Sejak zaman kuno, Madura adalah daerah
khusus. Babat Pararaton dan Tanah Jawa berbahasa asli Jawa menyebut peran
penting Madura dalam khasanah pembentukan berbagai kerajaan. Sekaligus Madura
selalu menjadi under-bouw berbagai kerajaan di Jawa sejak zaman Singasari,
Kediri, Majapahit sampai zaman Mataram Islam. Pun juga rakyat Madura
dimanfaatkan oleh kepentingan di luar bangsa Madura.
Mari kita telaah peran sejarah, politik
Madura dalam kancah Nusantara sampai berdirinya Republik Indonesia dengan hati
riang gembira suka-cita senang sentosa ria bahagia pesta-pora senantiasa
selamanya.
Bangsa Madura adalah bangsa yang luar
biasa. Etos kerja dan tradisi lebih baik bekerja daripada merenung telah
menghasilkan etos kebangsaan Madura yang luar biasa. Bangsa Madura mewarnai
sejarah Nusantara. Bahkan pada masa pemerintahan Belanda, bangsa Madura
dipekerjakan di Bondowoso, Jember, dan pada akhirnya mereka mendiami daerah tapal
kuda. Kisah peran Madura di Nusantara tercatat melalui Aria Wiraraja dan Banyak
Wide disebut oleh Kitab Pararaton. Aria dan Wide berperan dalam melakukan
pembunuhan terhadap Kertanegara, dan kenaikan Raden Wijaya, dan penghancuran
Kediri hingga akhirnya berdiri Kerajaan Majapahit.
Pada masa selanjutnya tercatat
Ronggosukowati yang melawan penguasa pada abad ke-15 yang masih berbasis
Hindu-Buddha. Ronggosukowati terang-terangan mengajarkan Islam dengan ditandai
dengan jalan Se Jimat, Alun-alun dan Masjid Pamekasan. Peran perjuangan untuk
menemukan identitas ke-Madura-an yang berbeda – atau untuk berperan dalam
kekuasaan – selalu menjadi alasan. Kemudian pada zaman Mataram, Pangeran
Cakraningrat I, yang aslinya bernama Raden Praseno – tawanan perang yang dikawinkan
dengan adik Sultan Agung – juga berperan dalam Kerajaan Mataram Islam.
Namun, di balik itu, bangsa Madura juga
sangat berperan dalam memerangi berbagai kerajaan baik atas perintah Mataram
Islam maupun Belanda. Trunojoyo, bergelar Pangeran Maduretno, yang bersekutu
dengan Pangeran Anom dari Mataram berhasil mengusir Amangkurat I dari Kerajaan
Mataram, dari pasukannya yang bermarkas di Kediri pada 1677. Amangkurat I
meninggal di pelariannya. Hanya ketika Mataram bersekutu dengan Belanda,
Trunojoyo berhasil dikalahkan oleh Mataram pada 1679.
Dari hampir semua kisah kepahlawanan
bangsa Madura dan peran penting rakyat Madura, selalu saja mereka digunakan
sebagai alat perjuangan dan berakhir dengan konsesi kekuasaan. Tidak pernah
dalam sejarah kemerdekaan secara penuh diperoleh oleh berbagai kerajaan di
tanah Madura. Selalu menjadi under-bouw dari bangsa lain di Jawa atau asing.
Kisah Madura sama dengan kisah Tanah
Pasundan atau Sunda yang juga tidak mampu berdiri sendiri sejak zaman Mataram
sampai kemerdekaan. Sejak zaman Majapahit, para rakyat Madura telah melakukan
dispora di seluruh penjuru Nusantara. Mereka menjadi pasukan atau pekerja. Pada
zaman Islam masuk, Sunan Giri memiliki keturunan yang menikah dengan Pangeran
Madura – yang berketurunan Mataram Islam – yang menjadi titik penting peran
bangsa Madura dalam pengembangan Islam di Madura dan seluruh Tapal Kuda Jawa
Timur.
Peran bangsa Madura ini semakin luas di
zaman kemerdekaan dengan diaspora bangsa Madura di seluruh Nusantara: di mana
ada pantai, pasar, sate dan rongsokan di situlah ada orang Madura. Mereka
menguasai ekonomi di pusat perdagangan. Tidak ada bangsa Madura yang merantau
tinggal di daerah yang sepi sendiri. Melihat kisah diaspora di Nusantara saat
ini, bangsa Madura lebih tertarik kepada perdagangan dan agama dibandingkan
dengan politik.
Di berbagai daerah, Pilkada di banyak
tempat di luar Jawa, lebih banyak diikuti oleh bangsa Jawa dibandingkan oleh
bangsa Madura. Euforia politik yang membuka keran kekuasaan bupati, bagi bangsa
Madura dilanjutkan dengan kisah romantisme masa lalu.
Penguasa yang bergeser
dari kekuasaan pemerintahan ke kekuasaan agama, dengan kiai sebagai patokan,
telah melahirkan para penguasa baru: kiai yang memengaruhi. Bahkan kiai dan
keluarga pun terjun ke politik: Fuad Amin contohnya. Demikian pula hak apanage
yang disandang oleh para raja dan keturunan mereka di Madura yang dicabut oleh
Belanda pada abad ke-19 telah menghancurkan moral bangsa Madura. Malapetaka
ekologi pada abad ke-19 sungguh membuat diaspora dan berbondong-bondongnya
bangsa Madura hijrah ke Bondowoso sampai sekarang.
Bahkan pergolakan demi pergolakan
politik selalu mampu diredam oleh kekuasan religi: kiai. Yang menjadi masalah
adalah ketika kiai berpolitik praktis. Di situlah sering terjadi konflik kepentingan
sementara para rakyat merasa harus mengikuti guru: kiai. Peta politik
kontemporer pun di Madura dipengaruhi oleh kisah sejarah masa lalu para pejuang
dan pahlawan seperti Trunojoyo, Untung Suropati, Aria Wiraraja, Banyak Wide,
Pangeran Cakraningrat, dan lain-lain yang tidak pernah tuntas dalam berjuang.
Posting Komentar