Ibnu Arabi berkata, manusia bukan hanya
sekedar sebagai wakil Tuhan di muka bumi (khalifah fil Ardh) selaras dengan
citra-Nya, namun ia juga dibekali potensi'sifat-sifat ke-Tuhanan',
sepertimengasihi, mencintai, lemah lembut dst. Dan sifat-sifat itu dilimpahkan
Tuhan kepada manusia, sehingga manusia sungguh merupakan "puncak"
dari penciptaan Tuhan yang lengkap.
Di dalam diri manusia ada ruh dan
tubuh. Namun dalamperspektif sufi, tubuh hanya lah kendaraan ruhani untuk
melakukan aktivitas.Manusia bukanlah jasad lahir yang diciptakan dari
unsur-unsur materi, akan tetapi ruhani yang berada dalam dirinya yang selalu
mempergunakan tugas-tugasnya. [i]
Sukma akan kembali ke 'rumah Tuhan'
sementara jasad akan melebur bersama kesementaraan bumi. Bermuladari debu dan
akan kembali menjadi debu. Sukma atau qalb adalah sebuah nurani tempat daya
pikir jiwa yang membuahkan rasa. Di dalam nurani inilah tempat sebuah
romantisme 'pertemuan' antara pencipta dan yang dicipta.
Antara Khaliq dengan seorang hamba-Nya.
Hati nurani adalah cawan dari ke-Maha Lemah-Lembutan Tuhan. Sedangkan menurut
AlGhazali, hati manusia itu ibarat cermin, sedangkan petunjuk Tuhan diibaratkan
dengan cahaya. Hanya manusia berhati bersih lah yang dapat menangkap cahaya dan
memantulkan cahaya itu pada orang-orang dan makhluk-makhluk di sekitarnya.
Parasufi mengajarkan, agar manusia mampu
menangkap cahaya Ilahi ia harus memililki hati yang bening dengan jalan menguasai
nafsu-nafsu rendah seraya mengikuti jalan para nabi dan salafus shaleh melalui
latihan-latihan ruhani (riyadlah).
Salah satu latihan ruhani itu adalah
melalui shalat tahajud, shalat-shalat lainnya, puasa Senin Kamis, puasa Daud,
melayani kemanusiaan dengan kedermawanan waktu, tenaga, pikiran maupun materi ,
hidup zuhud (tidak loba dengan hal-hal yang bersifat duniawi ) dst. Secara
garis besar Komaruddin Hidayat (1994) menuturkan ada tiga tahapan besar latihan
jiwa untuk mencapai kesucian jiwa.
Pertama,
dzikir atau ta'allu. Yaitu berusaha mengingat dan mengikat
kesadaran hati dan pikiran kita kepada Allah. Dimana pun berada, seorang mukmin
tak boleh lepas dari berpikir dan berdzikir untukTuhannya (QS.3:31).
Kedua, takhalluq.
Yaitu, secara sadar, meniru sifat-sifat Tuhan, sehingga seorang mukmin memiliki
sifat-sifat yang mulia sebagaimana sifat-Nya. Proses ini disebut sebagai
prosesinternalisasi sifat Tuhan ke dalam diri manusia.
Ketiga,
tahaqquq. Yaitu kemampuan mengaktualisasikan kesadaran dan kapasitas
diri sebagai seorang mukmin, ia demikian dekat dan intim dengan Tuhan.Dengan
pencapaian seorang mukmin melalui tiga tahapan ini yang terjadi pada dirinya
adalah seorang hamba Tuhan yang perkasa, mengayomi, sekaligus penuhkasih dan
damai.[ii]
Ibnu Arabi mengatakan,barang siapa yang
mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya. Mengenal diri itu bukan hanya sebatas
mengenali tubuh seperti terpantul dalam cermin, melainkan merasuki keseluruh
ruang bathinnya. Hati manusia jagadnya melebihi luasnya langit dan bumi, ia
sanggup menerima'arsy Tuhan yang bumi dan langit pun tak sanggup. [iii]
Alangkah luasnya jiwa,bagi orang yang
mau menggunakan pikiran dan merasa. Tubuh diam di tempatnya, tetapi hati dan
pikiran sanggup mengembara kemana-mana. Hanya Pinjaman Manusia adalah sebuah
misteri,pun kita adalah misteri bagi diri kita sendiri. Terpusatnya pemikiran
pada hanya realitas semakin menjauhkan kita pada kesadaran akan adanya sebuah
jagad jiwa yang justru sesungguhnya itulah hakikat diri kita sebagai makhluk
ruhani. Apa yang tampak (baca:tubuh) akan lenyap, sementarajiwaakan hidup
abadi.
Tubuh kita semakin tua akan semakin
kehilangan pesonanya, yang ada adalah lemah, sakit-sakitan, kendur, terbungkuk
dan keriput. Akan tetapijiwa apabila dilatih, dengan usia yang kian menua ia
akan semakin tumbuh memesona. Tampilcantik, ganteng dan menarik itu
bagus.Memakai pakaian, kendaraan dan rumah yang memiliki cita rasa estetika itu
baik. Tetapi bukan segalanya.Karena itu bagi seorang sufi, spiritual yang
tumbuh dengan kesucian jiwa jauh lebih menarik hati dibandingkan dengan
memoles-moles diri dengan kosmetik duniawi. Sekali pun ia memiliki tubuh yang ganteng
serta cantik jelita, mereka hanya melihat itu semua hanya sebagai pinjaman
semata. Wallahu 'alam bissawab..
[i] Zainun Kamal, Antara Sukma Nurani
Dan Sukma Dhulmani dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Yayasan
Paramadina, 1994. hal. 201-206
[ii] Komaruddin Hidayat, Manusia dan
Proses Penyempurnaan Diri dalam Kontekstualisasi doktrin Islam Dalam Sejarah,
Yayasan Paramadina, 1994. hal. 191-192
[iii] ibid Note : Untuk Mas Fajar.
Terima kasih telah mengajak menulis aroma sufistik, walau pun penulis artikel
ini sama sekali jauh dari sifat-sifat seorang sufi...:)
Posting Komentar