Oleh: Misbahuddin
Saat ini, aktifitas pagi sampai siang hampir sama dengan sepuluh tahun yang lalu. Secara perputaran waktunya tidak jauh berbeda. Rutinitas yang saya jalani pun bisa dibilang hanya menunggu liburan untuk berlibur.
Dari sekian teman kelas dulu semasa Madrasah Ibtidaiyah tentunya tidak akan berminat untuk menjadi guru atau pengajar semua. Tapi bisa dibilang setidaknya ada satu atau dua orang yang menjadi guru, salah satunya adalah saya.
Bergantinya generasi ke generasi berikutnya tentu harapannya selalu lebih baik. Ketika dulu saya menjadi siswa MI mendapatkan proses pembelajaran yang membuat saya jenuh, bosan dan ngantuk. Maka saat ini siswa yang saya ajarkan setidaknya tidak seperti itu.
Jika dulu saya ada banyak perasaan tertekan oleh karena banyaknya tugas dan hasilnya nihil maka saat ini pun saya harus mengurangi. Begitu pun sebaliknya, jika dulu banyak siswa berhasil karena ketegasan, kedisiplinan dan keuletan guru, maka saya pun harus menirukan dari beliau para guru.
Pada intinya, pendidikan itu sekolah untuk sekolah lagi. Secara formal seperti itu. Tapi secara keilmuan, sekolah untuk mensejahterakan. Sekolah untuk mengembangkan keilmuan dalam hidup bersosial setidaknya tidak buta huruf untuk membaca.
Terimakasih yang tiada terhitung banyaknya kepada para guru di tingkat Raudatul Athfal dan guru ngaji di langgar dulu. Menjadi penyebab bisa membaca, mengaji, dan juga pengetahuan-pengetahuan moral dan tata Krama.
Begitu pun para guru MI selama enam tahun lamanya, mengembangkan keilmuan dari apa yang sudah bisa saya baca. Dan tidak lupa guru Madrasah Tsnawiyah dan juga Madrasah Aliyah menjadi penyebab berkembangnya pola berpikir saya, pengalaman-pengalaman perjuangan, dan keorganisasian dalam bersosial di masyarakat.
Saya mengajar saat ini, karena engkau para guru yang menjadi penyebab ilmu-ilmu Allah tersampaikan pada saya. Dan sekarang saya mulai ke sekolah lagi. Wallahu a'lam
Malang, 13 April 2018
Posting Komentar