sumber foto : youthmanual.com
Ada pernyataan menarik dari salah satu siswa Madrasah
Aliyah ketika saya ikut teman mengajar les privat matematika kemarin. Siswa tersebut
berkata “saya lupa materi minggu kemarin soalnya banyak tugas mata pelajaran
yang lain, padahal saya tidak menyukai materi itu, saya jadi bingung mau
belajar mata pelajaran apa, semua guru mapel memberi tugas”.
Ketika satu siswa harus mengkonsumsi banyak mata
pelajaran, maka tidak heran jika siswa tersebut bingung mau belajar yang mana
duluan, yang mana yang harus ditinggalkan, dan yang mana yang harus
diprioritaskan. Sedangkan masing-masing guru akan memberikan sangsi jika tugas
yang diberikan tidak dikerjakan. Entah sangsi berupa nilai rendah, ancaman, dan
hukuman.
Tentu setiap siswa punya minat dan kecenderungan menyukai
salah satu mata pelajaran. Oleh karena sistem yang berlaku pada sekolah di
Indonesia siswa pun tidak bisa menghindar dari paksaan untuk belajar semua mata
pelajaran yang disuguhkan. Bagaimana ia bisa menikmati apa yang ia sukai,
ketika semua mata pelajaran harus dikonsumsi. Ibaratanya ada siswa yang hanya
ingin makan pisang, tapi dipaksa makan semangka, nangka, apel, salak, dan
buah-buah yang lain. Bagaimana seseorang tersebut bisa menikmati pisang, ketika
semua buah harus dimakan sekaligus.
Sebenarnya problem ini sudah lama diperbincangkan di
negeri kita ini. Hanya diperbincangkan saja sih. Belum ada solusi dan tindak
lanjut yang nyata untuk merubah. Mungkin karena banyak yang setuju siswa
disiksa dengan berbagai variasi pelajaran. Karena mereka yang setuju menganggap
bahwa siswa Indonesia punya kemampuan intellegensi lebih dari pada negara lain.
Ada yang berkata demikian “siswa Indonesia walaupun
belajar banyak mata pelajaran, toh bukti di olimpiade pada bidang sains maupun
sosial tetap jadi juara, bahkan negera lain yang difokuskan sejak kecil belajar
yang ia minati kalah tuh sama Indonesia”. Sekilas memang benar, bahwa niat
dan keinginan para pejabat pendidikan untuk mencerdaskan siswa Indonesia lewat
berbagai mata pelajaran bernilai baik. Tapi fakta keluhan para siswa sudah
beberapa kali saya dengar. Baik saat saya mengajar di kelas maupun saat bertemu
di luar kelas.
Begitu cerdasnya siswa Indonesia jika mampu menjadi siswa
yang diinginkan pengembang pendidikan yaitu mampu segala bidang. Mampu mengerti
dan paham semua materi pelajaran. Dan dengan kemampuan itu maka tidak lagi
membutuhkan orang yang mampu ini dan itu. Dalam benak saya, andaikan siswa
diberi kebebasan memilih belajar dengan fokus apa yang ia suka maka hasilnya
pun lebih maksimal dibidangnya. Karena yang ia kerjakan berdasarkan minat dalam
dirinya. Kalaupun nantinya ia harus belajar yang lain dengan cara tidak
terpaksa agar bisa dinikmati sesuai kebutuhan saja.
Problema ini sudah sedari dulu dibicarakan. Banyak orang
menilai dalam dua posisi, secara positif dan secara negatif. Lalu ada
pertanyaan begini, lebih cerdas mana guru dan siswa? Setiap guru hanya mampu
dalam satu mapel saja, tapi semua siswa harus mampu semua pelajaran. Pertanyaan
ini sedikit memberikan keterbukaan bagi para guru untuk memberikan kebebasan
belajar sesuai yang siswa minati. Tidak perlu memaksa bahkan menyiksa siswa
ketika di salah satu bidang yang lain tidak bisa. Apa seorang guru sejarah juga
bisa matematika, belum tentu juga kan.
Jika memang sistem pendidikan sudah tidak mungkin berubah
seperti yang saya paparkan, setidaknya setiap guru punya kesadaran untuk
mendidik siswa dengan pendekatan apa yang siswa minati. Tanpa perlu memaksakan
kehendak. Pada akhirnya pun pendidikan di Indonesia setelah lulus dari siswa tetap
saja memilih satu jurusan yang disukainya. Terus mata pelajaran yang menumpuk
tadi hilang kemana?
Problema tentang sekolah formal memang terus terjadi
benturan. Di sisi lain masih sangat beruntung di negeri kita ini negara
memfasilitasi pendidikan dengan adanya sekolah formal, walaupun pemerataan
pendidikan baik dari biaya dan sarana masih jauh dari harapan. Bahkan ada yang
bilang “sekolah memiskinkan”, dan yang lain lagi berkata “apalagi tidak sekolah”.
Jadi memang pendidikan kita ini serba membingungkan. Ada sekolah favorit ada
yang tidak pavorit, ada sekolah elit ada yang tidak elit, ada sekolah gratis
ada sekolah yang bayarnya mahal.
Dari problema di atas yang terpenting para pemangku
pendidikan, baik guru, pendidik, dan segala praktisi pendidikan dapat
memberikan pelayanan terbaik kepada siswa. Menghargai sekecil apapun karya
siswa, membuka ruang berpikir untuk memilih cara dan metode belajar siswa. Menyuguhkan
tempat dan waktu untuk memperluas wawasan yang siswa minati untuk dipelajari. Tidak
membatasi, apalagi memaksa harus tahu semua bidang pelajaran. Kasihanilah siswa,
ia menangis tapi tidak tampak. Ia tersiksa tapi guru tak merasa. Ia berduka
tapi pendidik bersuka cita. Tentu kita masih bingung pada pendidikan formal
yang ada di negeri kita. Wallahu a’lam bisshowab
Posting Komentar