TAK
BANYAK orang yang tahu bahwa Marx meninggalkan manuskrip seribu lembar tentang matematika. Manuskrip itu ia tuliskan selama waktu senggang pada tahun 1881.
Isinya adalah pemaparan tentang kalkulus diferensial. Proyek penulisan itu tak
hanya memiliki nilai rekreasional bagi Marx, tetapi juga ditujukan untuk
menguasai salah satu sarana kunci dalamprogram kritik ekonomi-politik yang
tengah ia jalankan. Paul Lafargue melaporkan bagaimana Marx percaya bahwa
‘sebuah ilmu tak akan sungguh-sungguh berkembang sebelum ilmu tersebut belajar
menggunakan matematika.’
Kita
tak akan mendiskusikan isi manuskrip itu di sini, sebab apa yang termuat di
sana hanyalah catatan-catatan belajar yang dibuat Marx. (Engels agak berlebihan
ketika ia menyatakan di upacara penguburan Marx bahwa Si Moor ‘mencapai temuan
baru di berbagai bidang yang dipelajarinya, termasuk matematika.’ Marx mungkin
seorang polymath, tetapi sepertinya tidak dalam hal matematika.) Apa
yang akan kita persoalkan adalah status ontologis matematika itu sendiri,
melihat betapa sentralnya matematika dalam perumusan ilmu-ilmu secara umum
seperti diakui Marx sendiri (bahkan dalam revolusi sosialis, setidaknya menurut
para aktivis Revolusi Kebudayaan).
Matematika
sering dianggap sebagai ‘bahasa ilmu-ilmu.’ Fisika, sebagai ilmu fondasional
dalam ilmu-ilmu alam, dituliskan melalui bahasa matematika. Galileo sendiri
mengatakan bahwa Kitab Alam tertulis dalam bahasa matematika. Sebagai
padanannya dalam ilmu-ilmu sosial, ekonomi pun diuraikan dalam rumus-rumus
matematika. Karena peran sentralnya dalam ilmu-ilmu inilah, matematika kemudian
dianggap sebagai paradigma objektivitas. W.V. Quine dan Hilary Putnam pernah
mengatakan bahwa karena matematika tak dapat dikesampingkan dalam ilmu-ilmu
yang nyatanya telah menghasilkan prediksi yang memuaskan atas fenomena empirik,
maka tentunya entitas-entitas yang dinyatakan dalam matematika ada. Tesis ini,
kemudian dikenal sebagai indispensability of mathematics, bertolak dari
fakta kesuksesan ilmu-ilmu yang menggunakan matematika untuk lantas
menyimpulkan keberadaan independen entitas-entitas matematika. Argumen tersebut
merupakan salah satu landasan realisme matematis.
Apa
artinya jika entitas-entitas matematika bersifat independen? Tentu artinya
bahwa kebenaran proposisi matematis seperti 5 + 7 = 12 tidak tergantung pada
manusia. Dan kebenaran proposisi tersebut dijamin oleh asumsi bahwa 5, 7 dan
12—atau bilangan secara umum—tetap ada kendati tak ada seorang pun yang
memikirkannya. Dengan kata lain, 5 + 7 = 12 tetap benar pada masa kini maupun
masa sebelum makhluk hidup muncul di muka bumi. Inilah yang secara intuitif
diterima oleh para matematikawan sebagai asumsi kerjanya. Tentu pandangan ini
tidak universal di kalangan para filsuf matematika yang biasanya memang lebih
sibuk membahas asumsi-asumsi matematika ketimbang matematikawannya sendiri.
Kaum
nominalis (seperti Jody Azzouni) memandang bahwa proposisi-proposisi matematis
dapat benar tanpa mengandaikan keberadaan entitas matematika secara independen.
Proposisi matematis hanyalah instrumen dalam memahami realitas spasio-temporal;
bilangan hanyalah nama-nama yang kita terakan pada semesta fisik. Salah satu
posisi yang lebih radikal dalam kubu ini adalah fiksionalisme. Posisi ini
menyatakan bahwa karena entitas-entitas matematika tidak ada, maka sebagian
besar proposisi matematis keliru.
Satu-satunya jenis proposisi yang dapat benar
dalam matematika, menurut posisi ini, adalah proposisi negatif, misalnya ‘tidak
ada bilangan prima terbesar.’ Proposisi itu juga benar dalam matematika
standar, tetapi dalam fiksionalisme proposisi itu benar untuk alasan yang
berbeda, yakni karena tidak ada bilangan sama sekali maka dengan sendirinya
tidak ada bilangan prima terbesar (Colyvan 2011: 65-66). Di kalangan
matematikawan sendiri, posisi nominalis dan fiksionalis ini tak banyak
diterima. Ada ungkapan bahwa apabila seorang matematikawan berposisi nominalis,
pasti ia hanya seperti itu pada akhir pekan saja, sementara pada hari-hari
kerja ia niscaya seorang realis. Lagipula matematikawan berbeda dengan novelis.
Posting Komentar