Oleh: Misbahuddin
Mungkin aku adalah bagian dari sekian banyak guru yang merasa tidak pantas untuk menjadi guru. Aku yang masih jauh dari kata disiplin untuk dicontoh apalagi diteladani sikap dan sifatku. Etika dan segala tingkah lakuku belum mencerminkan bagaimana seharusnya sikap seorang panutan.
Maafkanlah aku siswaku, aku tahu kamu bosan mendengarkan ceramahku yang setiap hari hanya bawa spidol dan LKS ke kelas. Begitu kaku metode mengajarku yang begitu-begitu saja. Sehingga tidak heran, jika kalian tidak mendengarkan apa yang aku sampaikan. Karena bagitu kurang kreatifnya aku, kurang bisa menghidupkan suasana yang membuatmu semangat.
Aku menyadari itu semua adalah kekuranganku, dan anehnya lagi aku tidak mau memperbaiki diri untuk belajar. Apa mungkin karena aku seorang pekerja yang tidak ikhlas mengajar sepenuh hati. Sehingga berprinsip yang penting isi jurnal dan masuk kelas dan mendapatkan gaji dari atasan.
Memang benar nyatanya, aku belum merasa sepenuhnya mengabdi pada pendidikan. Lebih-lebih pendidikan di sebuah kota. Yang semuanya bisa dibilang bergantung pada uang. Sehingga mengajarku hanya untuk mencari uang. Sekolah hanyalah formalitas hidup yang turun temurun. Yang outputnya membawa selembaran kertas ijazah. Untuk kemudian diakui sebagai orang berpendidikan.
Sekali lagi aku minta maaf anak-anakku, aku tidak punya kuasa untuk berlaku mengikuti apa yang kalian mau dari konsep pendidikan ini. Aku hanyalah guru yang bekerja pada atasan. Atasanku juga bekerja pada kurikulum pemerintah. Dan pemerintahku yang membuat kurikulum. Kurikulumku memang membuatmu jenuh, setiap hari kalian harus gendong segitu banyak buku pelajaran dalam tasmu, belum lagi ditambah bekal makan dan minummu. Dan belum lagi kamu harus disangsi atas tugas dan pekerjaan rumahmu yang belum selesai.
Aku datang memaksamu paham Bahasa Arab, di lain waktu aku datang memaksamu paham matematika, dan di waktu yang lain lagi memaksa paham mata pelajaran yang lain. Tujuannya tidak lain agar nilai ulangannya bagus, agar kamu lulus ujian, dan agar kamu tidak dimarahi orang tua.
Sekali kamu bertingkah aktif dengan karakter sikapmu, aku langsung naik darah untuk memarahimu. Aku langsung nganggap kamu nakal dan perlu menerima sangsi, entah itu pukulan atau penurunan nilai. Dan atas sikapku yang meluapkan amarah atas ketidaksabaranku hingga akhirnya memukulmu, akhirnya aku berurusan dengan orang tuamu, dan orang tuamu melaporkanku pada kepolisian dengan dalih kekerasan pada anak dan perlu ada perlindungan anak.
Aku merasa semakin tidak pantas menjadi guru yang sebenarnya guru, karena aku sedang berada di dalam pendidikan yang berbasis pada sistem kelulusan untuk diakui. Pendidikan yang mengekangmu berpikir pada lembar LKS dan buku pelajaran. Pada tugas, hafalan mufrodat, dan hafal materi. Pada ulangan harian, ujian dan kenaikan kelas.
Sekian siswa yang kuamati, ia yang rajin tetaplah jadi ia yang rajin. Ia yang pintar tetaplah jadi ia yang pintar. Sekolah tidak menjadikannya suasana membangun semangat belajar pada yang belum semangat. Dalam hal ini pelakunya adalah saya sebagai guru. Sampai saat ini belum mampu membangun semangat membaca pada anak didik, semangat ingin tahu dan semangat belajar. Lebih-lebih jika sekolahku tidak menyediakan aku berekspresi dan berkreasi lewat media yang memadai.
Kamu akan terus belajar dengan kursi dan meja layaknya prajurit yang disuguhkan ceramah sang komandan. Yang diperintah bertugas dan disiplin sesuai yang diinginkan. Jika kalian melanggar tunggulah teriakan marahku, bahkan sangsiku sebagai dalih efek jera. Karena bagiku terkadang tidak ada cara lain. Aku dikejar waktu mengajar, aku dituntut selesaikan materi dalam waktu yang ditentukan, sedangkan kamu belum siap untuk tahu dalam waktu yang singkat itu.
Mau tidak mau, aku kebut materi. Tanpa peduli untuk menunggu kamu yang belum tahu dan mengerti. Inilah pendidikan kita nak. Guru yang dulunya sekolah mengaku lebih baik dari kalian saat ini. Tapi tidak semuanya begitu nak, beda zaman beda tantangan. Bisa jadi jika aku yang menjadi kalian saat ini belum tentu sebaik kalian. Belum tentu setertib kalian. Dan sebaliknya jika kalian yang duluan lahir bisa jadi kalian yang lebih baik.
Aku hanyalah manusia biasa anak-anakku. Dengan segala khilaf dan lupaku. Aku sadar bahwa aku bukanlah guru yang baik dan sempurna. Aku sadar, bahwa aku tidak akan bisa mengubah sistem pendidikan ini. Mustahil juga akan mengubah kurikulum yang berlaku. Setidaknya aku bisa mengubah mindset dan proses berpikir yang merdeka. Semangat belajar dan membaca. Semangat berteman dan bersahabat. Semangat menjadi manusia dan bersosial yang baik.
Aku masih sangat kurang metode, untuk membuatmu senang belajar bersamaku. Masih miskin kreatifitas untuk mengajakmu belajar dengan cara bermain. Dan terkadang aku harus cari materi lucu untuk menghidupkan suasana disaat jam siang tiba. Karena kalian sudah ada pada titik jenuh.
Aku tahu, ketika nanti kalian sudah besar, kalian sadar bahwa yang kamu pelajari saat ini tidak semua kalian ingat. Tidak semua kalian bawa ke pendidikan tinggimu. Tidak semua kalian pakai dalam proses kehidupanmu. Tapi, setidaknya kamu bisa membaca banyak hal dari proses pendidikan ini. Membaca fenomena alam dan sosial. Dan mampu bersikap etis dan bijak. Wallahu a'lam bishshowab.
Badung, 20 Januari 2019
Posting Komentar