Oleh: Misbahuddin
(hasil cangkringan di warkop dengan Kang Jalal)
Dia memulai cangkringan dengan kami melalui perkataannya
bahwa Martin heideger merupakan salah seorang filsuf besar setelah Immanuel
kant. Pada akhir hidupnya filsuf ini khusus menulis beberapa buku untuk
mengkritik Immanuel kant. Sehingga filsafat di kemudian hari dikenal sebagai
filsafat Post Cant Tiang (filsafat pasca Immanuel kant).
Setelah jeda sejenak kang jalal melanjutkan ceritanya. Dia
berkata bahwa Martin Heideger juga terkenal sebagai filsuf eksestensial dan
sekaligus filsuf fenomenologis. Dengan canda tawanya kang jalan berkata “saya
tidak akan membicarakan tema yang berat-berat, karena kalian masih anak muda
yang kekanak-kanakan” tapi saya akan membicarakan sebuah tema tidak secara
berat tapi tema itu emang sangat berat. Dengan perkataan itu teman-teman pada
ngakak dengan ketawa yang begitu bebas.
Dia pun juga tidak mau kalah untuk tertawa ria bersama
rekan-rekan kami dengan bijak dia berkata “saya akan membicarakan tentang
PEMBICARAAN HEIDEGER tentang KEMATIAN”. Merupakan sangat unik bagi penulis,
karena warung kopi tidak menutup kemungkinan untuk dijadikan lembaga keilmuan.
Apalagi tema yang di usung saat itu oleh kang jalal adalah berkaitan dengan
kematian.
Inilah ulasan singkat yang dapat penulis tangkap dari
cangkringan saat itu. Bahwa Heideger pernah berkata ada dua macam kematian.
Beliau biasa mengungkapkan dengan bahasa Jerman. Yang pertama adalah shterben
yang artinya juga mati dan yang kedua disebut uplieben (up artinya off dalam
bahasa inggris, lieben artinya hidup dalam bahasa indonesia) atau ketika
digabung dalam arti keindonesian adalah meninggal dunia.
Kang jalal menilai bahasa indonesia tidak cukup
menggambarkan hal itu. Karena heideger berkata uplieben adalah kematian yang
datang dengan sendirinya yang tidak membedakan antara kematian manusia atau
kematian binatang atau kematian tanam-tanaman atau kematian jam kematian
elektronik-elektronik dan lain sebagainya itu semua Uplieben.
Suatu kematian yang tidak bisa kita hindarkan dan pada
waktunya toh akan datang lagi menyergap kita dinamapun dan kapanpun. Sambil
minum kopi sejenak kang jalan melanjutkan dengan apa yang tercantum dalam
al-quran bahwa “dimana pun kamu hidup kematian akan membungkam”.
Begitu juga yang telah disampaikan oleh Imam Ali “setiap
tarikan nafas kita adalah langkah kaki kita menuju kuburan kita”. Lalu kang
jalal dengan lucunya berkata “jika adik-adik tidak mau mati, maka tahanlah
nafasnya agar tidak melangkah ke kuburan tapi meloncat dengan segera”. Jadi ini
adalah kematian yang pertama yang tidak bisa dihindarkan.
Malam semakin larut dan kopi semakin dangkal tapi semangat
para teman-teman belum juga turun. Kang jalal pun berkata lagi bahwa “kematian
itu mengganggu manusia sepanjang hidupnya” karena manusia selalu berfikir
segala upaya menjalani hidupnya pada akhirnya akan berujung pada ketiadaan.
Semua yang manusia usahakan pada akhirnya akan ditinggalkan.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11.30 tapi masih ada
satu kematian shterben yang belum diulas tuntas. Heideger berkata bahwa
kematian ini adalah kematian yang ia rencanakan. Kematian yang mewarnai
kehidupan. Karena ia memikirkan bagaimana ia akan mati? Langkah hidupnya selalu
terwarnai denga pilihannya untuk menghadapi mati.
Heideger berkata dari hal ini ada juga yang menghindari atau
melupakan kematian dengan mencari hiburan atau mengumpulkan kekayaan. Tapi pada
yang kedua orang malah menjemput kematian heideger menyebutnya forloefen dalam
bahasa jerman (for artinya sebelumnya loefen berlari). Jadi dia berlari
menyongsong kematian itu, merindukan saat-saatnya ia mati seperti yang ia
harapkan dan ia rencanakan.
Dari ulasan ini kang jalal sedikit mengeluarkan pesannya
kepada kelompok kami dengan perkataannya “jika kalian menjadi Doktor, menjadi
Professor, yang tidak bisa digantikan oleh yang lain, dari sekarang ini
pilihlah bidang studi yang akan menjadi keahlian saudara, lakukan penelitian
terkait bidangnya”.
Pesan itu sangat dirasa penting oleh teman-teman dengan
menganggukkan kepala secara serius. Lalu beliau mengaitkan dengan suatu
kematian. Kita ingin mati seperti apa? Karena kematian yang kita inginkan akan
mewarnai kehidupan kita.
Kang jalal belum kekurangan bahasa dan kajian sehingga dia
memberikan contoh sejarah Islam untuk lebih bisa diingat oleh kita. Seperti
halnya kematian Imam Husein, Imam Husein berkata “sesungguhnya aku melihat
kematian itu sebagai suatu kebahagiaan”.
Jadi mengapa Imam husein berkata seperti itu? Karena pada
waktu Imam husein ingin mempersembahkan demi kejayaan agama Islam. Dan karena
itu pula seluruh hidupnya diwarnai dengan perjuangan-perjuangan.
Kang jalal pun memberikan tawaran terahir sekaligus menutup
cangkringan karena sudah sangat malam. Jadi pilihlah, adik-adik ingin mati
dalam cara apa? Apa ingin mati ditengah-tengah orang miskin yang adik-adik
layani, atau dalam membela kebenaran, atau ingin mati seperti matinya radio,
televisi, arloji atau tanam-tanaman. Semua akan menentukan dari hidup yang kita
jalani saat ini. Dan itulah sumbangan Heideger bagi kita.
Posting Komentar