Sudah hampir dua bulan kisah skripsi masih dalam imajinasi,
belum tampak wujudnya. Menulis memang bukan untuk mengejar target tapi menikmati prosesnya. Harus
pelan-pelan untuk terus mengalah pada waktu. Ada banyak ilmu dan pengalaman
ketika mencari buku dan kemudian dibaca untuk dikutip dalam skripsi. Tapi
seberapa jauh dapat memahaminya. Seberapa jauh dapat menghayatinya. Dan
seberapa jauH dapat mengembangkannya. Lebih-lebih tahu seberapa penting dalam kehidupan
selanjutnya bahkan generasinya. Semua itu masing-masing dari kita yang
mengerti.
Waktu terus berjalan, tak terasa sebentar lagi jabatan
kemahasiswaan akan berakhir. Sebagai orang yang dianggap akademisi akan
dicabut. Entah kemudian beralih sebagai sarjana pengangguran ataukah sarjana
karir ataukah sarjana berprofesi. Walaupun itu penting sama sekali tidak perlu
dipikirkan melebihi dari memikirkan sejauhmana kita sudah belajar dan hasil apa
yang kita peroleh.
Proses tugas akhir dalam penulisan skripsi memang
mengandung banyak perdebatan. Sekian mahasiswa pertahun yang lahir dari
perguruan tinggi masih sedikit yang mampu terjun dalam pengembangan
keilmuannya. Oleh karena apa yang ia kembangkan terutama dalam penulisan
skripsi hanyalah formalitas tugas akhir. Sebuah tugas terakhir dari serangkaian
tugas-tugas kuliah. Jika tugas ini layaknya tugas-tugas kuliah sebelumnya, maka
banyak kalangan mahasiswa beranggapan “tugas yang paling baik adalah tugas yang
selesai”, begitu pun hal ini terjadi dalam skripsi.
Apa yang terjadi dengan pernyataan itu? Maka target utama
penulisan skripsi adalah selesai. Sehingga yang ada tidak peduli prosesnya
berjalan dengan baik, tidak peduli apakah penulisan dan penyusunannya sesuai
etika kepenulisan, dan akhirnya tidak peduli apakhah hasilnya bermanfaat dan
berguna.
Bagi saya jangan takut untuk berimajinasi dan menyumbang
sumbangsih ide dan pemikiran dalam penulisan skripsi. Jangan banyak menjiplak. Jangan pula mengkliping. Walaupun tori-teori yang kita angkat adalah pemikiran ahli dan itu menjadi syarat utama dalam kajian yang kita paparkan, kita pun mengambil secukupnya. Apalah
gunanya disampul tertera nama kita yang itu kemudian dianggap karya pribadi,
sedangkan sama sekali kita tidak menyumbang tulisan sedikit pun.
Etika kepenulisan tetap menjadi prioritas utama melalui
pedoman masing-masing perguruan tinggi. Jalan penting yang harus dijalani
adalah tidak melanggar etika kepenulisan dan pedoman yang ada dalam perguruan
tinggi. Maka jangan sampai takut menulis apa yang menjadi pola pikir kita. Justru
kita dianjurkan untuk menganalisis sejauh mana hasil kita membaca untuk
kemudian tertuang dalam tulisan yang kita susun.
Sebagai seorang akademisi harus pandai memadukan dan
mengambil poin penting dari berbagai kutipan yang orang paparkan. Disinilah kita
bisa memberikan pemikirannya. Semoga kita dapat menjalankan tugas dan tanggung
jawab dengan baik. Wallahu alam bisshowab
Posting Komentar