Orang-orang pintar di zaman sekarang tidak lain karena
terlahir dari guru-guru sepuh di kampung. Guru-guru yang hanya bermodalkan niat
mengajar, mendidik, dan membingbing walaupun sebenarnya keilmuan mereka tidak
sepintar guru-guru sekarang. Mereka mengajar dengan hati dan keheningan. Tidak
selalu mengedepankan akal dalam segala capaian pendidikannya.
Seiring perkembangan ilmu pengetahun, berkembang pula
metode, strategi, dan teknik pembelajaran di dunia pendidikan utamanya dalam
pendidikan formal. Perkembangan itu seakan-akan menghapus jejak guru-guru sepuh
yang dianggap konvensional dalam mengajar sehingga membuat murid (peserta
didik) akan jenuh dan membosankan. Dan metode yang dianggap paling konvensional
adalah metode ceramah.
Pastinya kita setuju untuk ikut andil dalam perkembangan
ilmu pengetahuan yang berpengaruh cepat dalam pola hidup kita. Sebagaimana konsep
“didiklah anak-anakmu sesuai zamannya” pasti berlaku pula di dunia pendidkan
kita. Bagi saya hal itu wajib bagi kita untuk ikut serta dalam perkembangan
ilmu pengetahuan, karena perubahan dan perkembangan ilmu kehidupan ini akan
terus berubah. Hal itu tanpa harus menyalahkan guru-guru sepuh yang telah
mengabdi tanpa upah demi kecerdasan umat. Yang tidak Cuma bertumpu pada kecerdasan
akademik, melainkan kecerdasan sosial dan spritual.
Guru sepuh banyak berasal dari pelosok desa yang
terpencil. Tidak dikenal publik dan juga tidak pernah mempublikasikan diri.
Jangkauan yang jauh dari proses modernisasi seakan-akan mereka dianggap tidak
kreatif di era sekarang. Padahal hasil didikan mereka banyak menerobos gerbong
pendidikan-pendidikan yang berhasil menjadi ilmuan yang diakui oleh masyarakat
luas. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Ini ada jawaban dari Bapak Alam seorang dosen Penenelitian
Tindakan Kelas di jurusan Pendidikan Agama Islam semester VI UIN MALIKI Malang
yang menarik untuk saya tulis. Jawabannya adalah “Karena guru-guru sepuh itu
mengajar dengan hati dan keheningan”. Yang membedakan pendidikan kita di
Indonesia dengan negara-negara bagian barat terletak pada guru-guru sepuh kita.
Beliau menanamkan ilmu kepada siswa lewat hati ke hati dan kemudian
rasionalisasi. Yang saat ini metode ini sudah terkikis oleh globalisasi dan
lebih kepada penggunaan rasionalisasi tanpa ada penyeimbang berupa hati.
Kalangan praktisi pendidikan dan akademisi saat ini banyak melupakan metode
pembelajaran yang satu ini. Sehingga target yang ingin dicapai hanya ingin
siswa bisa pintar, cerdas, dan briliant. Dan hasilnya pun memang terlihat
jelas. Banyak orang pintar di negeri ini yang seakan-akan tidak punya hati.
Sehingga mereka menyalahgunakan kepintarannya. Bukankah para pejabat tinggi
negara, para dosen universitas, para pengusaha sukses kelas dunia, mereka semua
tidak pintar? Mereka semua adalah orang-orang pintar. Tapi mengapa mereka masih
sering menyalahgunakan profesinya? Karena hati mererka mati.
Saya pun jadi teringat guru-guru sepuh di kampung yang
berjasa dalam pendidikan saya sekarang. Baik sewaktu saya masih kanak-kanak
sampai saya di madrasah ibtidaiyah, diniyah dan tsanawiyah. Beliau banyak
meninggalkan ilmu-ilmu dalam kehidupan saya saat ini. Saya pun merasa bangga
diajari beliau walaupun tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren. Tapi
serasa kehidupan waktu itu bernuansa pesantren. Semoga beliau semua diampuni
segala dosa dan salahnya, diberikan tempat yang menjadikan beliau bahagia di
alam sana. wallahu a'lam bisshowab.
Posting Komentar