sumber foto:biming.com
Liburan identik dengan sebuah waktu luang dari aktifitas yang membebani kita. Ada banyak variasi kita mengisi liburan. Salah satu yang sering kita jumpai adalah bertamasya kesana kemari menelusuri dunia. Ada sebagian lagi mengisi liburan dengan bertemu keluarga setelah berbulan-bulan di negeri orang. Sebagian lagi kebingungan karena sudah mulai bosan dengan liburan yang seakan hanya diam dan diam. Bagi yang kebingungan, ayolah cobak duduk sejenak di depan laptop, kita goyangkan jari, jalankan imajinasi, padukan pikiran, olah pengalaman, dan rasakan nikmatnya setelah kita membaca ulang. Itulah menulis.
Anaïs Nin, penulis asal Kuba, pernah
berkata, “Kita menulis untuk merasakan kehidupan dua kali, pada saat itu, dan
ketika kita mengingatnya di dalam tulisan kita.”
Perubahan
Setiap hari, kita menulis. Kita menulis
untuk mengirim pesan kepada teman atau keluarga. Kita menulis untuk
menyampaikan perasaan kita, entah kepada buku harian, blog atau kepada orang
lain. Dengan menulis, kita memperoleh ruang untuk mengekspresikan pemikiran
kita, termasuk di dalamnya harapan dan ketakutan di dalam hidup kita. Menulis
berarti menciptakan ruang, tempat dimana kita bisa menjadi diri kita sendiri,
tanpa halangan dari pihak manapun.
Di dalam ruang itu, kita berhadapan
dengan luka dan kekecewaan di dalam hidup kita. Menulis itu seperti menatap
langsung segala derita dan kejahatan yang pernah kita alami di dalam hidup. Ia
mempunyai dampak menyembuhkan. Dengan menulis, kita menciptakan jarak dan semua
perasaan maupun emosi kita. Jarak inilah yang kemudian menyembuhkan.
Setelah itu, batin kita pun berubah.
Ada perasaan lega yang muncul, ketika kita menulis dengan jujur, apa yang
menjadi harapan dan kekecewaan kita. Ada semacam kesadaran, bahwa perasaan dan
pikiran, yang selama ini menganggu kita, pun kosong belaka. Ia tidak memiliki
inti, dan segera akan pergi, bagaikan tamu yang numpang, setelah selesai minum
teh.
Pemahaman ini akan membawa perubahan
mendasar di dalam batin kita. Jika banyak orang yang mengalami perubahan batin,
maka perubahan sosial juga akan secara alamiah tercipta. Menulis, dalam konteks
perubahan sosial, berarti berani mengungkap kebenaran. Menulis juga berarti
berani bersikap kritis menanggapi ketidakadilan sosial yang terjadi.
Di dalam politik, menulis bisa menjadi
pemicu perubahan besar, seperti revolusi atau reformasi radikal. Menulis juga bisa
memicu lahirnya gerakan pencerahan yang menyebarkan inspirasi ke seluruh dunia.
Begitu banyak contoh atas hal ini, mulai dari reformasi Gereja, revolusi
Prancis, sampai dengan musim semi Arab yang masih penuh ketegangan sekarang
ini. Bisa dibilang, menulis adalah salah satu persyaratan bagi lahirnya “yang
politis” (das Politische) itu sendiri.
Bagaimana?
Namun, kita tidak bisa sembarang
menulis. Tulisan yang tidak dimengerti tidak akan banyak gunanya bagi kehidupan
kita, maupun orang lain. Maka, di dalam menulis, kita harus memegang prinsip,
bahwa kita menulis untuk semua orang. Usahakan bahkan anak kecil pun bisa
mengerti tulisan kita, tanpa kesulitan.
Di dalam menulis, kita juga perlu
menggunakan kalimat efektif. Kalimat efektif adalah kalimat-kalimat singkat
dengan menjauhi berbagai penggunaan kata serapan yang tak diperlukan. Melalui
kumpulan kalimat efektif tersebut, pandangan lama dipatahkan, dan pandangan
baru ditawarkan. Ia membuka mata, sekaligus melepaskan kita dari
kesalahpahaman.
Di dalam menulis, kita juga perlu untuk
melepaskan “keinginan yang berlebihan” untuk menulis. Kita perlu menulis, tanpa
menulis, dan membiarkan aliran ide dan kata menggerakan tangan kita. Inilah
kebijaksanaan Wu Wei yang berkembang di masa Cina kuno. Ini adalah kunci
untuk mencapai kebijaksanaan di dalam apapun yang kita lakukan.
Wu wei,
yang bisa diterjemahkan sebagai usaha tanpa usaha, adalah spontanitas itu
sendiri. Ia adalah keadaan batin, dimana ego pribadi mundur, dan alam bekerja
melalui tubuh kita. Ia adalah “usaha yang melepas segala usaha” (effortless
effort), dan menjadi alamiah sepenuhnya. Hanya dengan begini, menulis tidak
hanya bisa menyembuhkan, tetapi juga bisa menciptakan kehidupan. Wallahu a’alam
Posting Komentar