Oleh: Misbahuddin
Agama tidak hanya
berbicara tentang atribut atau aksesoris. Tidak hanya berbicara tentang kostum
ibadah atau seragam keagamaan. Akan tetapi lebih dari itu, agama berbicara
tentang sikap, sifat dan etika moral sebagai manusia. Jika menjadi agamawan
tidak mampu menjadi manusia yang menjunjung kemanusiaan, maka sudah sepantasnya
berbenah diri mulai dari menggali ilmu pengetahuan yang sedalam-dalamnya, tanpa
merasa cukup sedikit pun. Menggali sampai ke akarnya, tanpa batas tertentu. Sehingga
tidak sedikit pun kaget dengan sebuah perbedaan apapun.
Sering kali, kita bangga
pada aksesoris yang kita pakai, sering kali kita menganggap gelar kehormatan
menjadi sebab mulianya sebagai manusia dihadapan Tuhannya masing-masing. Tentunya
anggapan dan prasangka yang berada dalam tahap ini masih sangat dangkal. Sehingga
tidak jarang, jika masing kaget dengan sesuatu yang berbeda dengan dirinya,
sehingga tidak sedikit orang yang merasa paling benar dan semua yang tidak
sepaham dianggap menyimpang.
Sudahkah kita membaca
ribuan buku yang beranika ragam pengarangnya? Sudah kita menggali ribuah
biografi tokoh yang kita idolakan maupun yang kita anggap bukan panutan atau
rujukan? Sudahkah kita membaca dan menelaah secara kritis apa yang kita yakini
sebagai keyakinan kita. Jika masih belum sepenuhnya paham dengan apa yang kita
pahami, belum sepenuhnya yakin pada apa yang kita yakini, dan belum sepenuhnya
mampu menjalankan sebagai pelaku agama sesuai agamanya, maka tidak pantas
sedikit pun berkata orang yang berbeda dengan dirinya adalah sesuatu yang
menyimpang.
Meyakini apa yang kita
yakini, tidak dengan menyalahkan apa yang berbeda dengan kita. Sejauh koridor etika
kemanusiaan masih tetap berlangsung kondusif. Sejauh kedamaian antara manusia,
yang berbeda paham dalam seagama, yang berbeda agama dalam satu kemanusiaan,
yang bertuhan dan juga tidak bertuhan, maka tidak akan terjadi kekerasan, tidak
akan terjadi penghinaan yang mengakibatkan pertengkaran, tidak mementingkan
pribadi dengan mengambil hak kepentingan umum.
Maka kita tidak cukup
hanya dengan paham teori perbedaan agama. Tidak cukup paham perbandingan
madzhab. Tidak cukup paham dengan teori kemanusiaan. Maka sesekali kita perlu
berkecimpung di dunia yang bukan di dunia kita sekarang. Kita perlu keluar rumah,
melihat luasnya dunia, seminimal mungkin menjelajahi pelosok negeri sendiri. Agar
kita tahu bahwa di luar sana ada banyak sekali macam kehidupan. Ada banyak
sekali warna-warni manusia.
Mari kita tunjukkan sifat
kodrat kemanusiaan yang ada dalam diri kita. Kita jalankan titipan Tuhan
sebagai manusia yang mampu menjaga bumi dan seisinya. Kita menjadi agamawan
yang tidak hanya menjadikan ritual ibadah vertikal sebagai alat interaksi
dengan Tuhan, melainkan ritual horizantal atau hubungan kepada lingkungan
sekitar juga dijadikan sebagai interaksi dengan Tuhan. Baik dengan sesama
manusia dan bersama mahluk hidup lainnya. Semoga kita saling mampu menjaga dan
membangun peradaban bersama demi kedamaian hidup sesama manusia. Wallahu a’lam
bisshowab.
Denpasar, 22 Oktober 2018
Posting Komentar