sumber gambar: qureta.com dan play.google.com
ilustrasi: Pribadi
sumber gambar : qureta.com, play.google.com
ilustrasi : pribadi
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/micbach/lalu-lintas-politik_58c87f13f29673dd4b40cbda
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/micbach/lalu-lintas-politik_58c87f13f29673dd4b40cbda
sumber gambar : qureta.com, play.google.com
ilustrasi : pribadi
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/micbach/lalu-lintas-politik_58c87f13f29673dd4b40cbda
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/micbach/lalu-lintas-politik_58c87f13f29673dd4b40cbda
Manusia tidak lepas dari konflik, dari rasa ingin menang,
dan dari rasa ingin menjadi nomor satu. Sebagai mahluk yang berkelompok,
bersuku, dan berbangsa menunjukkan bahwa kehidupan manusia selalu saling
membutuhkan satu sama lain. Untuk mencapai apa yang ia butuhkan dan apa yang ia
inginkan sering kali manusia tidak melewati jalan yang benar, sehingga
mengakibatkan banyak orang yang dirugikan.
Penyebab terjadinya konflik oleh karena rasa ingin menang
menyalahkan aturan, rasa ingin kaya menyalahkan aturan, rasa ingin jadi nomor
satu melalui jalan yang salah. Layaknya kecelakaan yang terjadi di lalu lintas
jalan raya. Pengendara satu menyalahkan aturan dan akhirnya menabrak pengendara
yang lain, sehingga semua jadi korban.
Banyak politikus yang mirip dengan apa yang terjadi di
lalu lintas jalan raya. Ada pejabat yang memanfaatkan uang negara dengan menabrak
pejabat yang lain lewat fitnah. Ada pejabat berhasil memenangkan
kepemimpinannya dengan melewati trotoar suap menyuap. Ada pejabat yang secara
berjamaah berpesta di atas penderitaan rakyat. Bagaikan naik pesawat di kala
lalu lintas jalan raya macet.
Politik mempunyai peran penting dalam sebuah
kepemimpinan. Politik mempunyai seribu solusi untuk memecahkan konflik. Politik
punya taktik untuk menyatukan umat. Hal itu semua akan berjalan ketika berada
di jalan yang benar, sesuai jalannya masing. Tidak menerobos aturan lampu merah
karena akan merugikan penyebrang jalan. Tidak kebut-kebutkan di atas standart
kecepatan aturan jalan karena akan mengakibatkan pengendara yang lain merasa
dikucilkan. Dan tidak sabar dengan kemacetan sehingga hak pejalan kaki diambil.
Pengendara kursi pemerintahan harus menghargai dan selalu
melihat penyebrang jalan. Berhenti sejenak untuk menghargai penyebrang yang berjalan
kaki. Rasa gegabah, rasa ingin cepat sampai tujuan, dan rasa ingin mendahului
bisa dialihkan menjadi rasa menghargai, menghormati, dan mengasihi. Jika hal
ini yang terjadi dalam lalu lintas politik maka kegaduhan dan konflik, antar
satu kelompok dengan kelompok lain, antar wakil rakyat dengan rakyat, dan antar
pemimpin dengan yang dipimpin akan sedikit mereda.
Kalau lalu lintas politik dengan lalu lintas jalan raya tiada
bedanya maka kehancuran sebuah bangsa atau negeri lambat laun akan semakin
tampak. Banyak pengendara yang sering menggunakan jalan yang bukan jalannya. Begitu
pun pejabat publik yang sering menggunakan uang yang bukan uangnya, yang sering
memanfaatkan waktu yang bukan waktunya. Seakan para pejabat ingin menjadi mobil
ambulance dengan semua menerobos semua pengendara untuk mencapai
kepentingannya. Tentu hal ini pejabat yang sama sekali tidak bisa dibanggakan.
Ada banyak pejabat yang juga berada di jalan yang benar. Berjalan
sesuai alurnya, berkendara sesuai batas kecepatan, dan akhirnya dibanggakan
bahkan dipuji masyarakat. Pejabat yang seperti ini mulai menipis. Konsep hidup berpolitik
tidak perlu belajar dari konsep lalu lintas jalan raya. Wallahu a’lam
Posting Komentar