Aku Menulis - Siang itu tepatnya hari ahad tanggal 13
September 2015 berkisar pukul 13.00 WIB di Universitas Islam Malang (UNISMA)
kami bertiga (saya, Ali, Rosyid) ngobrol-ngobrol tentang dunia pendidikan, baik
sejarah, politik, ekonomi, dan segala macam perbincangan terkait kampus. Dan
yang lebih penting kita membicarakan tentang dunia baca tulis yang sudah
semakin luntur terutama di kalangan mahasiswa itu sendiri.
Berawal dari perbincangan pada saat itu Ali
mengajak saya dan Rosyid untuk bergabung pada ide cemerlangnya dalam membangun
pola pikir yang lebih kritis dan divergen. Dia mempunyai sebuah tekad untuk
membentuk kelompok Sinau berapapun anggotanya dengan sebuah nama Detak Aksara.
Nama ini tidak sekedar nama yang asal-asalan melainkan melalui pertimbangan
dari gurunya yang dianggap mumpuni dalam keilmuannya.
Inisiatif
adanya perkumpulan diskusi ini berawal dari pengalaman Ali semenjak ikut kursus
bahasa di Pare dan kunjungannya ke Solo untuk sharing bersama Mas Bandung. Ali
pun bercerita kita sudah ketinggalan jauh oleh zaman, disebabkan kurangnya
minat baca. Pendidikan yang carut marut saat ini belum mampu untuk membangun
budaya baca.
Membaca yang
tidak sekedar membaca itu butuh pola pikir yang tidak mengkerucut melainkan
pola pikir yang menyebar. Menulis yang tidak sekedar menulis butuh rombakan
atau revolusi setiap saat. Berbicara yang tidak sekedar berbicara butuh
pemahaman yang menggelobal.
Dalam
kelompok Sinau yang di dalamnya terdapat diskusi keilmuan, sharing pengetahuan,
dan meningkatkan daya ingat untuk menuangkan ke dalam tulisan bukan sebuah
organisikasi formal yang terikat dengan aturan dan banyak konsep melainkan
sebuah kelompok kecil yang di dalamnya tiada lain hanya untuk membiasakan
membaca, berbicara, dan menulis.
Pepatah
berkata”tiada kata terlambat selagi
untuk belajar” maka saya pun menanggapi dengan penuh antusias dan menyatakan sanggup
untuk bergabung di kelompok Sinau Detak Aksara. Pikiran ini
sudah mulai terbuka dan ada jalan untuk tidak sekedar duduk diam bermalas-malas
tanpa makna apapun.
Membaca
bukan sebuah hobi melainkan sebuah kebutuhan, menulis bukan sebuah cita-cita
melainkan sebuah kebiasaan. Siapapun bisa melakukan hal itu dengan membuang
kemalasan. Kemalasan akan terbuang salah satunya oleh lingkungan yang mendukunge.
Tanpa
beranjak membelok dari dunia yang serba formalitas pikiran ini tidak akan
berkembang. Dunia permakalahan yang terikat dengan waktu dan penilaian membuat
baca tulis termanipulasi oleh copas (copy paste) pemikiran orang. Dunia
blogspot yang bukan karya bloger masih saja dipercaya untuk diperdebatkan. Sang
pemilik bukupun terasingkan gara-gara kutipan sembarangan.
Sampai
pemahaman agama yang serba plagiat dari kyai kondang dan penceramah di panggung
megah dan layar televisi membuat insan ini berpikir mati dan tidak mau membuka
sejarah melalui buku lama yang lusuh di toko buku atau di perpustakaan. Sebuah
ide besar dari Ali sebagai penggagas kelompok Sinau untuk mengulang bersama
menilitik sejarah melalui Detak Aksara.
Dari saking
miskinnya dunia baca saya, tulisan ini pun jauh dari kutipan. Rasa malu ini
sedikit terobati dengan keberanian menggoyangkan jari merangkai kata demi kata
menjadi sebuah judul AKU MENULIS. Harapan besar semoga kelompok detak aksara
tak sekedar punya teori dan konsep. Tapi dengan satu pertemuan membuat rindu
pertemuan yang akan datang. Salam Tinta Karya.
Posting Komentar