Hakikat keberadaan manusia di dunia ialah beraktifitas. Ada
berbagai macam aktifitas manusia yang setiap waktu terus berganti. Ada juga
aktifitas manusia yang konsisten dengan waktu-waktu tertentu. Ada juga
aktifitas manusia yang sudah menjadi rutinitas harian. Dan juga ada aktifitas
manusia yang mengalir begitu saja tanpa jadwal ataupun schedule diri.
Pada dasarnya dalam benak penulis kesibukan itu hanyalah
sebuah sifat dari suatu pekerjaan yang tidak sistematis. Kurangnya kreatif manusia
memanage waktu sehingga akhirnya seakan-akan banyaknya pekerjaan melebihi
banyaknya waktu yang tersedia. Kuota pekerjaan yang tidak sebanding dengan
kuota waktu membuat manusia merasa sibuk bahkan super sibuk. Perasaan itu
muncul ketika manusia sudah mulai jenuh dengan pekerjaan yang silih berganti
tanpa henti.
Kesibukan sebenarnya hanya dimiliki sebagian orang yang
terlalu fokus untuk menyelesaikan satu pekerjaan dengan batas waktu tertentu. Batasan
waktu itulah yang kemudian mendoktrin dirinya untuk menyelesaikan pekerjaannya
dengan acara apapun. Sampai akhirnya dari saking seriusnya mencapai target
tidak peduli dengan lingkungan sosialnya. Tidak peduli dengan kepentingan orang
laing. Tidak peduli bahwa ada banyak orang yang sedang membutuhkan. Bahkan anehnya
juga tidak peduli pada kesehatan dirinya sendiri yang itu menjadi kebutuhan
jiwa secara sakral.
Beberapa bulan lalu, saya dikirimi tulisan dari sahabat
dekat saya betapa pentingnya memberikan ruang introspeksi diri dari setiap kesibukan
yang saya jalani. Salah satu yang ia tekankan pada saya, adanya sholat lima
waktu yang menunjukkan bahwa hikmahnya bukan hanya untuk ibadah kepada Allah
tetapi sebagai media introspeksi diri, waktu, dan keadaan. Dari sinilah kita
bisa ambil pelajaran, bolehlah kita sibuk sesibuk mungkin dengan tidak lalai
dalam sholatnya. Baik sholat sosial dan sholat spritual. Dan itu akan bisa kita
nikmati sendiri. Wallahu a’lam bisshowab.
Posting Komentar