PROGRAM
KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL
PROGRAM
BIDANG
KEGIATAN:
Diusulkan
oleh:
Nur Habibah LM (2130720082)
Rizqy Rahmawati (2130720091)
Misbahuddin (2130720096)
Ainur Rosidah (2130720099)
UNIVERSITAS ISLAM
MALANG
MALANG
2016
RINGKASAN
Pendididkan
berspektif global, seakan menyepelekan siswa yang tinggal di pedalaman. Kalau
melihat realita seakan pendidikan ini dimiliki oleh para masyarakat yang
berdomisili di kota saja. Padahal warga pedalaman merupakan bagian terpenting
yang harus mendapat fasilitas yang sama dari pejabat pendidikan demi
terwujudnya cita-cita bangsa untuk semua warga tanpa terkecuali. Berangkat dari
permasalahan ini maka penulis memberikan gagasan berupa pembelajaran dengan
kegiatan bercocok tanam untuk membantu para siswa pedalaman mendapat fasilitas
kurang memadai.
Tujuan utama
dari penulisan karya tulis ini adalah memberikan solusi dalam meningkatkan
minat untuk terus belajar utamanya belajar matematika. Tentunya penulisan ini
lebih fokus pada pemanfaatan media yang ada dalam lingkungan sekitar tanpa
harus monoton di dalam kelas.
Dalam aktivitas
belajar diperlukan variasi interaksi, yang dimaksud variasi ialah frkuensi atau banyak sedikitnya
pergantian aksi antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta
didik secara tepat. Frekuensi ini mempengaruhi kualitas dan kuantitas materi
pengetahuan yang diterima peserta didik (Suryati, 1998).
Melihat fakta
yang ada banyak siswa mengalami kejenuhan dalam belajar matematika. Maka
kegiatan langsung dengan memanfaatkan alam seperti bercocok tanam, berkebun,
berjelajah memberikan sebuah peluang
agar kegiatan belajar lebih menarik dan interaktif, bercocok tanam ini juga
dikonsep dengan adanya kegiatan-kegiatan belajar matematika sehingga penulis
menggabungkan menjadi Kegiatan Bercocok Tanam (KBT).
Data dan fakta
yang berhubungan dengan pembahasan tema ini didapatkan dengan tahapan-tahapan
pengumpulan data dengan cara pembahasan kritis terhadap ragam literatur yang
berhubungan dengan tema pembahasan. Dalam penulisan ini teknik analisa data
yang digunakan adalah analisa deskriptif kualitatif.
KBT memberikan
peluang agar kegiatan belajar lebih menarik dan interaktif. Melalui KBT, siswa
yang ada di pedalaman bisa memanfaatkan sawah atau kebun kosong atau bahkan
yang sudah ada tanamannya yang ada disekitar peserta didik. Dengan demikian
kejenuhan dalam belajar matematika terlaksana dengan baik.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Balakang Masalah
Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat erat
kaitannya dengan mutu pendidikan di Indonesia karena pendidikan merupakan salah
satu wahana yang dipandang dapat meningkatkan kecerdasan suatu individu.
Kecerdasan yang dimaksud adalah Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan
Emosional (EQ), bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan
sosial, dan lain-lain. Sistem pendidikan yang baik seyogyanya tidak hanya
berorientasi untuk dapat meningkatkan kecerdasan intelektual (IQ) tetapi harus
juga berorientasi untuk meningkatkan kecerdasan emosi (EQ) dari siswa.
Hal ini karena IQ danEQ merupakan dua sahabat yang saling
melengkapi. Tapi tidak kalah penting pada zaman sekarang untuk melatih siswa
sejak dini dalam ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, dan kematangan
sosial. Tiga ranah ini menjadi gagasan dasar penulis untuk meningkatakan siswa
pedalaman dalam belajar matematika dengan kegiatan bercocok tanam.
Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara sosial cakap
yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan mampu
membaca serta menghadapi perasaan orang lain secara efektif, memiliki
keuntungan dalam setiap bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan
persahabatan, ataupun dalam menangkap aturan-aturan tak tertulis yang
menentukan keberhasilan dalam politik dan organisasi. Orang dengan keterampilan
yang berkembang baik, kemungkinan besar akan bahagia dan berhasil dalam
kehidupan, serta dapat menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas
mereka.
Pembelajaran dengan kegiatan-kegiatan tertentu merupakan setrategi
pembelajaran dengan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan berbeda untuk
belajar bersama. Dalam kelompok siswa dituntut untuk saling membantu dan
kerjasama dalam memahami suatu bahan pelajaran. Pembelajaran tipe KBT adalah
pembelajaran kooperatif yang dilanjutkan dengan satu langkah lagi, yaitu
”bercocok tanam”. Dalam bercocok tanam ini setiap siswa mempunyai kesempatan
untuk menanam tanaman yang disukainya. Dalam proses penanaman siswa diarahkan
pada aturan tertentu yang berkaitan dengan matematika. Misalnya masalah
persamaan linier, matriks, peluang dan lain-lain. Pembelajaran kooperatif tipe
KBT lebih diutamakan pada belajar kelompok siswa dan implementasi matematika.
Dalam belajar kelompok siswa dituntut bekerjasama dan saling tolong
menolong dalam menyelesaikan bahan pelajaran tertentu, sedangkan dalam
implementasi matematika siswa diberi kesempatan untuk bersaing atau
berkompetisi dalam upaya meningkatkan daya saing atau aktivitas belajar siswa.
Dengan adanya daya saing yang tinggi, akan lebih memotivasi siswa untuk lebih
aktif, berani menghadapi tantangan, tenang menghadapi tantangan sehingga tidak
depresi. Model pembelajaran kegiatan bercocok tanam (KBT) dapat meningkatkan
aspek kognitif dan afektif siswa, sehingga dapat meningkatkan pengembangan
ketiga dimensi kecerdasan yaitu ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial,
dan kematangan sosial sehingga nantinya dapat memberikan peningkatan terhadap
EQ.
Berdasarkan uraian diatas tentu sangat menarik untuk dibahas
mengenai cara alternatif Meningkatkan Minat
Belajar Matematika di Pedalaman dengan Kegiatan Bercocok Tanam (KBT) sebagai upaya peningkatan Sumber Daya manusia dalam menghadapi
globalisasi dan persaingan bebas.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
2. Apakah
penerapan Kegiatan Bercocok Tanam di pedalaman dapat
meningkatkan minat siswa?
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan
alternatif metode mengajar yang bisa diterapkan di pedalaman untuk meningkatkan
minat siswa.
2. Mengetahui
apakah penerapan pembelajaran kooperatif bercocok tanam di pedalaman
mampu meningkatkan minat siswa.
1.4 Luaran yang Diharapkan
Adapun luaran yang diharapkan dari gagasan ini adalah sebuah hasil
pembelajaran yang efektif melalui model kegiatan bercocok tanam (KBT) yang
dapat menunjang proses pembelajaran di luar kelas sehingga dapat meningkatkan
minat belajar matematika utamanya siswa yang ada di pedalaman.
1.5 Manfaat Penulisan
Adapaun manfaat yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Diharapkan dapat memberi
masukan bagi para guru di pedalaman untuk memanfaatkan lingkungan sekitar
dengan tujuan menambat minat para siswa dalam belajar terutama matematika.
Menerapkan metode pembelajaran kegiatan bercocok tanam KBT untuk meningkatkan
minat siswa.
2. Dapat memberi masukan bagi
sekolah dan guru di pedalaman dalam upaya meningkatkan minat dan semangat
siswa.
BAB II
GAGASAN
2.1 Pembelajaran dengan Kegiatan Bercocok Tanam
Pembelajaran dengan kegiatan di luar kelas misalnya di kebun,
taman, halaman rumah merupakan suatu strategi pembelajaran dimana siswa dengan
kemampuan belajar berbeda, belajar dalam kelompok-kelompok kecil, saling
mengisi dan bekerja sama untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Pembelajaran
belum dikatakan berhasil apabila salah satu dari anggota kelompok belum
memahami bahan pelajaran yang diberikan. Dalam penerapan pembelajaran ini,
siswa dituntut menemukan sendiri informasi, mengecek informasi dengan
aturan-aturan lama dan melakukan revisi bila aturan-aturan tersebut tidak
sesuai lagi. Dengan demikian, ide pokok metode ini adalah siswa secara aktif
membangun pengetahuan mereka sendiri dan guru hanya sebagai fasilitator.
Dalam model pembelajaran kegiatan bercocok tanam (KBT) setelah
siswa belajar dan bekerja secara kelompok, siswa diajak pada suatu pengalaman
bercocok tanam yang disebut implementasi matematika. Sepertinya terdengar aneh
dan unik jika belum kita ketahui maksud dari bercocok tanam ini. Karena selama
kita belajar matematika belum ada implementasi matematika kaitannya dengan
bercocok tanam. Namun di pedalaman tiada cara lain untuk mengembangkan
teknologi karena keterbatasan fasilitas yang memadai. Maka bersahabat dengan
lingkungan dan memanfaatkan secara positif merupakan alternatif yang penulis
usulkan. Dalam hal ini pembelajaran dengan kegiatan bercocok tanam ada lima
komponen sebagaiman dalam konsep teams games tournament (TGT) (Suryanti, 1998). yaitu:
1. Presentasi
Presentasi bisa dilakukan oleh guru untuk memperkenalkan materi
pembelajarann. Presentasi ini langsung dilakukan di lokasi bercocok tanam.
Dalam presentasi guru memberikan arahan, menjelaskan aturan, dan tujuan
pembelajaran. Presentasi selanjutnya dilakukan oleh perwakilan siswa dari setiap
kelompok setelah melakukan cocok tanam dengan tujuan memberikan respon pada
atau memberikan kesan dalam belajar matematika dengan bercocok tanam.
2. Tim
Tim terdiri dari 3-5 siswa dengan kemampuan akademik yang
berbeda-beda. Anggota tim mewakili kelompok yang ada dalam hal kemampuan
akademis, jenis kelamin atau ras dan suku. Fungsi utama tim tersebut adalah
memastikan bahwa semua anggota tim belajar lebih khusus lagi untuk menyiapkan
anggotanya supaya dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan matematika
baik nantinya ketika memasuki dunia sosial kemasyarakatan. Tim merupakan
komponen penting dalam pembelajaran kooperatif bercocok tanam.
3. Peraturan
Peraturan didesain untuk menguji pengetahuan yang dicapai seluruh
siswa dan biasanya disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang relevan
dengan materi matematika yang nantinya bisa terjawab dengan media bercocok
tanam. Dalam membuat aturan ini dilakukan guru sesuai dengan tujuan dari materi
yang diajarkan. Kelengkapan lain adalah permainan yang berupa cepat dan tepat.
Hal ini juga dimaksudkan untuk melatih siswa tanggap dalam memecahkan masalah
sosial dengan cepat dan tepat.
4. Alat Bercocok Tanam
Alat yang digunakan dalam bercocok tanam adalah tanaman biji-bijian
atau sayur-sayuran. Bergantung pada musim yang sedang berlangsung. Misalnya
musim menanam jagung kita manfaatkan jagung, misalnya pada musim menanam kacang
tanah kita manfaatkan kacang tanah, atau yang tanpa musiman seperti
sayur-sayuran kita bisa memannfaatkan setiap waktu. Lebih mudah dilakukan jika
bibit yang akan ditanam sudah disediakan sebelumnya oleh pihak tertentu baik
dari guru atau orang lain. Tumbuhan ini dijadikan media utama dalam pelaksanaan
bercocok tanam. Baik nantinya dalam menghitung perkalian, penjumlahan, atau ketika
belajar barisan dan deret dan masih banyak bahasan yang dapat kita kaitkan
dengan model KBT ini.
5. Penghargaan Tim
Kegiatan pokok dalam langkah ini adalah memberikan suport
kepada setiap tim dan membagikan penghargaan. Hal ini ditujukan agar siswa bisa
senang dengan kreatifitas yang dilakukan selama proses belajar sambil bermain.
Di samping itu dimaksudkan agar siswa tidak merasa bosan untuk selanjutnya
diajak belajar lagi.
2.2 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kajian
pustaka. Metode kajian pustaka dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber yang
terkait dengan topik yang akan dibahas. Sumber-sumber kepustakaan tersebut
berupa kajian literatur dan kutipan artikel yang diambil dari sumber di
internet. Metode kajian pustaka ini dilakukan untuk mengetahui tentang minat
belajar dari para siswa yang tinggal di daerah tertinggal atau di pedalaman,
model pembelajaran kooperatif bercocok taman (KBT), serta untuk mengetahui
keterampilan kooperatif yang bisa dimiliki oleh siswa yang nantinya dapat
meningkatkan minat siswa.
2.3 Langkah-Langkah dalam Penulisan
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1. Identifikasi Masalah
2. Pengumpulan informasi dan data
3. Analisa Permasalahan
4. Penyusunan tulisan
5. Bimbingan
2.4 Analisis dan Sintesis
Dalam menghadapi era globalisasi dan persaingan bebas maka bangsa
Indonesia perlu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar memiliki
daya saing dengan negara lain. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan upaya peningkatan kecerdasan emosi (EQ) siswa di pedalaman
melalui pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan dan tidak membosankan untuk
terus belajar. Hal ini karena lingkungan merupakan salah satu faktor penting
yang menentukan kualitas SDM. Matematika merupakan acuan dasar dari pola pikir
terbaik dalam memecahkan masalah. Melalui logika berfikir yang terstruktur,
sistematis, dan berdasarkan definisi maka sangat tepat jika matematika
diajarkan secara menyenangkan dan tidak membosankan sejak dini.
Kualitas suatu individu tidak hanya diukur dari tingkat dari IQ
saja, namun terdapat kecerdasan lain yang sangat penting yang dapat menentukan
kualitas individu yaitu ketajaman pengamatan sosial. Banyak survei dan
penelitian ilmiah diberbagai negara maju telah membuktikan bahwa orang dengan
IQ sedang bisa lebih sukses dari orang yang memiliki IQ tinggi. Hal ini karena
orang yang memiliki IQ sedang tersebut lebih mampu mengembangkan ketajaman
pengamatan sosial yang dimilikinya bila dibandingkan dengan orang yang memiliki
IQ tinggi tersebut. EQ tidak bersifat permanen seperti IQ, sehingga hal ini
memungkinkan untuk mengasah ketajaman pengamatan sosial suatu individu agar
dapat berkembang lebih baik. Upaya pengembangan pengamatan sosial sangat baik dimulai
dari lingkungan belajar matematika yang menyenangkan, karena lingkungan belajar
dengan pola pikir matematika merupakan basis pengembangan pendidikan bagi
seseorang. Upaya pengembangan kepekaan sosial di lingkungan belajar terutama di
daerah pedalaman dapat dilakukan dengan memanfaatkan lingkungan sebagai
fasilitas dalam pembelajaran matematika. Dalam hal ini bentuk partisipasi
masyarakat sebagai orang tua siswa juga akan terlihat jelas.
Hal ini sangat sesuai seperti yang dikatakan memerlukan peran dari
masyarakat dan guru agar mampu menciptakan iklim pendidikan yang bersifat
kebersamaan (learning to live together) serta bersifat menyenangkan (joyful
learning) bagi siswa. Sehingga dalam belajar siswa tidak hanya
diorientasikan pada kemampuan kognitif semata tapi juga melatih kesadaran diri
(Self-awareness), pengaturan diri (Self-regulation), motivasi
diri (Self-motivation), empati (Empathy) dan keterampilan sosial (Social skills
) yang dimiliki siswa (Howard. 2000). Namun sayangnya, sistem pendidikan masih
terpaku pada IQ, hal ini dibuktikan dengan sistem pelulusan yang menggunakan
suatu nilai yang diambil dalam satu hari untuk mengukur hasil pembelajaran yang
telah dilaksanakan dalam tiga tahun. Bukan hanya IQ yang mempengaruhi
keberhasilan hidup suatu individu, peran hubungan sosial yang baik juga tidak
kalah penting sehingga sangat menarik untuk dibahas mengenai bagaimana cara
mendidik peserta didik dengan fasilitas seadanya agar benar-benar mengetahui
dari manfaat belajar materi pelajaran yang biasa diajarkan di kelas.
Model pembelajaran kooperatif bercocok tanam merupakan suatu model
pembelajaran yang dapat meningkatkan minat siswa serta menghilangkan rasa bosan
dalam belajar matematika. Pada model ini diawali dengan kegiatan memilih lahan
kosong yang akan digunakan sebagai media pembelajaran. Lalu siswa dikelompokan
dalam beberapa tim. Setiap tim terdiri dari 3-5 siswa yang anggotanya memiliki
kemampuan akademik yang heterogen. Tim ini berfungsi untuk memastikan bahwa
semua anggota tim belajar lebih khusus lagi untuk menyiapkan anggotanya supaya
dapat memperagakan materi yang sedang diajarkan.
Tim merupakan komponen yang sangat penting dalam pembelajaran
kooperatif bercocok tanam ini. Misal suatu kelompok belajar terdiri dari 20
siswa maka akan terbentuk 4 tim dan tiap tim terdiri dari 5 orang. Dalam
bergotong royong, masing-masing kelompok diberikan kebebasan untuk membuat
petak kecil sawah sesuai bentuk bangun datar. Misalnya ada yang berbentuk
lingkaran, segitiga, persegi, persegi panjang dan bangun datar yang lain. Para
siswa sesuai kelompoknya menempati petak sawah yang telah dibentuk. Kemudian
guru memberikan penjelasan materi yang akan diajarkan kepada masing-masing
kelompok. Misalnya pembelajaran tentang luas bangun datar. Jika kita menggunakan
ukuran 3 m x 4 m berapa tanaman jagung yang baik kita kita tanam dalam petak
sawah persegi panjang. Contoh yang lain dalam petak sawah yang berbentuk
lingkaran dengan keliling sekian kita dapat menanam kacang tanah sebanyak
berapa? Itulah sedikit contoh yang nantinya bisa diterapkan dalam kooperatif
bercocok tanam.
Dalam pengelompokan siswa menjadi beberapa tim dengan kemampuan
berbeda pada masing-masing tim, maka diharapkan akan terjadi peningkatan
dimensi kesadaran diri dan pengaturan diri siswa. Hal ini karena dengan berada
dan belajar bersama dalam suatu kelompok maka siswa dituntut untuk mulai
melakukan pengendalian emosi, menumbuhkan sikap saling percaya antar sesama
anggota tim, serta dapat melakukan penilaian terhadap kondisi emosionalnya
sendiri agar dapat diterima dikelompok tersebut. Sikap adaptif siswa juga
semakin berkembang karena setelah berada dalam satu kelompok maka siswa akan
berusaha melakukan penyesuaian diri dalam kelompok serta pengaturan diri dalam
kelompok.
Dengan adanya kegiatan belajar bersama dalam tim yang kemampuan
anggotanya heterogen akan dapat meningkatkan empati dan keterampilan sosial
siswa. Karena dengan belajar bersama dalam anggota kelompok akan terjalin
komunikasi antara satu dengan siswa lain, terjalin suatu ikatan solidaritas
dalam jaringan kelompok, tumbuh kemampuan untuk berkolaborasi dan berkooperasi
diantara siswa yang memiliki kemampuan berbeda. Ini akan mendorong tumbuhnya
kemampuan siswa dalam berinteraksi sosial secara efektif serta akan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat dilakukan
pada tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) ataupun Sekolah
Menengah Umum (SMU). Penerapan model pembelajaran ini untuk tingkst SD
sebaiknya dimulai dari kelas IV, karena pada tingkat ini siswa sudah mulai
berkembang aspek sosio-sentrisnya, anak mulai terbuka dalam pergaulan
sosialnya, selain itu pada kelas ini anak sudah mempunyai kemampuan membaca dan
menulis dengan baik, biasanya pada kelas ini biasanya tingkat kesulitan materi
pembelajaran mulai meningkat. Pada tingkat SD aspek sosio-sentris anak mulai
tumbuh sehingga sangat baik dilakukan pembinaan kesadaran diri, pengaturan
diri, empati, dan keterampilan sosial dari siswa.
Pada siswa SD sebaiknya lebih ditekankan pada melatih anak untuk
mampu mengetahui keadaann emosi diri, belajar memahami emosi teman-temannya,
peka terhadap keadaan teman, berkomunikasi dengan teman, serta melatih aspek
kerja sama (kooperasi) dalam belajar maupun menyelesaikan soal-soal dalam
pelajaran. Dengan melakukan kooperasi dan kolaborasi maka kepercayaan diri anak
untuk memahami materi pelajaran matematika juga akan dapat ditingkatkan selain
ketakutan anak akan materi pelajaran matematika dapat dihilangkan karena ketika
mereka menghadapi kesulitan mereka sudah memiliki teman untuk belajar bersama.
Guru hendaknya menjadi pembimbing dan penuntun anak dalam belajar kelompok,
namun guru tidak bertindak otoriter terhadap anak serta membiarkan anak
mengembangkan kesadaran
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe KBT di tingkat SMP dan
SMU dilakukan dengan langkah-langkah pengelompokan siswa dan belajar kelompok,
permainan, serta turnamen akademik dan penghargaan tim. Howard (2000) Hal ini
karena pada tingkat SMP dan SMU diharapkan dimensi kesadaran diri (Self-Awareness),
pengaturan diri (Self-Regulation), empati (Emphaty), dan
keterampilan sosial (Social Skills) dapat lebih dimantapkan serta mulai
untuk membina dan mengembangkan motivasi diri (Self-Motivation). Melalui
pemanfaatan lingkungan seadanya untuk menunjang perkembangan akademik
diharanpkan siswa mulai menumbuhkan kemauan (motivasi) untuk belajar matematika
tanpa harus dipaksa. Dalam pembelajaran mata pelajaran matematika guru
sebaiknya mulai memberikan permasalahan-permasalahan yang lebih mengasah nalar
dan mampu mengembangkan inisiatif siswa dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
Pada jenjang SMP dan SMU diharapkan kemampuan siswa berkomunikasi, menanggapi
suatu permasalahan, mengembangkan ide dan kreativitas serta inovasi dalam
menyelesaikan masalah dapat berkembang. Tentu saja hal ini akan mendorong
berkembangnya minat siswa.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Adapun simpulan dari tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran kegiatan
bercocok tanam untuk meningkatkan minat belajar matematika di pedalaman adalah
model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan proses bercocok tanam sebagai
media pembelajaran. Pembelajaran kegiatan bercocok tanam bisa
dilakukan pada jenjang SD, SMP, dan SMU.
2. Penerapan model pembelajaran kegiatan
bercocok tanam dalam matematika dapat meningkatkan minat siswa. Karena salah
satu cara bagi siswa yang tinggal di pedalaman dengan pemanfaatan lingkungan
yaitu bercocok tanam. Dengan model pembelajaran ini dapat memberikan pengaruh
pada siswa agar bisa menyenangkan dengan mengetahui manfaatnya secara langsung.
3.2 Saran
1. Diharapkan dapat dilakukan
berbagai penelitian lebih jauh terhadap berbagai model pembelajaran yang dapat
bermanfaat dalam meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika, karena
matematika merupakan salah satu faktor penting yang menjadi dasar proses
berpikir dengan baik apalagi terkait dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
bangsa dalam menghadapi globalisasi dan persaingan bebas.
3.3 Rekomendasi
1. Diharapkan dapat dilakukan
penerapan model pembelajaran kegiatanbercocok tanam dalam penyampaian materi
pembelajaran matematika di pedalaman sehingga dapat bermanfaat dalam
menumbuhkan rasa senang siswa pada matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Gardener, Howard. 2000. Multiple Intellegence, Kecerdasan
Majemuk: Teori Dalam Praktek, terjemahan Alexander Sindoro. Jakarta: intan
Aksara
Goleman, Daniel. 1997. Emotional Intellegence, Kecerdasan
Emosional, terjemahan T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Suryati. 1998. Pengembangan model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Teams Games Tournamen (TGT) dalam Rangka Meningkatkan hasil Belajar Fisika
Siswa SMU. Tesis (tidak diterbitkan). Program Pasca Sarjana UNESA
Posting Komentar