OLEH: MISBAHUDDIN
Seringkali kita mendengar
ungkapan “rumahku surgaku”. Maka bagi orang-orang yang jarang menghabiskan
waktu di rumah tentu ungkapan tersebut sedikit kurang dijiwai. Lalu dimanakah
menghabiskan waktu jika bukan di rumah sendiri? Jawabannya, bisa di tempat
kerja, di jalanan, di tempat mencari nafkah atau di tempat-tempat lain.
Tulisan ini,
diperuntukkan untuk seluruh karyawan Yayasan Kalifa Nusantara, baik Staf Yayasan,
dewan guru RA dan MI, dan seluruh tenaga cleaning service yang berangkat
lebih awal dan pulang lebih akhir dari pada karyawan yang lain. Tujuannya untuk
menumbuhkan semangat yang mungkin sudah mulai melemah, membangkitkan totalitas
kerja yang profesional dan menjadikan jiwa dan raga ini semakin kerasan, nyaman
dan merindukan.
Jika ada ungkapan “rumahku
surgaku” maka bagi kita segenap civitas yayasan kalifa nusantara harus berjiwa “kalifa
nusantaraku surgaku”. Menjadikan lembaga ini sebagai ikatan persaudaraan baru. Menjadikan
hati dan jiwa menyatu dalam setiap gerak dan gerik sebagai pengabdian pada
agama dan bangsa. Sehingga setiap apa yang kita lakukan, bernilai ibadah sosial
dan spritual. Membawa keuntunagan dalam hidup yang sementara dan dalam hidup
selamanya kelak.
Tanpa adanya kenyamanan,
kebahagiaan dan rasa kekeluargaan maka tidak akan terjalin “kalifa nusantaraku
adalah surgaku”. Bagi para guru tentunya membulatkan niat tidak hanya pada tuga
mengajar saja, melainkan di tempat ini untuk menimba ilmu-ilmu baru. Baik yang
mengenai pendidikan sebagai guru atau pendidikan kehidupan. Dengan begitu,
evaluasi secara pribadi dan evaluasi bersama terkait kinerja harus terus
dibiasakan. Karena dengan membiasakan diri terus instrospeksi diri akan
menjadikan program berikutnya lebih baik.
Cara instrospeksi
kuncinya adalah keterbukaan. Saling menerima dan memberi masukan yang baik
antar guru, dan antar karyawan. Dengan tidak merasa bahwa yang memberi masukan
adalah yang paling benar, dan yang diberi masukan adalah yang selalu salah. Menegur
tanpa menekan, dan ditegur tanpa merasa tertekan. Memberi masukan tanpa
intervensi dan menerima masukan tanpa merasa diskriminasi. Semuanya berbuka
hati, demi kemajuan kita sebagai guru dan kemajuan lembaga pendidikan kita.
Ketika lembaga kita
diibaratkan surga, maka di dalamnya selalu indah. Kebersamaan dan kekeluargaan
selalu terjalin. Sentilan dan ganjalan kecil tidak dijadikan sebagai masalah, agar
tidak menghambat kenyamanan kita di rumah yang sudah kita anggap surga. Memang,
teori itu tidak semudah implementasi di lapangan. Dengan sikap dan karakter
yang berbeda, dari setiap karyawan di rumah kita, pastinya tidak dapat
dipungkiri penyakit hati yang mengganggu kenyamanan kita selalu ada.
Setidaknya dengan
memahami teori tentang kekeluargaan, kebersamaan dan persaudaraan kita sudah
melewati satu langkah. Lebih dari itu, tinggal kita biasakan sikap dan
prasangka baik. Selagi ada ikhtiar, sedikit demi sedikit akan kita capai. Jika sudah
damai dan tentrem maka surga itu akan kita rasakan bersama. Kita berdoa dan
berharap semoga Allah Swt menjadikan kita lebih giat dan semangat mengabdi
sebagai hamba Allah Swt. Sehingga pengabdian kita pada bangsa dan negara juga
tambah kuat. Wallahu a’lam bish showab.
Denpasar, 22 Oktober 2018
Posting Komentar