Aku
hadir dan bertahan di kota ini salah satunya karena tuhan memberikan rejeki
lewat bantuan beasiswa bidikmisi. Beasisiwa yang dulunya dikenal beasiswa
mahasiswa miskin kini bergeser arti dan definisi menjadi beasiswa mahasiswa
akademisi berprestasi.
Pemerintah yang sudah memberikan kesempatan emas yang
membuahkan hasil lulusan luar biasa dari mahasiswa penerima bidikmisi. Bantuan yang
menyeluruh di seluruh negeri dengan seleksi yang sangat ketat kerena terbatas
kuota Alhamdulillah saya pun menjadi bagian dari penerima bidikmisi.
Saya
sangat terbantu, uang Negara ini benar-benar saya gunakan untuk membayar kuliah
di kampus sebelah. Walaupun sebenarnya sudah terpotong dengan sendirinya untuk
pembayaran di kampus utama. Dengan uang Negara ini saya gunakan konsep gali
lubang tutup lubang.
Jika uang terealisasi di awal maka saya tabung dulu sampai
saya bisa membayar uang kuliah. Jika uang trealisasi di akhir semester maka
saya berhutang dulu di awal. Jika sewaktu-waktu saya masuk dalam jadwal beli
buku, bayaran iuran kuliah, iuran organisasi, dan iuran-iuran yang lain maka
itu juga saya harus pontang panting mencari pinjaman dulu.
Dua
bulan ini saya sudah tidak mengunjungi toko buku. Bahkan book fair di kampus
pun tidak saya hadiri. Hutang yang mulai menumpuk di kantong-kantong teman
membuat beban yang menganggu. Walaupun ada salah satu teman yang sebenarnya
rela dipinjam uangnya sampai kapanpun selagi saya membutuhkannya.
Tapi saya tahu
jika semakin menunda untuk membayar maka itu tidak diperbolehkan. Kisah dari
tokoh-tokoh bangsa seperti Hatta yang dikenal sebagai pengutang buku, tak
membuatku bangkit untuk berhutang lagi. Karena hutangku yang sudah menggunung. Mulai
dari pembayaran di kampus sebelah, sampai pembayaran-pembayaran living cost,
dan lain-lain.
Saya
ingin rasanya bidikmisi ke depannya bisa tertib. Sebagaimana jatah perbulan dan
bisa tersalurkan setiap bulan pula. Sehingga saya pun bisa tertib mengunjungi
dan membeli buku-buku untuk kubaca dan kuabadikan dalam tulisan. Bagaimana mungkin
beasiswa yang disebut sebagai beasiswa prestasi ini mampu memberikan ruang
pengembangan ilmu, jika tak ada dana untuk berlayar dan berlabuh dengan
buku-buku.
Memang itu bukan alasan valid dari seorang akademisi untuk
mewujudukan misinya bisa baca buku. Meminjam adalah salah satu caranya, tapi
meminjam tidak punya hak untuk mengoret-oret buku senaknya. Meminjam juga
dibatasi waktu oleh yang punya. Apalagi di perpustakaan universitas, keterlambatan
meminjam buku menjadi ladang usaha kemajuan kampus.
Beasiswa
bidikmisi untuk bisa konsisten tersalurkan dengan tertib setiap bulan hanyalah
mimpi tidur di siang bolong. Yaitu mimpi yang tak akan tergambarkan
kebenarannya. Apalagi kejadiannya. Bagaimana saya bisa membayar teh di warung
kopi untuk numpang wifi atau berdiskusi dan bisa jelajah internet, jika harus menunggu lama dan
terus menerus berhutang. Bagaimana saya bisa mengikuti kajian-kajian bergengsi
jika bayar registrasi saja harus menumpuk hutang dulu.
Harapanku
yang sebesar-besarnya bisa tersalurkan secepat-cepatnya demi kami yang
berhutang sana sini. Karena tak cukup untuk makan dan mandi. Jika memang tidak
bisa pada kami, setidaknya generasi berikutnya tidak seperti kami.
Posting Komentar