Maulid
Al-Barzanji, Kitab Perlawanan Muslim Tak banyak yang menelisik bahwa
sesunggunya pringatan Maulid Nabi diciptakan sebagai bagian dari cara
membangkitkan semangat kaum Muslim untuk melawan terhadap penyerangan
besar-besaran yang dilakukan oleh tentara the Crusader dari daratan Eropa,
waktu itu. Tahun 1099 M, ekspansi besar-besaran tentara the Crusader telah
berhasil berhasil menguasai Yerusalem (Palestina) dan hal tersebut menjadikan
umat Islam kehilangan semangat perjuangan. Secara politis umat Islam
terpecah-belah dalam banyak kerajaan atapun kesultanan, dan mereka tak punya
lagi semangat persaudaraan. Muncullah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (memerintah
dari tahun 1174-1193 M dengan pusat pemerintahan di Kairo, Mesir) tampil
mempimpin perlawanan. Meskipun bukan keturunan Arab melainkan dari suku Kurdi,
Sultan Salahuddin berhasil membangkitkan semangat juang umat Islam dengan cara
membangun kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW.
Caranya,
Sultan Salahuddin menginstruksikan agar setiap tahun umat Islam di seluruh
dunia merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW secara massal. Itulah awal
mula tradisi peringatan Maulid Nabi. Musim haji tahun 579 H (1183 M) – waktu
Makkah belum dikuasai oleh Dinasti Ibnu Saud seperti sekarang ini – Sultan
Salahuddin menginstruksikan agar sekembalinya dari Makkah, para jamaah haji
mensosialisasikan hari peringatan Maulid Nabi di daerahnya asalnya
masing-masing melalui berbagai kegiatan yang meriah.
Tujuannya
jelas membangkitkan solidaritas dan semangat perlawanan (non-senjata) umat
Islam. Dalam rangka mendukung gerakan penyadaran tersebut, dipopulerkanlah
sebuah buku prosa-syair berjudul ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar
(untaian kalung permata untuk kelahiran Nabi ternama) atau lebih dikenal dengan
kitab Maulid Al-Barzanji. Isinya sejarah kemuliaan kehidupan Rasullah Muhammad
SAW. Kitab tersebut dikarang oleh seorang ulama kenamaan bernama Syaikh Ja`far
bin Husain bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji.
Saat
ini kitab tersebut lebih populer dengan nama kitab Al-Barzanji, semenjak
keturunan Syaikh Ja’far Al-Barzanji, yaitu Syaikh Syaikh Mahmud Al-Barzanji
memimpin pemberontakan terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak pada
era 1920-an. Kitab Maulid Al-Barzanji adalah salah satu kitab maulid yang paling
populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Islam.
Kandungannya
merupakan khulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah
kelahirannya, pengutusannya menjadi rasul, hijrah, akhlaq, peperangan hingga
wafatnya. Dengan bahasa yang sangat puitis, pada bagian awal kitab dilukisahkan
peristiwa kelahiran Muhammad SAW ditandai dengan banyaknya peristiwa ajaib
seperti angin yang tenang berhembus, binatang-binatang yang tiba-tiba terdiam
dan tumbuh-tumbuhan yang merundukkan daun-daunnya sebagai tanda penghormatan
atas kehadirannya.
Dikisahkan
pula bahwa Muhammad terlahirkan dengan bersujud kepada Allah dan pada saat yang
bersamaan istana-istana para durjana tergoncang. Istana Raja Kisra retak, empat
belas berandanya sampai terjatuh ke tanah. Demikian juga api sesembahan raja
Persia yang tak pernah padam selama ribuat tahun, tiba-tiba padam saat terlahir
Sang Nabi. Kitab Maulid Al-barzanji juga menceritakan keagungan akhlak dan
kemampuan politik Muhammad secara indah.
Pada
tiga puluh lima tahun, Sang Nabi mampu mendamaikan kabilah-kabilah yang
berselisih dalam hal penentuan peletakan batu Hajar Aswad di Ka’bah yang
menjadi simbol spiritualitas suku-suku di Arab waktu itu. Saat masing-masing
suku merasa paling berhak terhadap penentuan tempat Hajar Aswad, Sang Nabi
tampil dengan meminta kepada setiap kabilah memegang setiap ujung sorban yang
dijadikan sarana untuk meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya. Penggunaan
bahasa-bahasa puitik dalam pengisahan sejarah nabi menciptakan suasana mistis
dan membangkitkan semangat spiritual pembacanya.
Bagi
pembaca yang mengerti bahasa Arab fushah, merasakan betul betapa penulisnya
secara dalam terpukau akan keagungan akhlak sosok Muhammad. Saking terpukaunya,
pengarang menyebut Muhammad melalui sapaan-sapaan bahasa kosmik seperti ”Wahai
Engkau Sang Mentari, Wahai Engkau Sang Rembulan, Wahai Engkau Cahaya di atas
Cahaya dan sebagainya“.
Ringkasnya,
karya Al-Barzanji bukanlah sekedar tulisan untuk menjadi bacaan referensi,
melainkan kumpulan gubahan kata-kata yang membangkitkan. Keyataannya, pembacaan
kitab Al-Barzanji dalam peringatan-peringatan Maulid Nabi yang digalakkan oleh
Sultan Salahuddin berhasil membangkitkan kesadaran umat Islam melawan tentara
Crusader. Ini adalah bentuk kongkret model perlawanan tanpa senjata ummat
Islam. Tercatat, tahun 1187M, Sultan Salahuddin berhasil menghimpun kembali
kekuatan umat Islam. Simboliknya, Yerusalem direbut kembali dari kekuasaan
Crusades. Masjidil Aqsa dikembalikan lagi fungsinya sebagai masjid. Sayangnya,
saat ini, di kampungku kitab tersebut sudah jarang yang membacanya. Penduduk
kampungku sudah tidak punya waktu lagi membaca Kitab Maulid Al-Barzanji, sebab
waktu mereka habis untuk menonton sinetron di TV-TV swasta.
Posting Komentar