Oleh: Misbahuddin
Jam 03.15 telpon WhatsAppku berdering. Panggilan masuk dari saudara angkatku. Pikiran langsung tidak tenang. Karena tidak biasany jam segitu ada telpon dari rumah. Dan akhirnya, kabar yang aku terima adalah meninggalnya kakakku yang bernama Moh. Jailani. Kakak kedua dari tujuh bersaudara.
Salahkah aku tidak pulang untuk sekedar menjenguk derita sakitmu? Egoiskah aku dengan segala kesibukanku sehingga tidak sempat merawat sakitmu? Kita memang sesaudara kandung yang tidak serumah dari kecil. Oleh karena ibu sakit-sakitkan dan akhirnya meninggalkan kita.
Kakakku, maafkanlah aku. Dulu aku berjanji, ketika ngobrol saat itu di teras rumahku. "Kak Jai, nanti kalau saya wisuda di Malang, kamu tak ajak jalan-jalan, tenang wes tak buat nyaman di Malang".
Kau sering menghampiri kamarku, kadang malam, kadang siang. Atau sesekali saya yang datang ke depan rumahmu. Tiada lain, ya untuk saling ngobrol. Perihal ini itu yang semuanya penting aku ingat.
Waktu itu, kamu ajak aku perbaiki jembatan kecil disebelah timur rumahku. Sebagai jalan pemhubung rumahku menuju rumahmu dan embakku. Dan aku pun membantu. Aku pun menyuruhmu dan saudara-saudara yang lain untuk membangun "congkop" di makam ibu bapak. Kamu pun mengiyakan. Dan setelah aku pulang bangunan itu sudah berdiri kokoh. Dan aku jadi enak dan nyaman berziaroh tidak kepanasan dan kehujanan.
Kamu sering bantu orang untuk bekerja sebagai kuli bangunan. Menjadi tukang yang dianggap oleh orang. Jerih dan keringatmu tiada lain hanya untuk menghidupkan keluarga dan anak-anaknya. Sesekali kamu berikan dan sisihkan untuk uang sakuku. Walaupun aku sama sekali tidak minta, melihat kondisimu yang masih sangat kurang.
Kakak, aku yakin warga se desa dan se kampung akan memaafkan kesalahanmu. Semoga Allah juga mengampuni dosa dan kesalahanmu. Semoga Allah menerima segala amal sholihmu. Sehingga kau ditempatkan yang sungguh membahagiakan di sana.
Aku tidak perlu ada yang disedihkan dari kepergianmu ini kak. Allah sangat sayang kepadamu. Saya ikhlas kakak dipanggil duluan sama Allah. Yang sejatinya, semua manusia hanya menunggu panggilan-Nya.
Wallahu a'lam
Malang, 11-10-2017
Posting Komentar