sumber foto: opiniartikel.kampung-media.com
Indonesia dikenal dengan masyarakat yang kaya dengan adat
istiadat. Sebuah tradisi yang sudah mengakar dan turun temurun dari nenek
moyang. Di berbagai wilayah di Indonesia
masih banyak masyarakat pedalaman yang kental dengan berbagai adatnya masing-masing
seperti halnya di Rimba. Di sana pendidikan bermula dari gagasan Sokola Rimba
yang didirikan oleh Butet Manurung atau yang lebih akrab dikenal Saur beberapa
tahun yang lalu. Jika membaca perjuangan seorang Saur dalam mengabdi sebagai
perintis pendidikan di Rimba maka akan berpikir bahwa seharusnya praktik
pendidikan untuk anak-anak masyarakat adat menyatu dengan adat yang berlaku,
bukan malah menjauhkan mereka dari tradisi.
Bagi Marlina Manurung mendidik anak-anak masyarakat adat
tidak bisa dengan mempraktikkan langsung apa yang ada dalam buku teks. Melainkan
seorang pengajar harus mampu terlebih dahulu mengenal bahasa daerah atau bahasa
lokal setempat agar bisa memasukkan konten pendidikan kepada siswa. Bahasa menjadi
hal penting dalam proses pembelajaran. Karena dengan bahasa guru dapat memahami
kondisi lingkungan tempat siswa dibesarkan dan menggabungkannya ke dalam materi
pembelajaran sehingga dapat tercipta proses yang unik.
Namun, yang terjadi saat ini masih banyak guru yang
gengsi menggunakan bahasa daerah atau bahasa lokal, apalagi guru-guru relawan
yang masuk ke pedalaman. Sehingga kedatangan mereka banyak ditolak oleh
masyarakat setempat oleh karena bahasa yang meraka gunakan terlalu
mengedepankan apa yang ia mampu, bukan apa yang siswa mampu, dengan begitu
siswa merasa kesulitan belajar. Dari fakta ini maka banyak guru yang belum
menangkap dan menjiwai keberadaan budaya lokal yang begitu kaya di Indonesia.
Kemampuan guru dalam mengasah budaya dan bahasa lokal salah
satu dari contoh kompetensi pedagogis. Guru yang mampu memahami teori
pedagogisnya secara baik maka akan memaksimalkan praktik di lapangan secara
baik dan unik. Untuk meningkatkan praktik di lapangan maka perlu adanya
reformasi lembaga pendidikan tenaga kependidikan, materi guru praktik mengajar
di berbagai masyarakat harus dipertajam.
Pendidikan di masyarakat adat menjadi gambaran sebagai
refleksi dari proses pembelajaran yang berlangsung di perkotaan selama ini. Karena
kekhasan pembelajaran dari masyarakat perkotaan dan masyarakat adat sangat
berbeda jauh. Pemahaman ini menjadi inovasi tersendiri untuk saling
mengembangkan sesuai diamana guru mengajar, dimana guru mengabdi, dan dimana
guru tinggal.
Sebagai pengalaman yang disampaikan teman saya yang saya
baca lewat bukunya bahwa “pendidikan membuka wawasan anak-anak masyarakat adat
agar mereka bisa mengetahui hal-hal yang ada di luar wilayah mereka”. Semakin bertambah
wawasan dan ilmu mereka maka akan semakin padan mereka mengambil manfaat dari
perkembangan dunia. Kepekaan guru terhadap dalam menangkap apa yang terjadi di
sekitar menjadi kunci utama dalam memajukan masyarakat pedalaman.
Melestarikan budaya dan tradisi bukan berarti memuseumkan
masyarakat adat, melainkan memastikan nilai-nilai luhur tetap ada dan terjaga. Bagaimanapun
juga pendidikan menjadi jalan utama untuk memberikan sumbangsih jauh dari
ketertinggalan. Pendidikan dikatakan oleh sebagian menjadi jalan untuk memutus
rantai kemiskinan. Pendidikan yang dimaksud disini tidak dimaknai sempit dalam
lingkup pendidikan formal yang kita kenal. Melainkan proses pembelajaran dan
kesadaran diri untuk merubah dan terus belajar. Wallahu a’lam bisshowab
Posting Komentar