sumber foto: sainspop
Kali ini saya harus
menulis sebuah rasa yang setiap orang pasti merasakan yaitu rasa sakit. Tulisan
ini juga terinspirasi dari kisah sahabat dekat saya yang bertubi-tubi mengalami
rasa sakit, yang terkadang sakitnya juga membuat saya khawatir dan sedih.
Rasa sakit adalah bagian
dari hidup manusia. Ketika terlahir di dunia, kita sudah langsung berjumpa
dengan rasa sakit. Ibu yang melahirkan kita pun sudah akrab dengan rasa sakit.
Tak mungkin manusia untuk menghindar dari rasa sakit.
Ketika rasa sakit tiba,
tubuh dan pikiran langsung mengalaminya secara bersamaan. Ia melukai tubuh,
sekaligus menggetarkan pikiran. Cerita tentang sakit datang tanpa diundang.
Cemas dan khawatir juga datang menerkam.
Yang paling ditakuti
manusia sebenarnya bukan kematian, melainkan proses menuju mati. Rasa sakit
disini adalah kepastian. Orang kehilangan kemampuan panca inderanya, dan
memasuki kekosongan dengan rasa sakit. Setelah itu, lenyap dan gelap.
Penyelidikan tentang
sumber dari rasa sakit, dan penderitaan yang mengikutinya, juga menjadi tema
penting di dalam filsafat Timur. Rasa sakit itu pasti. Namun, penderitaan itu
selalu bisa dihindari. Ada dua sumber dasar penderitaan.
Yang pertama adalah tak
mendapatkan yang diinginkan. Orang ingin kenikmatan, tetapi justru mendapatkan
kesakitan. Orang ingin rejeki lancar, tetapi justru bankrut, ketika menjalankan
usahanya. Penderitaan dan rasa sakit muncul, ketika keinginan bertentangan
dengan kenyataan.
Sumber kedua adalah sisi
lain dari sumber pertama, yakni ketika orang mendapatkan apa yang tak
diinginkan. Orang menginginkan menjadi A, tetapi justru mendapat B. Setiap
orang pasti mengalami kedua sumber ini di dalam hidupnya. Yang membedakan
hanyalah sikap mereka, ketika dua hal ini terjadi.
Rasa sakit dan penderitaan
bukanlah sesuatu yang mutlak, dan tak dapat diatasi. Orang hanya perlu melihat
hakekat dari rasa sakit itu sebagaimana adanya, tanpa memberinya label ataupun
penilaian apapun. Rasa sakit selalu merupakan bagian dari hidup. Orang yang
berharap terbebas dari rasa sakit berarti mengharapkan sesuatu yang tidak
mungkin, dan justru semakin menderita, ketika sakit tiba.
Rasa sakit tak bisa
lenyap. Yang bisa diubah adalah hubungan kita dengan rasa sakit tersebut.
Ketika kita melihat rasa sakit sebagai bagian dari pengalaman hidup manusiawi,
maka rasa sakit itu tidak lagi menganggu. Ia sama netralnya, seperti
pengalaman-pengalaman lain di dalam hidup, misalnya menggaruk kulit gatal.
Kita bisa melihat rasa
sakit sebagaimana adanya, ketika kita melatih pikiran kita. Pikiran bisa
dilatih, ketika ia disadari sebagai kosong dan sementara. Orang lalu menyentuh
dimensi yang lebih dalam dari pikiran, yakni dimensi kesadaran. Pada titik ini,
semua menjadi jelas sebagaimana adanya, tanpa diliputi ilusi sedikitpun.
Kita pun lalu berada di
atas rasa sakit…
Wallahu a’lam bisshowab.
Posting Komentar