Buku yang
menyadarkan saya agar mencintai buku segila-gilanya. Mengapa tidak? Bapak
Suherman menyadarkan saya bahwa tokoh-tokoh besar terlahir karena kegilaan
terhadap buku. Seperti fouding
fathers kita, Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Tan Malaka
adalah pemuda-pemuda yang gandrung terhadap buku.
Belum lagi tokoh-tokoh
dunia, seperti Barack Obama, Ali Syariati, Imam Khomeini dan Karl Marx adalah
tokoh yang gila membaca buku. Dan perintah pertama dalam Al-qur'an adalah
membaca (Iqra) (baca:makna secara tekstual). Semangat membaca ini mengakibatkan
Islam mengusai dunia selama 7 Abad.
Mari kita mencontohi
kutubuku, Bung Hatta. Pulang dari Belanda, membawa buku berpeti-peti ke
Indonesia. Sebab bangsa yang mencintai buku adalah bangsa yang bermartabat.
Negara yang menghargai buku adalah ciri dari negara maju. Dan pemuda yang gila
terhadap buku adalah pemuda yang sadar akan peran dan tugasnya memajukan negara
Republik Indonesia.
Buku yang saya kenal pertama kali saat
saya bisa merekam bentuk tulisan dan secara berlanjut membaca dan terus
membacanya dari huruf, kata, paragraf, alinea halaman per halaman, bab ke bab adalah
buku pelajaran kelas satu. INI BUDI, INI BAPAK BUDI dan bla,bla,bla... Buku SH Mintarja mengisi imajinasi saya waktu kecil
dengan cerita heroik jaman kejayaan Mataram atau babad kerajaan-kerajaan Islam
Jawa.
Ceritanya berkisar pada perjuangan Raja
Pertama Mataram, seputar babad alas mentaok yang akhirnya menjadi kerajaan
Mataram. SH Mintarja seperti mengantar saya untuk mendalami sejarah kerajaan
Jawa itu dalam berbagai dimensi. Ada keserakahan , kelicikan, kejahatan manusia
yang diperankan tokoh antagonis. Dulu. Tokoh Protagonis memberi kesan pejuang
hidup yang bekerja keras untuk meredam segala hambatan yang merintangi hidup
termasuk saat harus melakukan perjalanan panjang dalam pengembaraannya untuk
mendapatkan kesejatian hidup serta kesaktian. Ada tokoh sentral Agung Sedayu,
Kyai Gringsing dengan panoraman sekitar pegunungan seputar Jawa Tengah,
Pegunungan menoreh, Merbabu, Merapi, Sungai-sungai yang dilewati seputar
kerajaan mataram, Pajang, Jipang. Sungai Bogowonto, kali opak, progo dsb.
Menikmati cerita SH Mintarja seperti
menikmati petualangan menyusuri jalan-jalan seputar Jawa Abad 15-17 ketika
penggambaran Indonesia masih seperti apa yang ada di benak penulis, pengarang,
masa lampau. Indah, asri, penuh pepohonan, sawah, desa-desa asri dan kaya
sumber daya alam. Saat kecil dulu saya belum mengenal Gameonline, Nintendo, PSP,
BlackBerry, Internet.
Kekayaan imajinasi saya pun karena buku
yang saya baca tentang cerita-cerita persilatan, cerita-cerita dari sastrawan
yang hidup dalam keindahan dan keelokan bumi Indonesia. Mereka bisa
berimajinasi secara utuh untuk menggambarkan betapa perkasanya pendekar
pendekar zaman dulu kala.
Namun dari situ ada banyak petuah, filsafat hidup
yang bisa diambil. Ketekunan akan menghasilkan buah manis berupa kesuksesan
hidup. Kesuksesan zaman dulu tergambar dari diraihnya ilmu kanuragan yang mampu
mengatasi keganasan ilmu kanuragan lawan atau musuhnya. Keperkasaan seseorang
mempengaruhi hasrat seorang pendekar untuk mendalami ilmu padi. Semakin tinggi
ilmu kanuragan seseorang, semakin kalem dan bijaksana dalam bertindak. Jika
Ilmu digunakan sembarangan akan membuat kewibawaan menjadi berkurang.
Buku-buku zaman dulu memang tidak
sekeren sekarang dalam hal penampilannya. Namun sentuhan ceritanya seperti
membuat jiwa pembacanya tumbuh kesadaran untuk lebih mencintai tanah air.
Kekayaan Indonesia bisa membuat jutaan cerita mengalir dengan sendirinya dari
anak-anak yang suka membaca. Rasanya saya ingat di terminal, di dekat sekolah
penyewaan buku cerita berseri mudah ditemui. Anak-anak, remaja, orang dewasa
berbondong-bondong membaca dan lahab membaca samapai berjam-jam.
Sayang kini cerita itu agaknya sudah
lama berlalu, lapak-lapak penyewaan buku menghilang satu persatu. Budaya
berubah ketika informasi deras mengalir dalam bentuk dunia maya. Internet,
televisi, ganti menghiasi ruko-ruko. mereka berebut pelanggan untuk memberi
servis dengan harga yang lebih kompetitif. Game ONline bagai virus.
Blog-blogpun menjadi pengganti dari aktivitas menulis secara manual.
Tentu internet adalah
salah satu cara baru memandang dunia. Namun tentu saja peran internet tidak
serta merta menggantikan buku. Dengan buku kita dapat mencoba menyelami
pemikiran seseorang secara utuh dan dalam, sementara melalui internet kita bisa
membuka cakrawala pemikiran, highlight untuk suatu topik dalam berbagai sudut
pandang. Seharusnya buku dan internet akan dapat saling melengkapi, atau kita
perlu melihat buku dengan paradigma baru, yaitu di masa depan barangkali
buku-buku tidak lagi terbit dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk e-book.
Witing tresno jalaran soko
kulino, demikian ada ungkapan dalam bahasa Jawa yang memiliki arti kecintaan
terhadap sesuatu dapat dibentuk melalui pembiasaan. Marilah kita belajar
mencintai buku sejak kita mengenal huruf, agar kita tumbuh besar dengan
cakrawala pemikiran yang terbuka dengan mencintai buku.
Sebetulnya saya rindu pada hal-hal
klasik. Budaya membaca buku secara manual, menyewanya dari lapak, nongkrong di
taman sambil membaca berlembar-lembar buku cerita dan itu adalah sebuah
keasyikan tersendiri, tapi saya menyadari dunia telah berubah. Sekarang Laptop,
Internet seperti meringkas dunia yang dulu seperti terasa luas dan familiar.
Mau membaca buku, buka saja internet buka booknet. mau melihat gambar buka
google, yahoo. ah dunia seperti di ringkas oleh sebuah benda kecil yang bisa
ditenteng ke mana-mana.
Walau begitu peran buku dalam ari sesungguhnya tetap
saja belum tergantikan. Saya masih terobsesi untuk mengumpulkan buku-buku,
mengoleksinya dan ditata di rak. Susunan buku-buku yang berjajar di rak itu
tetaplah masih lebih membanggakan karena mencintai buku adalah mencintai
kehidupan. Buku tak lekang oleh zaman.
Buku adalah jendela dunia.
Melalui buku kita membuka cakrawala pemikiran dan menimba pengetahuan.
Selamat berlibur
dengan Buku, yang tak pernah libur karena selalu terhibur.
Wallahu a’lam
Posting Komentar