Sering kita ketahui bahwa
kehidupan ini mempunyai banyak dinamika, problem, dan pro-kontra baik mengenai
proses hidup atau hasil dari kehidupan itu sendiri . Timbulnya suatu masalah
disebabkan oleh ketidakjelasan dan ketidakpastian suatu konsep dalam mindset
setiap individu. Konsep itu tidak lebih dari sebuah teori manusia yang
dibuat-buat, yang pada hakikat bentuknya tidak bisa kita lihat dengan mata
telanjang. Mungkin dalam matematika hal ini dikenal dengan sifat abstrak atau
pikiran di awang-awang yang tertulis dalam bentuk simbol . Memainkan akal dan
pikiran agar bisa paham mengenai simbol-simbol dalam metematika dibutuhkan
nalar yang kuat dan konsentrasi yang konvergen.
Kalau dikatakan matematika itu
hanya ilmu hitung dan ilmu yang berkaitan dengan angka-angka saya kira itu
sesuatu yang kurang tepat. Dapat dimaklumi jika perkataan itu keluar dari orang
yang tidak pernah menyentuh atau bahkan belum masuk ke dunia matematika atau
walaupun masuk setengah-setengah. Dalam konteks lain bisa saya contohkan jika
seseorang belum menyelami lautan sampai kedasar laut, yang terpikir bahwa laut
itu dalam, laut mentenggelamkan dan mindset-mindset yang lain. Akan tetapi buat
orang yang sudah mengalalminya dan bisa sampai kedasar laut akan berkata
"Ternyata, di dasar laut itu indah ya, dunia air itu asyik, dan kata-kata
yang lain pula.
Maka dari itu konsep yang ada
pada diri seseorang belum tentu ada pada diri oarang lain. Karena hal itu
adalah teori yang tidak berwujud. Adalah suatu kewajaran dalam diri manusia ada
yang bertuhan dan tidak bertuhan, ada yang beragama dan tidak beragama. Karena
dalam setiap asasi manusia terdapat konsep yang berbeda. Mempunyai teori
penafsiran tersendiri tentang dirinya, genetikanya, dan alam sekitarnya. Jadi
kalau matematika berkata 1+1 tidak selamanya sama dengan 2 karena konsep dalam
matematika juga berbicara pada semesta pimbicaraan.
Dalam islam kita mengenal adanya
iman kepada yang ghaib atau yang tidak tampak. Salah dua contohnya tuhan dan
malaikat. Iman juga merupakan konsep yang kita tidak tahu bagaimana cara iman
kita masing-masing. Iman juga proses dalam kehidupan yang aplikasinya sangat
banyak perbedaan, baik dalam konteks hablum minallah dan hablum minannas. Maka
kemudian mengapa matematika perlu banyak latihan agar proses nalar keabstrakan
itu lebih cepat dan tepat, karena agar hasil dari proses latihan terbentuklah
ingatan yang kuat untuk masuk ke proses nalar. Kemampuan nalar itu pada
dasarnya bisa dilatih.
Kalau iman ini tidak pernah ada
latihan untuk membiasakan diri mengaplikasikan pada apa yang kita yakini, maka
mustahil kita akan mengenal siapa dia, dan siapa mereka. Kebiasaan pada diri
kita yang berada diluar garis keimanan maka akan semakin jauh dari apa yang
ingin kita kenal. Adanya stimulus yang kemudian menghasilkan respon dari
lingkungan mempunyai peranan penting dalam proses pengenalan siapa kita, karena
pengenalan siapa kita sebagai modal dari segala yang ingin kita kenal. Kita
tidak akan pernah bisa kenal matematika tanpa kita tahu kita bisa matematika,
kita tidak akan mengenal tuhan tanpa kita tahu siapa manusia.
Posting Komentar