Oleh
: misbahuddin
Pesantren biasa disebut sebagai
penjara suci oleh kalangan yang merasa terkekang dengan jadwal belajar dan
ibadah yang begitu padat. Membatasi segala macam perilaku santri agar menjadi
lebih tahu akan makna ilmu-ilmu agama. Di penjara suci ini memang mayoritas
santri sudah sadar akan pentingnya pengetahuan agama akan tetapi tidak sedikit
juga yang outputnya banyak mengecawakan masyarakat sekitar dan menjadi
pembicaraan dari mulut ke mulut tetangga. Hal ini disebabkan karena banyaknya
pelanggaran terhadap aturan yang ada di pondok. Pelanggaran yang terjadi juga
disebabkan kurangnya perhatian teman sekitar untuk mengingati atau menganjurkan
berlaku sesuai aturan yang ada serta dengan mencegah hal-hal yang sekiranya
membuat diri pelaku rugi dengan apa yang dilanggar.
Saya kira lingkungan suci bukan
berarti aman dari segala kejahatan. Manusia itu tidak lepas dari yang namanya
nafsu muthmainnah atau nafsu yang selalu mengajak kepada kejelekan. Ada yang
mengatakan bahwa semakin tinggi iman atau amal shaleh seseorang maka semakin
besar godaan yang akan dijalani orang tersebut. Maka dari itu bukan tidak
mungkin dipondok pesantren terjadi berbagai macam tindakan kriminal mulai dari
pencurian, pertengkaran, dan pelanggaran lain.
Bagaimana kita menjadi pemeran
untuk menindaklanjuti agar hal tersebut tidak terjadi? Yaitu dengan menghargai
terhadap teman yang memperhatikan kita dalam mengingatkan sholat, dan
ibadah-ibadah yang lain. Karena rasa malas yang sudah menjadi sifat dasar
manusia bisa dijadikan kesempatan yang lebih bebas dari pada berada dirumah.
Kalau dirumah masih diperintah dan dicegah oleh kedua orang tua mau tidak mau
kita dituntut untuk selalu mengikuti apa yang diperintah dan apa yang dilarang.
Karena kita masih butuh makan, minum, dan segala kebutuhan lain kepada orang
tua.
Akan tetapi setelah berbeda
tempat dengan orang tua dan kita sudah ditempatkan di lembaga yang menurut
orang tua adalah lembaga keagamaan maka sepenuhnya kepercayaan orang tua sudah
tiada kekhawatiran lagi terhadap sikap dan sifat dari si anak. Ketika
kepercayaan itu terlupakan maka kita sebagai santri pasti bertindak bebas mulai
dari kebiasaan bolos sekolah, bolos nagaji kitab, dan sampai mencuri uang teman
naudzubillah.
Sebagai teman kamar atau teman
dalam satu lokasi sudah sepantasnya jangan sampai membiarkan teman kita
terlarut dalam lingkaran hati yang beku akan ilmu. Kita untuk selalu menjaga
diri dan menjadi teladan kepada teman yang lain. Agar nantinya bisa menegur
sapa lewat lisan kepada teman yang sudah memang pantas diperingatkan dan
dicegah. Teman memang bukan saudara, bukan paman, atau bukan tetangga tetapi
teman orang tua kedua yang bertanggung jawab penuh untuk saling berbagi kasih
dan perhatian.
Secara emperis keberadaan teman
dilingkungan pondok pesantren atau lembaga-lembaga sekolah menjadi peran utama
atas keberadaan teman yang lain. Dalam kasus teman ada masalah, baik itu
masalah kesehatannya, keuangannya, pasti yang akan diminta bantuan pertama kali
adalah teman dekat yang ada disekitar. Kondisi yang jauh dari orang tua inilah
yang menjadikan peran teman sekitar sebagai orang tua kedua dalam hal pemberi
perhatian dan respon-respon baik positif atau negatif.
Kita memang bukan makhluk yang mempunyai
keagungan akhlak seperti perilaku rasulullah, tapi setidaknya kita selalu
berikhtiar untuk menjaga diri dan menjaga lingkungan disekitar kita. Rosul
adalah manusia pilihan yang sudah mampu melewati ujian dan cobaan yang tidak
secara teks oleh tuhan. Tidak seperti kita ujian dibangku sekolah yang
mengerjakan soal dengan waktu singkat dan ketika nilai kita sudah cukup maka
dikatakan lulus seleksi. Itulah salah satu bentuk ujian sekolah yang tidak bisa
kita samakan dengan ujian tuhan kepada mahluknya. Dan rosul mampu lulus dari
ujian-ujian tuhan baik yang berupa hawa nafsu atau bentuk yang lain.
Keberhasilan para rosul perlu
kita implementasikan juga dalam kehidupan bermasyarakat, berteman, dan
berkeluarga. Ketika kita sudah merasa mampu melakukan sesuatu interaksi yang
baik dengan teman dan sudah saling menganggap serta menghargai dari setiap
perilaku kita maka terbentuklah lingkungan yang sosialis-religius. Pondok suci akan
menjadi payung kedalam spritual jika niatan ikhlas dari setiap langkah kita
untuk terus berijtihad mencari ilmu pengetahuan. Bukan menjadi tempat pelarian
semata.
Posting Komentar