Sungguh menyedihkan dalam pikiran saya ketika melihat suasana
interaksi sosial di kompleks perumahan. Pengalaman beberapa kali saya
berdomisili di kompleks perumahan selalu melihat sesuatu yang kurang terlihat
kekerabatannya, persaudaraanya, dan keakrabannya. Walaupun tidak semua kompleks
perumahan tampak seperti itu.
Salah satu yang sangat miris sekali ketika salah satu
tetangga di kompleks perumahan ada yang meninggal dunia. Maka ukhuwah insaniahnya
dalam diri tetangga yang lain sulit untuk bisa teraplikasi. Takziah bukan dari
tetangga sebelah, melainkan saudara yang jauh yang menghampirinya.
Tetangga hanya
datang sebentar kemudian pulang lagi, itupun kalau sempat datang. Sungguh terlihat
perbedaan yang jelas dari kehidupan sosial di perumahan dan di suatu kampung
atau desa. Padahal kalau dibilang penghuni perumahan itu, kalangan ustadz,
guru, dosen, ilmuwan, pegawai kantor pemerinatahan dan orang-orang berilmu. Tapi
entah kemana kepekaan sosialnya.
Hal ini dikarenakan berbagai faktor yang menyebabkan
adanya ukhuwah yang kurang baik antartetanngga. Pertama, karena rata-rata yang
menetap di kompleks perumahan seorang perantau atau pendatang baru dari daerah
lain. Kedua, mereka punya kesibukan kerja misalnya pegawai, pengusaha,
perusahaan, dan karir-karir yang lain. Ketiga, mereka seakan-akan tidak
mempunyai rasa tanggung jawab sosial dengan alasan tidak ada hubungan sanak
famili. Keempat, mereka para pendatang ada berbagai suku dan budaya, bahkan
agama asli dari daerahnya yang belum bisa dipadukan dengan budaya dan tradisi
tetangga.
Empat faktor yang penulis sebut bukan satu-satunya alasan
yang tidak baik dari adanya interaksi sosial di kompleks perumahan. Masih banyak
faktor-faktor yang lain yang menyebabkan kompleks perumahan menjadi kurang
berinteraksi sosial sebagaimana di desa. Tentu kehidupan sosial di kompleks
perumahan tidak bisa dibandingkan dengan penduduk di suatu kampung. Walaupun semestinya
para penduduk perumahan harus belajar dari interaksi sosial yang terjadi di
suatu penduduk Desa tau Kampung.
Tapi di sisi lain ada banyak juga kompleks perumahan yang
sudah mulai tumbuh toleransi, ukhuwah, dan ikatan persaudaraan yang kuat. Ini juga
terjadi ketika penulis berdomisili di sebuah masjid yang ada di sebuah
perumahan. Di perumahan ini nilai-nilai budaya dan tradisi desa mulai ditumbuhkembangkan.
Ikatan persaudaraan terlihat dalam kegiatan acara RT dan juga acara Masjid. Di tempat
ini sudah ada kegiatan tahlil secara bergiliran setiap bulan, ada kegiatan
khotmil Quran, kerja bakti dan kegiatan-kegiatan PKK. Hal ini menunjukkan bahwa
mereka sudah mulai punya kesadaran akan ukhuwah insaniahnya sebagai mahluk yang
tidak lepas dari kehidupan sosial.
Kalau belajar dari kehidupan sosial yang ada di perumahan
bahwasanya kesejahteraan itu tidak bisa dilihat dari jabatan, uang, maupun materi
yang lain. Kesejahteraan, ketetrataman, dan kenyaman hidup seseorang itu bersifat
relatif. Ada hanya karena kenyaman sosial maka hidup pribadinya merasa nyaman. Ada
karena ketentraman warga setempat maka keluarganya pun merasa tentram. Begitu pun
kesejahteraan. Wallahu a’lam bisshowab.
Posting Komentar