dan cobaan yang tidak secara teks oleh tuhan. tidak seperti kita ujian dibangku
sekolah yang mengerjakan soal dengan waktu singkat dan ketika nilai kita sudah
cukup maka dikatakan lulus seleksi. Itulah salah satu bentuk ujian sekolah yang
tidak bisa kita samakan dengan ujian tuhan kepada mahluknya. Dan rosul mampu
lulus dari ujian-ujian tuhan baik yang berupa hawa nafsu atau bentuk yang lain.
Keberhasilan para rosul perlu kita implementasikan juga dalam kehidupan
bermasyarakat, berteman, dan berkeluarga. Ketika kita sudah merasa mampu
melakukan sesuatu interaksi yang baik dengan teman dan sudah saling menganggap
serta menghargai dari setiap perilaku kita maka terbentuklah lingkungan yang
sosilis-religius. Pondok suci akan menjadi payung kedalam spritual jika niatan
ikhlas dari setiap langkah kita untuk terus berijtihad mencari ilmu
pengetahuan. Bukan menjadi tempat pelarian semata.
Posting Komentar