Tiba-tiba
publik dikagetkan dengan penyambutan kedatangan Kerajaan Arab Saudi di Indonesia. Kunjungan yang membuat sebagian
masyarakat Indonesia bertanya-tanya. Mulai dari pertanyaan tentang investasi hingga masalah
Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Rombongan Kerajaan Arab yang mencapai hampir
1.500 didelegasikan selama sembilan hari di Indonesia. Hal ini menjadi polemik besar, ada apa sebenarnya dengan kunjungan ini, apa
pengaruhnya pada Indonesia?
Kehebohan
yang membuat penasaran ini perlu ditelaah secara mendalam melalui fakta-fakta
yang beredar di media-media jurnalistik. Pertama, berkaitan dengan pertanyaan
apakah hal ini ada kaitan dengan kunjungan 47 tahun silam saat Raja Faisal
menjadi raja. Sepertinya jawaban dari pertanyaan ini sama sekali tidak ada
kaitannya kalau dilihat dari maksud dan tujuannya. Selain itu waktu dan
destinasi kunjungannya berbeda jauh.
Kedua,
pada kunjungan kali ini jumlah delegasi hampir
1.500 yang terdiri dari 10 menteri dan 25 pangeran. Menunjukkan bahwa
bukan sekedar kunjungan biasa yang hanya sekedar keperluan kenegaraan melainkan ada keperluan lain yang tidak semua orang tahu. Mengemas kunjungan ini seakan-akan
menjadikan Indonesia sebagai negara terhormat yang dipilih oleh Arab Saudi.
Ketiga,
Raja Salman
dan rombongan lebih banyak menghabiskan waktu berlibur di Bali. Dari sembilan
hari di Indonesia hanya empat hari yang mengagendakan pertemuan dengan
pemerintah Indonesia di Jakarta dan Bogor. Sisanya yang enam hari dihabiskan di Bali. Menandakan bahwa
tujuan utama dari kunjungan kali ini adalah berlibur. Jika memang tujuan utama
adalah berlibur, masyarakat bertanya lagi mengapa sampai harus menyambut dengan
begitu mewahnya.
Keempat,
dugaan yang beredar dari masyarakat terkait Kerajaan Arab Saudi akan
mengucurkan dana investasi hingga 25 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 333
triliun. Maksud ini tentu mengundang efek positif sesaat. Indonesia dipancing
dengan uang untuk murah senyum menerima kedatangannya, dan bisa bekerjasama
dengan baik ke depannya. Setelah respon itu berhasil di peroleh dari Arab Saudi
maka tunggu event berikutnya yang bisa jadi lebih besar.
Ke
lima, selain dugaan rencana investasi, kedatangan Raja Salman juga diduga
sebagai bentuk penawaran secara halus penjualan 5 persen saham perusahaan
minyak bumi nasional milik Kerajaan Arab Saudi, Saudi Aramco. Tawaran tersebut
kuat diduga merupakan buntut dari anjloknya harga minyak yang berdampak pada
turun drastisnya pertumbuhan ekonomi Kerajaan Arab Saudi, dari 9,96 persen di
2011 menjadi hanya 1 persen pada 2016 lalu.
Terahir,
sebagaiman saya kutip dari BBC Indonesia, Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis
Hidayah, menyebut saat ini ada 40 TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
Diharapkan pertemuan Raja Salman dan Presiden Joko Widodo memberi angin segar
untuk berbicara mengenai perbaikan sistem ketenaga kerjaan di Arab Saudi,
sehingga semakin adil bagi TKI. Hal ini tentu dengan syarat Indonesia mampu
berdiskusi dengan baik yang membuat hati Raja luluh. Semoga saja.
Posting Komentar