Siapa yang tak kenal
dengan Albert Einstein? Seorang ilmuwan yang lahir di Kota Ulm kawasan
Baden-Württemberg, Jerman, dari pasangan Hermann Einstein yang merupakan
seorang penjual ranjang dan Pauline pada 14 Maret 1879.
Meski lahir dari keluarga Yahudi, namun
Albert Einstein sekolah di perguruan Katolik yang kemudian menempahnya menjadi
seorang yang gemar pelajaran berhitung.
Einstein yang mengenyam bangku
perguruan tinggi di ETH Zürich, Swiss, kemudian dikenal sebagai ilmuwan
terhebat abad 20 karena banyak menyumbangkan pemikiran tentang mekanika
kuantum, mekanika statistika, kosmologi sekaligus penemu teori relativitas.
Bahkan pada tahun 1921, Einstein
dianugerahi Nobel untuk penjelasannya tentang efek fotolistrik dan
pengabdiannya bagi Fisika Teoretis.
Namun setelah enam dekade pasca
kematiannya, banyak orang yang tidak hanya membahas tentang kehebatan pikiran
Einstein namun juga terkait pandangannya terhadap teori ketuhanan.
Lalu pertanyaan besar yang sering
muncul adalah, apakah Albert Einstein percaya akan adanya Tuhan? Meski ia lahir
sebagai seorang Yahudi, namun apakah benar ia penganut agama tersebut? Lalu
ketika banyak orang yang mengatakan Einstein sebagai seorang ateis, ia sendiri
segera membantahnya.
"Sains tanpa agama adalah lumpuh,
agama tanpa sains adalah buta." Itulah petikan dari kata-kata Albert
Einstein sebagai rujukan pertama yang menyatakan ia bukanlah seorang ateis.
Lalu setelah muncul kata-kata tersebut,
banyak orang menyimpulkan bahwa Albert Einstein adalah seorang penganut Yahudi.
Namun kesimpulan itu ternyata belum terlalu tepat ketika ia diwawancarai oleh
Rabi Herbert S Goldseun, pemimpin Yahudi Ortodoks di New York. Ketika itu Rabi
Herbert bertanya kepada Einstein, apakah Anda percaya terhadap Tuhan?
“Saya percaya pada Tuhan Spinoza yang
menunjukkan dirinya dalam kerukunan semua makhluk, bukan Tuhan yang sibuk
memikirkan takdir dan perbuatan umat manusia.”
Pada dasarnya, Einstein sendiri
bukanlah seorang pengagum filsuf Baruch de Spinoza yang menelurkan tradisi
Yudaisme dengan konsep pikir yang terkenal adalah ajaran mengenai substansi
tunggal Allah atau alam.
Namun melalui surat yang ditujukan
kepada temannya, Guy H. Raner Jr, pada Juli 1945 dan September 1949, Einstein
menyatakan dengan gamblang terkait pemikirannya tentang Tuhan dan agama.
"Dari sudut pandang seorang ateis,
itu selalu menyesatkan ketika menggunakan konsep anthropomorphical dalam
menangani hal terluar dari lingkungan manusia. Analogi yang
kekanak-kanakan," bunyi petikan surat Einstein kepada Raner.
Sementara hasil kutipan lain Einstein
pernah menyurati marji besar Syiah kala itu, Ayatollah Al Udzma Sayid Hossein
Boroujerdi, terkait pandangannya terhadap islam dan menyatakan ketertarikan
terhadap konsep ajaran agama Muhammad.
Begitu juga dalam makalah terakhirnya
‘Die Erklarung’ (Deklarasi) yang ditulis pada tahun 1954 di Amerika Serikat.
Einstein dalam bahasa Jerman menelaah teori relativitas dalam ayat-ayat Al
Quran dan ucapan Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah.
Einstein menyebut penjelasan Imam Ali
tentang mimpi perjalanan Mi’raj jasmani Nabi Muhammad ke langit dan alam
malaikat yang hanya dilakukan dalam beberapa detik sebagai penjelasan Imam Ali
yang paling bernilai. Namun sekali lagi, tidak ada satu bukti autentik yang
menyatakan Einstein menerima islam.
Pada penjelasan yang lain, Albert
Einstein diyakini sebagai penganut agnostic yang menganggap Tuhan layaknya
sebagai pembuat arloji.
Agnostisisme sendiri merupakan suatu
pandangan filsafat bahwa suatu nilai kebenaran dari suatu klaim tertentu yang
umumnya berkaitan dengan teologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa dan
lainnya yang tidak dapat diketahui dengan akal pikiran manusia yang terbatas.
Posting Komentar