Sana Daja nama dari desa tempat saya
lahir. Bagi orang yang tinggal di desa ini biasa disebut (Sanadejeh). Desa
kecil yang terletak di sudut luasnya kabupaten sudah tidak asing lagi bagi
sebagian masyarakat Pamekasan. Sebagai salah satu bukti, di desa saya ini
terdapat Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sanadaja Pamekasan 2 yang menjadi salah
satu Madrasah Negeri ke dua di Kabupaten Pamekasan.
Jadi untuk kalangan pejabat Depatemen
Agama Kabupaten Pamekasan, Sanadaja menjadi bagian dari perbincangan yang
sangat penting untuk peletakan guru-guru pegawai negeri. Saya perlu bangga
dengan desa Sanadaja ini, karena salah satu Madrasahnya menjadi pilihan
satu-satunya madrasah yang di negerikan walaupun jangkauan desa yang sangat
jauh dari perkotaan.
Dari desa Sanadaja ini sudah banyak
pemuda yang bangkit untuk menempuh pendidikan di berbagai kota di Indonesia.
Bahkan banyak para tokoh masyarakat yang sudah menyandang gelar Strata Satu. Di
samping itu, di desa ini juga sudah banyak guru-guru yang menjabat sebagai
pegawai negeri sipil. Hal ini memberikan harapan besar bahwa nantinya desa ini
akan mencetak kader-kader harapan desa.
Kader-kader harapan desa yang dimaksud
itu, bukan sekedar harapan semata. Melainkan sejauh mana pemuda yang sedang
menempuh pendidikan tinggi memberikan ruang kesadaran untuk terus peduli
terhadap pendidikan. Masyarakat desa hanya bisa berharap dan tidak tahu akan
berbuat apa. Berangkat dari harapan kecil masyarakat ini maka kitalah yang
harus sadar untuk kembali ke desa setelah setumpuk ilmu kita peroleh. Membangun,
mengelola, dan membina desa yang menjadi tanggung jawab kita mahasiswa perantau.
Alhamdulillah teman-teman mahasiswa di
Yogyakarta telah membentuk sebuah Ikatan Mahasiswa Sanadaja Yogyakarta (IMSY)
yang baru dibentuk tahun ini. Pembukan ini membuat kami yang ada di Malang
turut membentuk juga Ikatan Mahasiswa Sanadaja Malang (IMSM). Walaupun IMSM
baru diresmikan tadi malam tanggal 7 januari 2017 yang dihadiri empat pemuda
desa Sanadaja. Diantara tokoh-tokoh yang turut andil, Misbah (UIN-Unisma), Awik
(UMM), Herman (IBU Malang), Yanto (UB). Memang ikatan kekeluargaan dalam
merangkul desa di masa depan ini bisa dibilang penuh dengan mimpi-mimpi belaka,
tapi kami yakin semua kehidupan ini berawal dari mimpi.
Bagi kalangan mahasiswa sangat jarang
sekali ada sebuah ikatan yang berangkat dari nama desa. Kita hanya bisa menemui
setidaknya lingkup paling kecil adalah kota atau kabupaten. Kesadaran kami
untuk ikut aktif berfikir demi kesejahteraan desa di masa-masa mendatang bukan
sebuah kebetulan, melainkan karena kesadaran akan amanah dan tanggung jawab
kami.
Pekerjaan rumah bagi IMSY dan IMSM
tentu masih sangat banyak. Salah satu tugas terbesar adalah meyakinkan
masyarakat akan pentingnya pendidikan. Pendidikan adalah tanda kelas sosial
suatu masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin tinggi pula
strata sosial mereka. Seseorang yang berpendidikan dengan seseorang yang tidak
pernah mengenyam pendidikan tentu sangatlah berbeda, maka dari itu betapa
pentingnya pendidikan bagi masyarakat.
Kali ini kita akan membahas pendidikan
dari sudut pandang masyarakat desa Sanadaja. Banyak orang desa kita beranggapan
pendidikan tidak menjamin masa depan seseorang, hal ini di buktikan dengan
banyaknya pengangguran dari lulusan perguruan tinggi yang menyebabkan
masyarakat desa Sanadaja salah persepsi mengenai pendidikan. Masyarakat kita
masih memiliki ekosistem yang alamiah, sehingga kesadaran akan pentingnya
pendidikan masih kurang.
Berbeda dengan masyarakat perkotaan
ekosistem mereka bercirikan artificial, di mana sudah tidak alamiah dan sudah
mengikuti perkembangan zaman. contohnya tukang becak, meskipun penghasilan
mereka pas-pasan tidak sedikit dari anak mereka yang sudah sarjana.
Sebetulnya respon masyarakat desa
Sanadaja terhadap pendidikan sudah cukup baik. Akan tetapi minat mereka
terhadap jenjang pendidikan yang lebih tinggi masih kurang. Hal ini di sebabkan
berbagai faktor antara lain : sebagian besar tingkat ekonomi orang pedesaan
tergolong ekonomi menengah kebawah, kurangnya sosialisasi akan pentingnya
pendidikan, dan banyak orang tua lebih mengarahkan anak-anak mereka untuk
bekerja.
Di sisi lain, masyarakat desa memilih
untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka bukan karena kurang sadar akan
pentingnya pendidikan tetapi mereka benar-benar tidak mampu secara finansial
untuk membiayai anak-anak mereka. Dan di situlah terjadi putusnya harapan
anak-anak desa yang memiliki banyak potensi. Masyarakat desa sudah terbiasa
dengan kerja keras dan tantangan sehingga mereka memiliki kekuatan dan daya
tahan yang tinggi terhadap berbagai macam masalah dan goncangan. Seharusnya
mereka mampu memanfaatkan itu.
Sebenarnya ini adalah problem klasik,
dan kita tidak bisa menyalahkan satu sama lain. Terkadang memang masyarakat
desa kita kurang respect terhadap pendidikan akan tetapi mereka memang tidak
mampu untuk biaya sekolah saat ini yang sangat mahal bagi mereka. Jangankan
buat sekolah, buat bertahan hidup saja susahnya setengah mati. Tapi mereka punya semangat juang tinggi yang menjadi harapan besar kami. Semoga harapan besar dari mimpi-mimpi kami
ke depan terwujud.
Bisa klik link dibawah atau copy ke youtube untuk menyaksikan tentang desa Sanadaja tercinta.
https://www.youtube.com/watch?v=OmcDMYP8Rwg
Posting Komentar