Tulisan ini adalah jeritan hati kecil saat menunduk malu
ketika orang bertanya, dari mana mas? Maka dengan jujur saya jawab dari Pamekasan
pak. Ooo.... yang bupatinya ditangkap KPK itu ya mas. Saya pun melanjutkan
menjawab dengan nada pelan “ya pak”.
Percakapan tersebut terjadi di ruangan Dekan FKIP UNISMA
kemarin tanggal 4 Agustus 2017. Ketika itu saya menghadap dekan FKIP untuk
minta tanda tangan lembar pengesahan skripsi. Beliau mempertanyakan sebagaimana
percakapan di muka.
Sebagai warga pamekasan saya sangat malu. Saat ini kota
yang disebut sebagai kota gerbang salam hanya tinggal gerbangnya saja. Dicoreng
sendiri oleh pejabat tinggi. Engkau dipilih dan dipercayai para kyai Pamekasan.
Kasihanilah kami, nama baik yang dibangun ratusan tahun silam dinodai dengan
perilaku Korupsi besar-besaran.
Entah itu fakta atau tidak, tapi saat ini berita itu
sudah beredar di seluruh Indonesa. Bahwa nama Pamekasan selalu muncul televisi
dengan penangkapan bupati dan jajarannya oleh KPK. Semua akan yang menyaksikan
berita di media akan mengenal ada kota di Madura bernama Pamekasan. Yang saat
ini pemimpin dan jajarannya sedang masuk dalam lingkaran kasus korupsi.
Kurang apa kami bapak, kami tidak meminta bapak masuk ke
desa-desa kami. Kami tidak menuntut perbaikan jalan kami yang penuh batu
jikalau panas, dan penuh lumpur dijakalau hujan. Kenapa kau masih buat kami
malu? Dan malah kau ambil uang sarana desa kami.
Jika memang seperti ini adanya, saya berharap kasus-kasus
lain juga diungkap. Bukannya kami sudah bayar pajak setiap tahun, meski rumah
kami tak sebesar biayanya seperti rumah perumahan kota. Bukannya kami sudah
bayar pajak bumi dan bangunan, meski keduanya sangat kecil sekali ditimbang
bangunan-bangunan megah di perkotaan.
Jika saya boleh bercerita, selama satu tahun saya menuntut
ilmu di MA Negeri 1 Pamekasan saya tahu betul bagaiamana bentuk, luas, dan
indahnya bangunan bapak. Karena saya tinggal pas di belakang rumah bapak. Rumahmu
yang megah dan besar itu, taman dan kolam yang indah, serta pagar-pagar beton
raksasa membuat kami berkata, “pemimpin kita, memang kaya” ketika itu kami
masih siswa Madrasah Aliyah.
Kalaupun saya orang yang tinggal dekat dan bersebelahan,
kami tidak pernah masuk untuk sekedar ngobol dan silaturrahmi. Gembok besar di
gerbang terpasang dengan rapat. Tidak pernah saya lihat pintu itu dibuka sekali
saja untuk menerima tamu dari tetangga terdekat. Entah yang boleh masuk hanya
kalangan pejabat.
Dari sini saja saya tahu bapak belum sepenuhnya merakyat.
Karena kami saja yang dekat rumanya tak pernah sempat bertemu bapak. Saya tahu
bapak repot mengurus rapat yang tidak pernah selesai sepanjang saat.
Kurang apa bapak, keberadaannya dikawal oleh keamanan. Rakyat
kecil disuruh minggir agar kau bisa melaju cepat. Tidak tahu macet dan pucatnya
wajah kami karena panas. Kenapa kau masih rampas hak dan kewajiban kami
menikmati infrastruktur desa. Andai mungkin jika bukan uang dana desa, saya
tidak terlalu sakit hati bapak.
Bapak sangat hebat. Mampu menjadikan Pamekasan
bermartabat. Dengan layar informasi yang menampilkan kegigihan dari sifat
kemimpinan bapak. Tapi dengan kasus ini yang memalukan, Pamekasan tidak lagi
dikenal baik oleh bangsa dan negara. Ulah korupsi yang tak henti-henti dari
generasi ke generasi akhirnya juga dirasakan oleh Bupati Pamekasan.
Kami warga senang bercampur duka. Jika kau benar
menggunakan uang desa kami, kami senang kau berhasil ditangkap. Dukanya karena
kami tak bersalah, ikut malu dengan membawa nama Pamekasan.
Pesan ini bertujuan untuk menyampaikan aspirasi kami. Sebagai
pemimpin yang siap dikritik dan diberi masukan. Mohon maaf dengan kata-kata
yang sekiranya membuat bapak dan jajaran pemerintah tersinggung karena memang
itu fakta dan nyata. Kami hanya rakyat biasa yang berharap mendapat pemimpin
membuat kami bangga, bukan membuat kami sakit dan malu.
Terakhir, jika memang tidak bisa membuat kami senang dan
bahagia atas kepemimpinan bapak, jangan buat kami susah apalagi malu. Wallahu
‘alam
Posting Komentar