Sejak kita mendapatkan
guru di lembaga pendidikan baik formal maupun non formal maka sejak itu pula
kita mengetahui berbagai cara guru dalam mengajar siswa. Para guru pastinya
menginginkan muridnya berhasil memahami, mengerti, dan taat pada apa yang
diajarkan. Setidaknya standarisasi bagi guru di sekolah muslim siswanya bisa
lebih taat dalam melakukan syariat Islam.
Untuk mencapai semua
itu, guru tentu tidak cukup hanya mengajar dalam waktu yang begitu singkat di
sekolah atau madrasah. Maka dibutuhkan berupa bimbingan di luar pembelajaran di
kelas. Sehingga bagaimanapun juga seorang guru harus merelakan waktunya untuk
semua kepentingan dari seorang murid. Tanpa adanya kerelaan besar dari seorang
guru, maka efek negatifnya siswa akan turu semangatnya.
Misalnya, siswa
mempunyai semangat tinggi untuk belajar suatu materi tertentu bahkan
sampai-sampai mengejar gurunya kemana pun dan dimana pun guru itu berada. Karena
si guru tersebut sibuk dan mengabaikan muridnya maka si murid pun akhirnya
tidak belajar bahkan dengan kejadian ini si murid tidak mau belajar lagi. Tentu
samangat disayangkan jika terjadi hal seperti ini.
Tapi banyak juga guru
yang segala waktunya dipersembahkan untuk siswanya. Bahkan dalam waktu 24 jam
ketika seorang siswa membutuhkannya beliau langsung siap siaga layaknya polisi
menilang pelanggar lalu lintas. Ini sebagai bentuk dinamika seorang guru dalam
mendidik siswa. Jadi bisa kita lihat manakah guru yang sudah menjiwai arti dari
kata “mendidik” dan manakah guru yang hanya melaksanakan kewajiban dari
profesinya itu?
Kehidupan seorang guru
tentu tidak hanya di sekolah. Beliau memiliki anak, istri dan keluarga yang
perlu diurus serta kehidupan sosial di lingkungan di mana tempat ia tinggal. Ditambah
terkadang guru masih memiliki profesi sampingan, misalkan petani, pedagang,
nelayan dan lai-lain. Dengan kesibukan inilah maka seorang guru harus mampu
memaksimalkan bimbingannya kepada siswa di sekolah. Membimbing yang membuat
siswa merasa diperhatikan, dikasihani, dan dididik.
Tidak semua sekolah
memiliki kantor Bimbingan Konseling apalagi ketersedian gurunya. Kalau melihat
realita pendidikan di Indonesia guru BK hanya ada di sekolah negeri dan dominan
sekolah-sekolah di perkotaan. Secara sepintas kita menilai, itu sesuatu yang
wajar. Siswa di kota sangat berbeda dengan siswa di desa. Perbedaan itu tentu
sudah bisa kita nilai dari masing-masing kita. Keberadaan guru BK di kota
sangat penting karena ada sekian kasus siswa yang disebabkan lingkungan harus
berurusan dengan sekolah. Nah jika guru Bk di sekolah khususnya di perkotaan
tidak ada, maka akan menambah kesibukan, tugas dan kewajiban guru mata
pelajaran. Walaupun tugas guru mata pelajaran tentu di dalamnya akan berisi
nila-nilai bimbingan moral dan etika.
Sejauh ini kita sudah
mengalami pendidikan di sekolah formal dengan beranika ragam guru dalam
mengajar dan mendidik siswa. Bagi calon sarjana guru tentu semua itu akan
menjadi evaluasi untuk lebih baik ke depannya. Memberikan layanan bimbingan
terbaik kepada siswa adalah harapan kita semua. Wallahu a’lam bisshowab.
+ komentar + 1 komentar
👍
Posting Komentar