Oleh: Misbahuddin
Baru saja saya mendapatkan pertanyaan mengagetkan dari seorang teman yang belum kenal secara fisik. Ia bertanya sebagaimana judul yang saya tulis di atas. Saya pun akan memaparkan dalam sebuah tulisan ini untuk memberikan penjelasan lebih konkrit.
Ada banyak hal yang memotivasi orang untuk menikah. Sekian sebab diwajibkannya menikah pun ada dalam syariat Islam. Salah satu yang saya ketahui adalah kesiapan dan kematangan.
Kata siap berlaku untuk semua orang. Tidak memandang ia mahasiswa, pengusaha, guru, dosen, petani, pedagang, sopir bahkan pengangguran sekalipun. Jadi, judul di atas sangat subjektif jawabannya. Lebih-lebih fokus pertanyaannya mengarah pada mahasiswa Strata Satu (S1).
Rata-rata jika kalangan mahasiswa dengan ekonomi menengah kebawah akan menjawab tidak siap. Salah satunya adalah saya. Bahkan juga banyak yang mungkin sependapat dengan saya. Lain halnya dengan mahasiswa yang memang terlahir dalam keluarga dengan ekonomi menengah ke atas, bisa jadi ia akan menjawab siap.
Judul itu akan dijawab berbeda juga antara mahasiswa dan mahasiswi. Jika mahasiswa cenderung tidak siap oleh karena seribu alasan mengenai belum siap menafkahi. Dan mahasiswi cenderung siap jika calon suaminya dipastikan sudah siap menafkahi.
Kita dapat melihat sendiri, teman-teman mahasiswa dan mahasiswa di kampus kita. Lebih banyak manakah yang sudah menikah? Mahasiswa ataukah mahasiswi?
Tidak bisa dipungkiri, jawabannya adalah mahasiswi. Mengapa demikian? Karena mahasiswa identik dengan tanggung jawab memberikan nafkah. Dan mahasiswi identik dengan dinafkahi. Walaupun tidak menutup kemungkinan ada pasangan suami istri dari kalangan mahasiswa dan mahasiswi. Walaupun ada itu tidak banyak.
Banyak konsekuensi yang bisa kita lihat dari teman-teman kita yang sudah menikah. Jika ia tidak benar-benar konsisten pada tugas belajarnya di kampus. Tidak lama kemudian ia akan memutuskan untuk terminal kuliah atau bahkan berhenti kuliah.
Konsekuensi semacam ini perlu saya tegaskan lagi berlaku bagi mahasiswa atau mahasiswa yang tidak bisa berkomitmen. Tidak mampu membangun energi positif. Lalai dalam amanah dan tanggung jawab.
Bagi yang mampu komitmen maka kuliah dan hubungan keluarga is no problem. Karena di sisi lain ada banyak juga mahasiswi yang mampu lulus dengan tepat waktu walupun ia sudah menikah. Bisa jadi karena menikahnya di semester tujuh atau semester akhir. Jadi ia belum mendapatkan tugas untuk merawat kehamilan.
Siapapun boleh setuju atau tidak dengan tulisan ini. Silahkan sependapat atau bahkan kontroversi. Saya hanya berbagi sedikit dari apa yang saya ketahui dan yang ada dalam pikiran saya.
Wallahu a'lam
Malang, 22 September 2017
Posting Komentar