Agama memiliki dua
kekuatan utama, yaitu sebagai faktor kekuatan daya penyatu (centripetal) dan
faktor kekuatan daya pemecah belah (centrifugal). Ada benarnya ungkapan
kalangan ahli fenomenologi agama bahwa agama itu identik dengan nuklir. Di satu
sisi bisa memberikan kegunaan yang luar biasa untuk kehidupan manusia, misalnya
sebagai kekuatan pembangkit tenaga listrik yang jauh lebih murah dan ini sudah
digunakan oleh enam negara berpenduduk besar di dunia kecuali Indonesia, tetapi
di sisi lain bisa menjadi bumerang bagi dunia kemanusiaan sebagaimana pernah
terjadi di Hirosima dan Nagasaki.
Dalam sebuah masyarakat
yang pluralis, yang dipadati multietnik, bahasa, dan agama, apa lagi
terpisah-pisah oleh kepulauan seperti Indonesia, maka disadari betul betapa
pentingnya menampilkan agama sebagai faktor sentripetal.
Selain sebagai keyakinan
yang dianut secara paripurna, agama juga berfungsi sebagai social control dan
motivator pembangunan berdimensi kemanusiaan. Bahkan agama juga berperan
sebagai instrumen perekat keutuhan bangsa. Dengan menyadari arti penting agama
tadi, maka fungsi dan peran agama perlu dipertahankan kelangsungannya di dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Diakui atau tidak,
disadari atau tidak, kekuatan agama sebagai faktor sentripetal telah berjasa
besar di dalamnya. Pemimpin dan para elite penguasanya boleh gonta-ganti tetapi
kekuatan nilai-nilai dan norma-norma agama sebagai living low di dalam
masyarakat tetap bekerja. Masing-masing umat beragama di Indonesia menjalankan
ajaran-ajaran dan hukum agamanya dengan taat tanpa peduli siapa pun
penguasanya.
Masalah agama adalah salah
satu faktor yang sangat sensitif di Indonersia. Ini dapat dimaklumi karena
bangsa Indonesia termasuk penganut agama yang taat. Solidaritas agama biasanya
melampaui ikatan-ikatan primordial lainnya, seperti ikatan kesukuan dan ikatan
kekerabatan. Oleh karena itu, penataan antarumat beragama dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus.
Selain itu, fungsi kritis
agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tentu sangat diperlukan,
terlebih lagi dalam konteks masyarakat bangsa kita yang sedang menjalani masa
transisi dari sebuah reformasi. Fungsi kritis agama diperlukan bukan hanya
untuk menyadarkan pola pikir dan perilaku individu di dalam masyarakat, tetapi
juga untuk memberikan direction terhadap konsep dan perencanaan pembangunan.
Melalui buku ini kita akan
diajak untuk kembali membaca dan menelaah ulang kitab suci, menumbuhkembangkannya
sehingga membumi dekat kepada masyarakat, menatap ke masa depan yang lebih baik
dan tidak berhenti hanya di masa lalu tetapi menjadi sejarah gemilang yang
berulang. Wallahu a'lam
Posting Komentar