Aku ingin
curhat tentang waktu, pada kebingunganku yang berkepanjangan. Aku terkadang
suka menyia-nyiakan dan akhirnya menyesal karena tersia-sia.
Penciptaan waktu sebuah
skenario hidup manusia yang berputar terus menerus. Perputaran yang bukan
seperti kipas angin, bukan seperti kincir angin, melainkan perputaran roda
layaknya kereta roda Kereta api yang terus berlanjut sampai tujuan.
Di setiap stasiun roda itu
berhenti sejenak dan kemudian berangkat lagi. Kereta api tak pernah bisa
berhenti jika bukan waktunya untuk berhenti. Kereta api juga tidak pernah
mundur jika sudah tancap gas untuk melaju.
Waktu kita layaknya
seperti perjalanan kereta api. Dalam opini singkat saya ini, saya coba bagikan
ulasan tulisan Bang Reza di rumah filsafatnya tentang Waktu.
Secara alamiah, kita tahu,
bahwa kita hidup di masa kini. Yang ada adalah masa kini. Masa lalu tidaklah
sungguh ada, karena ia hanya sebentuk ingatan atas peristiwa yang tak lagi ada.
Masa depan juga tidak sungguh ada, karena ia hanya terbentuk dari harapan dan
bayangan semata. Jadi, jika dipikirkan secara tepat dan alamiah, yang ada
hanyalah masa kini.
Namun, seringkali karena
terbiasa, kita melihat masa lalu sebagai kenyataan. Kita mengingat apa yang
telah lalu secara berlebihan, sehingga itu membuat kita cemas. Penyesalan dan
kemarahan atas apa yang telah lalu pun muncul. Pada titik ini, kita lupa, bahwa
kita memikirkan apa yang tidak ada. Kita pun akibatnya membuang-buang energi
percuma, serta menciptakan penderitaan tanpa alasan untuk diri kita sendiri.
Kita juga terbiasa
terbiasa berpikir tentang masa depan. Kita terpaku pada rencana dan ambisi.
Kita mengira, bahwa rencana dan ambisi adalah sesuatu yang nyata. Kita pun
lupa, bahwa keduanya tidaklah sungguh ada, melainkan hanya sekedar bayangan
semata.
Jika yang ada adalah masa
kini, maka waktu pun menjadi tidak relevan bukan? Pada titik ini, saya sepakat
dengan konsep aku-waktu. Keduanya adalah satu. Makna waktu yang sejati amat
tergantung pada cara berpikir yang kita gunakan dalam hidup.
Ketika kita memilih untuk
dibebani masa lalu, maka masa kini akan lenyap, dan kita akan hidup sepenuhnya
dalam penindasan masa lalu. Ketika kita memilih untuk dibebani oleh ambisi dan
rencana masa depan, maka kita juga akan kehilangan masa kini, dan hidup dalam
tegangan kecemasan terus menerus. Keduanya adalah cara berpikir yang
menciptakan penderitaan, dan membuang banyak sekali energi. Namun, keduanya
bisa dengan mudah dihindari.
Caranya adalah dengan
menjadi alamiah. Secara alamiah, kita tahu, bahwa yang sungguh-sungguh nyata
dan ada adalah masa kini. Jadi, mengapa sibuk memikirkan masa lalu dan masa
depan? Lakukan apa yang terbaik disini dan saat ini, tanpa beban masa lalu,
tanpa ambisi akan masa depan.
Inilah kebijaksanaan
tertinggi. Ketika orang bisa mengakar pada masa kini dan sini, ia hidup dengan
ketenangan batin yang dalam. Ia punya ingatan akan masa lalu, tetapi tidak
dijajah olehnya. Ia punya harapan akan masa depan, tetapi tidak hidup di dalam
bayang-bayangnya.
Waktu adalah aku. Aku
adalah waktu. Keduanya sama dan tak terpisahkan. Pikiranku tak bisa terpisahkan
dari waktu, dan waktu adalah persepsi dari pikiranku sendiri. Pertanyaan
berikutnya adalah, bagaimana kondisi pikiranku?
Wallahu
a’lam
Posting Komentar