“Dulu kala, seseorang mengadu kepada
Imam Hasan Bashri mengenai kekeringan yang melanda negerinya. Sang Imam, dengan
kearifannya, memberikan resep sederhana, “beristighfarlah!”. Lalu datang
seorang lainnya. Kali ini ia mengeluhkan kefakiran yang terus menggelayutinya.
Sang imam memperlakukannya sama dengan yang pertama. Ia memberikan resep
istighfar kepadanya. Lalu datanglah orang ketiga. Yang terakhir ini mengeluhkan
nestapa bahtera rumah tangganya karena tak kunjung dianugerahi buah hati. Sikap
sang imam masih seperti sebelumnya. Ia memberikan resep istighfar. Kepada
ketiga-tiganya, Imam Hasan memberikan obat yang sama, yakni istighfar, untuk
problematika yang beragam.”
Sikap Hasan Bashri tadi rupanya menarik
perhatian seseorang. Orang itu bingung, ditanya berbagai persolan,
eh…jawabannya itu-itu saja. “Memangnya semua persoalan itu bisa dipecahkan
dengan hanya membaca Istighfar?”,kira-kira begitu pikiran orang itu. Tak tahan
menyimpan keheranan, ia pun bertanya kepada Hasan, “Beberapa orang laki-laki mendatangimu
mengeluhkan berbagai persoalan, tetapi engkau hanya menyuruh mereka semua untuk
membaca istighfar!”. Hasan menjawab tenang “Aku sama sekali tidak mengatakan
apapun dari diriku sendiri. Sesungguhnya Allah SWT berfirman (seperti itu)”.
Ulama yang namanya masyhur hingga kini itu lalu mengutip surat Nuh ayat 10-12
berikut ini.
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
يُرْسِلِ
السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ
وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
مَا لَكُمْ لا تَرْجُونَ
لِلَّهِ وَقَارًا
maka aku katakan kepada mereka:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai. Mengapa kamu tidak
percaya akan kebesaran Allah?
(QS Nuh, 71:10-13)
Ada 2 aspek menarik dalam setiap
redaksi ayat al-Qur’an yaitu aspek struktur dan aspek makna. Dari aspek
struktur, dalam kajian balaghah, sisi menariknya dari ayat tersebut adalah
adanya rima, dalam hal ini 4 ayat tersebut diakhiri huruf ra (ر) dalam setiap akhir ayatnya. Dalam ilmu
balaghah, hal ini dinamakan saja’ (السجع) yang dibahas secara menarik dan tuntas
dalam al-badi’ (البديع)
yang mengkaji kata atau ungkapan untuk memperindah lafal bunyi. Ini dari sisi
struktur kalimatnya.
Dari aspek maknanya, yang menarik
adalah penggunaan kata (يمددكم)
pada ayat 12. Mengapa kata ini yang dipakai, bukan kata yu’thi (يعطيكم) misalnya yang artinya memberikan? Tentu
hal ini bukanlah kebetulan. Pemilihan kata dalam setiap ayat dalam al-Qur’an
mengandung makna mendalam. Dalam hal ini, ada kaitan erat antara istigfar dan
rejeki, yaitu jika manusia beristigfar, atau jika manusia melakukan kesalahan
sebesar apapun, jika beristigfar, maka Allah memotivasi dengan janji indah
yaitu akan memperbanyak rejeki, berupa harta, anak, kebun, dan sungai, dalam
hal ini dapat dimaknai buah-buahan atau rejeki lainnya. Bukan hanya memberi,
tapi justru memperbanyak atau memperpanjang. Itulah makna yang terkandung dari
kata (يمددكم)
Hal ini dapat dibuktikan dari kisah
berikut ini, yang dituturkan oleh Syaikh ‘Aidh al-Qarni, penulis buku best
seller La Tahzan. Ada seorang yang tak kunjung dikarunia anak. Sementara para
dokter sudah angkat tangan tidak mampu mengobatinya dan obat-obatan pun sudah
tidak mempan lagi. Orang itu akhirnya bertanya kepada salah seorang ulama yang
kemudian menyarankan kepadanya,“Hendaklah engkau memperbanyak Istighfar di kala
subuh dan sore hari,sesungguhnya Allah SWT mengatakan perihal orang-orang yang
beristighfar, ‘Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu.’ (Nuh[71]:12).
Lelaki itu kemudian memperbanyak
Istighfar secara terus menerus. Akhirnya dengan izin Allah SWT dan kasih sayang
Nya, ia pun mendapatkan keturunan yang shaleh-shaleh.
Kisah lain, terkait dengan permasalahan
negara, Umarbin Khaththab, salah satu sahabat Rasulallah SAW yang pernah
menjadi Amirul Mukminin memegang erat ayat-ayat tersebut ketika ia meminta
supaya Allah SWT menurunkan hujan. Mathraf meriwayatkan dari cerita asy-Sya’bi
bahwa suatu ketika Umar keluar dari rumahnya untuk berkumpul bersama
orang-orang meminta hujan turun. Namun, Umar hanya membaca Istighfar dan tidak
lebih dari itu, sampai akhirnya ia pulang. Ada orang berkata kepadanya, “Aku
tidak mendengar engkau memohon supaya turun hujan.” Umar berkata, “Aku memohon
supaya didatangkan bintang majadin di langit yang biasanya turun membawa hujan.
Setekah itu ia membaca ayat (dalam surat Nuh ayat 10-12), Maka aku katakan
kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada tuhanmu, sesungguhnya Dia maha pengampun
niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.”
Pendapat lain, datang dari Al-Hafizh
Ibnu Katsir dalam tafsirnyamengenai surat Nuh:10 -12. Ia berkata: Jika kalian bertaubatkepada Allah,
meminta ampun kepada kepadaNya, niscaya Allah akan:
Ø memperbanyak
rezeki kalian,
Ø menurunkan
air hujan serta keberkahan dari langit,
Ø mengeluarkan
untuk kalian berkah dari bumi,
Ø menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan,
Ø melimpahkan
air susu,
Ø memperbanyak
harta dan anak-anak untuk kalian,
Ø menjadikan
kebun-kebun yang di dalamnya terdapat macam-macam buah-buahan untuk kalian,
Ø mengalirkan
sungai-sungai di antara kebun-kebun itu.
Maka kita dianjurkan beristigfar
sebanyak-banyaknya. Jika selama ini kita sering mendengar bahwa untuk
memperbanyak rejeki adalah dengan bersedekah, maka ada cara lain yang
dicontohkan al-Qur’an untuk mengatasi berbagai masalah kita, yaitu dengan
istigfar. Cara ini dapat dilakukansiapapun, gratis, tanpa modal dan dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja. Jauh lebih mudah dari sedekah. Tentu
kalau kita dapat melakukan keduanya (sedekah dan istigfar) sekaligus, jauh
lebih baik.
Ayat 13“Mengapa kamu tidak percaya akan
kebesaran Allah?”, sesungguhnya menyindir kita, yang tidak percaya dengan cara
yang dipilihkan Allah dalam ayat tersebut. Mungkin ayat tersebut ditujukan bagi
yang meragukan relasi antara istigfar dan rejeki, ditujukan bagi orang-orang
yang mengagungkan logika ilmiah, ...
maka semuanya tergantung kita, akankah
percaya dengan Allah yang Maha Besar atau tetap bergelimang dalam masalah yang
berkepanjangan?
Jika kita percaya dengan kekuatan
istigfar, mari kita coba aplikasikan. Ada beberapa contoh kalimat istigfar.
Berikut adalah salah satu contohnya.
SAYYIDUL ISTIGFAR
اللهمأنت ربي خلقتني و انا عبدك
وانا على عهدك ووعدك مااستطعت. أبوء لك بنعمتك عليوأبوء بذنبي فاغفرلي فإنه لا
يغفر الذنوب إلا أنت
Allahummaanta robbi khalaqtani wa ana
abduka wa ana ‘ala ahdika wa wa’dika mastatho’tu. Abu ‘u laka bi ni’matika
‘llaya, wa abu ‘u bi dzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfiru dzunuba illa anta.
YaAllah, engkau Tuhanku, Penciptaku,
dan aku hambaMu, dan aku di atas janjiMu dan ketentuanMu semampuku, aku akui
nikmatMu kepadaku, dan ku akui kesalahanku, maka ampunilah aku, karena
sesungguhnya tidak ada yang mengampuni kesalahan selain Engkau.
Semoga Bermanfaat
Wallahu’alam bish-showwab
Posting Komentar