Sesunguhnya tasawuf dalam Islam
merupakan pengembangan metode mendekatkan diri dengan Allah, oleh karena itu ilmu tasawuf berkembang
terus menerus seiring
perkembangan itu pula. Sejak
pertama kali diajarkan ilmu tasawuf dan diamalkan oleh para sufi sejak itu pula
masalah–masalah itu timbul atau (controversial) seputar ajaran yang
dianutnya.
Ketidakberdaanya manusia bermain dalam
pentas peradaban modern yang terus melaju tanpa dapat dihentikan itu
menyebabkan sebagian besar “manusia modern” itu terperangkap dalam situasi yang
menurut istilah psikolog humanis terkenal Rollomay menyebutkan sebagai satu derita yang
sudah kehilangan makna. Manusia kosong. Ia
resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan,
dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkan. Maka sangat tepat jika konsep tasawuf
dihidupkan lagi sebagai paradigma penting dalam pendidikan utamanya sebagai
pengembang spritual dan akhlak.
Pendidikan
yang berbasis spiritual dan akhlak pada hakekatnya produk dari tasawuf itu
sendiri. Spiritual merupakan pendidikan yang berkenaan dengan ruhani yang akan
muncul dalam bentuk jasmani sebagai refleksi dari ruhani akan muncul perbuatan
yang disebut dengan akhlak. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Al-Ghozali
mengenai tasawuf. Adapun pandangan Imam Al-Ghozali tentang tasawuf termaktub
dalam buku Tasawuf antara Al-Ghozali dan Ibnu Taimiyah karangan Abdul
Fattah (2005) adalah : “mengosongkan
hati dari segala sesuatu selain Allah, menganggap rendah segala sesuatu selain
Allah, dan akibat dari sikap ini mempengaruhi pekerjaan hati dan anggota badan.
Kalau memahami dari apa yang
didefinisikan Imam Al-Ghazali maka seharusnya pendidikan yang bertumpu pada
keimanan kepada Allah. Sebagaimana yang disampaikan Ustadz Luqman dalam seminar tentang sufism for
education yakni dengan cara menghilangkan keakuan atau dalam konteks bahasa
Arab mengganti ya’ dengan hu. Hal ini menunjukkan bahwa segala
sesuatu yang kita punya, miliki, pahami dan ketahui dikembalikan kepada Allah. Jika
konsep pendidikan yang kita implementasikan sudah mengarah pada hal ini maka
dipastika out put berupa sikap dan perilaku akan lebih baik. Hubungan spritual
dan Akhlak baik dengan Allah dan sesama akan terjalin sesuai koridor yang
benar.
Tasawuf
dijadikan sebagai paradigma dalam pendidikan merupakan bentuk problem solving
dari persoalan dan kegelisahan masyarakat. Tasawuf dapat dijadikan paradigma
pendidikan jika berdasarkan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan
as-Sunnah. Permasalahannya adalah, apakah sumber utama tasawuf yang
digunakan merupakan dari ajaran agama Islam. Jika melihat konteks
pendidikan yang terjadi di pesantren, tentu tasawuf yang diimplementasikan tidak lepas dari al-Quran
dan as-Sunnah. Dengan begitu tasawuf menggunakan ajaran Islam sebagai
sumber utama dan landasan pokok dalam berpikir, bernalar dan berperilaku.
Satu
kelompok berpendapat bahwa tasawuf bersumber dari ajaran Islam, tumbuh
dan berkembang dengan perantara ajaran-ajaran Islam yang luhur yang diamanatkan
Al-Qur’an dan As-sunnah. Masih dalam karangan Abdul Fattah kelompok lain berpendapat bahwa tasawuf
berakar dari ajaran diluar Islam, sumbernya adalah Majusi atau Hindu, Kristen
atau Yunani, atau bahkan merupakan campuran dari ajaran agama-agama tersebut.
Pendapat kedua ini, merupakan pendapat yang tidak ada sandaran dan landasan
historinya. Sedangkan, kelompok yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari
ajaran Islam, merupakan kelompok yang berjasa dan mendukung perkembangan
tasawuf. Kelompok ini yang senantiasa berinteraksi dengan sufi dan membentuk
bibit awal tasawuf dan Islamlah sebagai sumber ajarannya.
Sejalan dengan Lynn Wilcox dalam buku Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf (sebuah Upaya
Spiritualisasi Psikologi) (2003) tasawuf sebagai paradigma pendidikan spiritual
dan akhlak, dikarenakan tasawuf membentuk manusia pada ketenangan hati yang mengarahkan
pada kebaikan. Melalui pemahaman dari definisi yang disampaikan Lynn Wilcox inti ajaran tasawuf ada dua yaitu maqam
dan hal. Maqam didapatkan dengan cara melakukan delebrate
practice (latihan terus – menerus dan menunjukan peningkatan). Hal
berbeda dengan maqam. Sedangkan hal adalah hibah yang
dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya.
Tasawuf sebagai paradigma pendidikan spiritual
dan akhlak, merupakan salah satu alternatif solusi untuk mengisi kekosongan spiritual dan akhlak manusia dalam
kehidupan modern, yang sudah didoninasi oleh pola pikir dan prilaku yang mengutamakan
materi. Tasawuf; kedudukan, pengertian dan ajarannya diharapkan mampu
mengimbangi antara aspek materi dan spiritual bagi para pelakunya. Selain itu,
tasawuf dapat mempercepat kematangan kedewasaan manusia dalam menjalani
pendidikan dan kehidupan yang modern.
Untuk mengimplementasikan
konsep tasawuf sebagai paradigma dasar dalam landasan pendidikan dapat
dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, menjadikan al-Quran dan as-Sunnah
sebagai landasan berfikir, bernalar dan berperilaku. Kedua, membentuk sistem
pendidikan yang berbasis latihan berupa pembiasaan ibadah. Ketiga,
mengedepankan konsep perilaku dalam hal ini akhlakul karimah yang
tercermin dalam aturan-aturan sehari-hari.
wallahu a’lam bisshowab.
Posting Komentar