OLEH : MISBAHUDDIN
Selama ini Madura hanya dikenal sebagai Pulau Garam, suatu komoditas
yang kurang menarik. Madura juga diidentikkan dengan
lelucon-lelucon konyol dan juga makanan khas Sate Lalat (sate berukuran kecil).
Yang lebih memprihatinkan, Madura dianggap sebagai Jago Carok, sebuah kata yang membanggakan sekaligus
memilukan. Membanggakan karena melambangkan sifat ksatria, dan memilukan karena
menunjukkan tingkat pendidikan dan toleransi yang minim.
Tidak banyak yang
menyadari, termasuk Putra/i Madura sendiri, bahwa bumi Madura menyimpan
kekayaan alam berupa tambang yang sangat berharga seperti Gas Alam (Liquid
Natural Gas, LNG). Padahal sudah beberapa tahun ini LNG (dan mungkin juga
Minyak Bumi) telah di-bor (drilled) dan disalurkan ke wilayah Industri di Jawa
Timur seperti Gresik, Surabaya, Sidoarjo, dll.
Sebagian kita mungkin masih ingat bahwa pada Pekan Olahraga Nasional
(PON) tahun 1992, api PON diambil dari Api Tak Kunjung Padam yang
berada di Kabupaten Pamekasan, Madura. Api Tak Kunjung Padam adalah salah satu fenomena kecil yang
menunjukkan bahwa bumi Madura mengandung begitu banyak sumber Gas Bumi, hingga
ke permukaan daratan (on-shore). Di taman wisata Api Tak Kunjung Padam
pengunjung dapat menyalakan api hanya dengan korek api, langsung dari permukaan
tanah, tanpa bahan bakar apapun.
Bagaimana halnya
dengan di lautan (off-shore)? Fakta menunjukkan bahwa saat ini LNG dari Madura
telah memasok 60% kebutuhan Industri di Jawa Timur, di mana LNG tersebut
diambil dari wilayah kepulauan Kangean yang disalurkan melalui pipa laut sejauh
450 km ke arah pulau jawa. Belakangan diketahui bahwa sudah direncanakan (dan
diimplementasikan) pembuatan pipa laut ke arah Bali.
Lantas bagaimana
dengan masyarakat madura? Adakah mereka sudah menikmati insentif yang seimbang
dengan apa yang disumbangkan oleh Bumi Madura kepada Nusantara? Sebuah
pertanyaan besar.
Temuan di lapangan
menunjukkan ketidakadilan terhadap masyarakat sekitar pertambangan, mulai dari
harga pembebasan lahan, penyediaan listrik, transparansi pembagian
pusat-daerah, dan pelayanan masyarakat yang lain.
Penambangan di
laut (on-shore) memang lebih mudah menghindar dari sorotan masyarakat
perkotaan. Tetapi masyarakat kepulauan bukan masyarakat yang bisa dibodohi.
Tipikal masyarakat madura yang cekatan, pemberani, dan transparan telah membuka
fakta-fakta ketidakadilan tersebut.
Posting Komentar