Hafshah binti
Umar bin Khaththab RA, sebelumnya adalah istri Khunais bin Khudzafah, seorang
sahabat yang memeluk Islam pada masa awal. Mereka menikah ketika masih di
Makkah, sempat hijrah ke Habasyah, dan langsung berhijrah ke Madinah, ketika
Nabi SAW dan para sahabat lainnya hijrah ke sana. Khunais meninggal akibat luka
parah yang diperolehnya ketika perang Badar (riwayat lain menyebutkan perang
Uhud).
Hafshah
dilahirkan lima tahun sebelum kenabian, dan wafat di Madinah pada Jumadil Ula
tahun 45 hijriah dalam usia 63 tahun (Riwayat lain menyebutkan, tahun 41
hijriah dalam usia 60 tahun). Khunais meninggal pada tahun 2 atau 3 Hijriah,
beberapa bulan kemudian Nabi SAW menikahi Hafshah, ketika itu ia berusia sekitar
21 tahun.
Ketika
Hafshah menjadi janda, Umar bin Khaththab menjadi sedih dengan keadaan anaknya
tersebut, karena itu ia menemui Abu Bakar dan memintanya untuk menikahi
Hafshah, tetapi Abu Bakar hanya diam tanpa berkata apapun. Melihat reaksi ini,
Umar menemui Utsman bin Affan, yang saat itu baru saja ditinggal wafat
istrinya, Ruqayyah RA, putri Rasulullah SAW. Ia meminta Utsman menikahi
Hafshah, tetapi Utsman berkata, "Saat ini, aku belum ada keinginan untuk
menikah lagi!"
Mendengar
penolakan dari dua orang sahabatnya, yang juga dua orang muslim terbaik,
kesedihan Umar menjadi bertambah, karena itu ia mengadukan persoalan ini pada
Rasulullah SAW. Mendengar keluh kesah dan kegundahan hati Umar ini, Nabi SAW
hanya tersenyum, kemudian beliau bersabda, "Akan aku tunjukkan padamu,
suami bagi Hafshah yang lebih baik daripada Abu Bakar dan Utsman, dan bagi
Utsman ada istri yang lebih baik daripada Hafshah…"
Umar
sempat bingung dan tidak mengerti dengan ungkapan Nabi SAW. Tetapi kemudian
menjadi kegembiraan tak terkira ketika beliau mengatakan akan menikahi Hafshah,
dan menikahkan Utsman dengan putri beliau lainnya, Ummu Kultsum.
Setelah
pernikahan Nabi SAW dengan Hafshah tersebut, Abu Bakar menemui Umar dan meminta
maaf atas sikapnya tersebut, ia menjelaskan kalau Nabi SAW menyatakan
kepadanya, berniat menikahi Hafshah. Karena itu tidak mungkin ia menerima
permintaan Umar untuk menikahi anaknya tersebut, tetapi ia tidak ingin
mengatakan rahasia Rasulullah SAW. Atas penjelasan ini Umar berkata,
"Sesungguhnya diamnya Abu Bakar, lebih mengejutkan dan menyedihkan
daripada penolakan Utsman!"
Hafshah
adalah seorang wanita ahli ibadah yang sangat wara'. Namun demikian, seperti
halnya Aisyah, ia juga seorang istri dengan kecintaan yang begitu besar kepada
Nabi SAW, sekaligus rasa cemburu yang besar kepada istri beliau lainnya. Atas
kecemburuan putrinya yang berlebihan ini, Umar pernah menasehatinya, "Hai
Hafshah, insyaflah, apa arti dirimu dibanding Aisyah, apalah arti bapakmu ini
dibanding Abu Bakar!!"
Pernah
juga ia membantah Nabi SAW, sehingga beliau sempat marah selama satu hari.
Ketika Umar mendengar hal ini dari istrinya, Umar begitu murka, ia mendatangi
Hafshah dan berkata, "Ingatlah wahai Hafshah, akan akibat kemurkaan Allah
dan kemarahan RasulNya, jangan engkau merasa iri dengan wanita yang bangga
dengan kecantikannya dan kecintaan Rasulullah SAW kepadanya. Demi Allah, engkau
tentu tahu bahwa Rasulullah SAW tidak mencintaimu, kalau tidak karena aku,
tentu engkau telah dicerai!!"
Nasehat
dan juga kemarahan ayahnya ini ternyata belum cukup untuk mengurangi sikap
cemburunya hingga batas wajar, sampai akhirnya Allah menurunkan teguranNya,
sebagaimana tercantum dalam surah Tahrim 3-5. Apa yang dilakukannya bersama
Aisyah RA, sempat menyebabkan terganggunya ketentraman rumah tangga Rasulullah
SAW. Beliau sempat mengasingkan diri bersama pembantunya, Abu Rafi RA, menjauhi
semua istri-istrinya. Bahkan sempat berkembang isyu bahwa beliau menceraikan
semua istrinya.
Sekali
lagi Umar memperoleh kabar bahwa penyebab semua ini adalah Hafshah. Dengan
luapan marah, bercampur sedih dan malu, Umar mendatangi putrinya tersebut dan
berkata, "Barangkali Rasulullah telah menceraikanmu…jika beliau merujukmu,
setelah menjatuhkan talak satu, itu hanya karena beliau mengasihani diriku.
Jika beliau sampai mentalakmu sekali lagi, aku tidak akan berbicara denganmu
selama-lamanya!"
Memang,
sebagian riwayat menyebutkan bahwa Nabi SAW menceraikan Hafshah setelah
peristiwa itu, hanya kemudian datang Jibril membawa perintah Allah agar beliau
merujuk Hafshah, untuk menghilangkan kesedihan Umar. Umar menjumpai Nabi SAW di
tempat penyendirian beliau bersama Abu Rafi, ia sempat menangis melihat keadaan
Nabi SAW yang begitu menyedihkan, dan meminta maaf atas sikap putrinya. Beliau
hanya tersenyum, dan menyatakan bahwa beliau tidak menceraikan istri-istrinya,
tetapi hanya menjauhi mereka selama satu bulan.
Setelah peristiwa ini, dan teguran keras
Allah lewat Surat At Tahrim 3 - 5, barulah Hafshah menyadari bahaya yang
ditimbulkan dengan sikap cemburunya, dan ia tak pernah lagi mengulanginya
Posting Komentar