Oleh: Misbahuddin
Pagi ini saya berziarah ke makam Almarhum Bapak Mutali dan Almarhumah Ibu Juwani. Sebagai bentuk pamitan saya yang sore ini akan kembali ke Kota Malang. Selama ada di makam banyak perenungan diri yang saya terpikirkan.
Mulai dari perjuangan ibu melahirkan sampai kemudian terbawa sakit dan akhirnya meninggal dunia. Ia mengasuh dan mendidik kakak-kakak sampai semua bisa mencari penghasilan hidup sendiri. Dan saya yang ada di kandungan terakhirnya belum sempat ia asuh seperti saudara-saudara yang lain.
Sungguh tak terbayangkan saya hidup di dunia ini tidak bersama seorang ibu kandung. Tapi, pancaran kasih sayang seakan saya rasakan ketika bait-bait doa saya lantunkan untuknya.
Pengandaian hidup bersamanya harus selalu saya alihkan dengan untaian Fatihah untuknya. Karena pengandaian yang mustahil terjadi akan menjadikan hidup seakan tersiksa. Bagaimana pun. Juga ibu dan bapak sekarang sudah ada di alam yang berbeda. Yang insyaAllah akan bertemu di hari kemudian.
Begitu pun bapak seorang pejuang sejati. Enam saudara kandung dibesarkan dengan penuh kasih sayangnya. Mendidik dengan tegas dan penuh wibawa. Walaupun saya sendiri tidak hidup bersamanya. oleh karena diangkat dan dibesarkan keluarga Emak Maridan E Rasiman.
Saya tau betul sama bapak. Kepandaian dan kepiawaiannya dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Benar-benar teringat semua ketika saya duduk berdoa diantara nisan ibu dan bapak.
Saya jadi teringat dengan sebuah kematian. Tak seorang pun makhluk yang akan hidup kekal. Karena hanya sang Kholik lah yang hidup kekal abadi.
Sehingga saya pun memahami dan menyadari kepergian ibu dan bapak hanyalah jadwal yang didahulukan dari saya. Yang insyaAllah di hari yang Allah tentukan saya akan menyusulnya. Semoga beliau bapak dan ibu diampuni dosa dan kesalahannya. Diterima amal sholihnya. Semoga Allah mempertemukan saya kelak dengan senyum kebahagian.
LG, Sana Daja, 23-08-2017
Posting Komentar