PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN MATEMATIKA REALISTIK

Kamis, 07 April 20161komentar

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika
Dosen pengampu : Dr. Sunismi, M.Pd



http://misbahuddinalmutaali.blogspot.com/2016/04/pembelajaran-kontekstual-dan-matematika.html




Disusun oleh:
LAILATUL FADHILAH (2130720095)
MISBAHUDDIN (2130720096)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kesehatan kepada penulis karena berkat usaha, kerja keras dan ketekunan serta keridhaan Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pembelajaran Kontekstual dan Matematika Realistik” dengan baik. Penulisan makalah ini bertujuan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika. Disamping itu juga demi tercapainya pembelajaran baru melalui konsep-konsep yang ada dalam materi ini.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan metode-metode pembelajaran yang berkembang di Indonesia, serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan metode-metode pembelajaran. Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.
              Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah berikutnya.Semoga makalah ini mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan segi positif bagi para pembaca.


                                                                                                Malang, 16 Maret 2015
                                   

                                                                                                Kelompok 9





BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Masalah pendidikan senantiasa menjadi topic perbincangan yang menarik, baik di kalangan guru, orang tua, lebih lagi di kalangan para pakar pendidikan.Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena setiap orang berkepentingan dan menginginkan pendidikan yang terbaik bagi siswa, anak atau generasi penerus bangsa ini.Terlebih lagi masalah pendidikan matematika selalu menjadi sorotan karena masih rendahnya prestasi belajar siswa pada bidang studi tersebut.Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia telah lama dilaksanakan, namun keluhan tentang kesulitan belajar matematika masih saja terus dijumpai.
            Rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika bukan semata-mata karena materi yang sulit, tetapi juga bisa disebabkan oleh proses pembelajaran yang dilaksanakan. Pentingnya proses pembelajaran ini ditegaskan oleh Soedjadi (1989) yang menyatakan bahwa: “Betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang ditetapkan belumlah menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan matematika yang diinginkan. Salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses belajar yang dilaksanakan”. Upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran telah diupayakan dengan melaksanakan pendekatan pembelajaran keterampilan proses dan CBSA, namun masih banyak permasalahan yang belum dapat diselesaikan, khususnya masalah pembelajaran di kelas. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya masih terpusat pada guru, bukan pada siswa.
            Ratumanan (2000) menyatakan bahwa dalam pengajaran matematika guru cenderung mentransfer pengetahuan yang mereka miliki ke dalam pikiran siswa. Siswa sering diposisikan sebagai orang yang “tidak tahu apa-apa” yang hanya menunggu apa yang guru berikan. Sementara itu Soedjadi (2001a) menyatakan bahwa dalam kurikulum matematika sekolah di Indonesia dan dalam pembelajarannya selama ini terpateri kebiasaan dengan urutan sajian pembelajaran sebagai berikut: (1) diajarkan teori/teorema/definisi (2) diberikan contoh-contoh dan (3) diberikan latihan soal-soal.
            Kebiasaan pembelajaran semacam ini menyebabkan guru mendominasi kegiatan belajar mengajar, sementara siswa hanya menjadi pendengar dan pencatat yang baik.  Hasilnya adalah siswa  yang kurang mandiri tidak berani mengemukakan pendapat sendiri, selalu meminta bimbingan guru dan kurang gigih melakukan ujicoba dalam menyelesaikan masalah matematika, sehingga pengetahuan yang dipahami siswa hanya sebatas apa yang diberikan guru.
            Pada hakekatnya dalam kegiatan belajar mengajar, yang belajar adalah siswa secara mandiri. Oleh karena itu hendaknya dalam proses pembelajaran guru memberikan arahan kepada siswa tentang bagaimana siswa harus belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Weinstein dan Meyer (dalam Arends, 1997: 243) yang menyatakan bahwa: “good teaching includes teaching students how to learn, how to remember, how to think, and how to motivate themselves”. Maksudnya pengajaran yang baik meliputi mengajar siswa tentang bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir, dan bagaimana memotivasi diri sendiri.Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sumani (2000: 29) yang menyatakan bahwa salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah memotivasi siswanya untuk belajar sendiri, artinya bagaimana guru mampu menumbuhkan motivasi intrinsic (dari dalam) siswa untuk belajar.
            Peran guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai fasilitator dan motivator untuk mengoptimalkan belajar siswa. Guru seharusnya tidak hanya memberikan pengetahuan jadi, tetapi siswa secara aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Ratumanan (2000) menyarankan agar seharusnya guru berpandangan bahwa matematika merupakan proses, sehingga pengajaran matematika merupakan suatu usaha membantu siswa untuk mengkontruksi pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga pengetahuan tersebut terkontruksi kembali. Dengan demikian pembelajaran matematika bukanlah suatu transfer pengetahuan, tetapi lebih menekankan bagaimana siswa membangun pemahamannya dengan membantu guru.
            Selanjutnya Burril (1997: 604) mengemukakan bahwa: Good teaching is not making learning easy!, is not making hard either. Students, teachers, parents, and administrators should understand that good teaching means that students are actively engaged in the learning process. Students are involved with problems, they struggle with ideas, and they take part in the dialogue”. Maksudnya pengajaran yang baik adalah siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa dilibatkan dalam masalah, mengemukakan ide-idenya, dan terlibat dalam dialog.
            Dari kedua pendapat tersebut, suatu pembelajaran yang baik adalah yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Untuk itu orientasi proses pembelajaran hendaknya diubah, peranan guru yang selama ini mendominasi kegiatan pembelajarn hendaknya dikurangi dan member peluang yang lebih besar kepada siswa untuk aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang terpusat pada guru sudah sewajarnya diubah menjadi terpusat pada siswa.
            Model pembelajaran hendaknya dipilih dan dirancang sedemikian sehingga lebih menekankan pada aktivitas siswa, sehingga perlu diupayakan mendesain suatu pengajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri.Dengan pembelajaran tersebut diharapkan dapat diperoleh prestasi belajar yang lebih baik.
            Model pembelajaran matematika realistik atau yang biasa dikenal denga Realistic Mathematics Education (RME) merupakan salah satu alternative pembelajaran yang tepat karena dengan model pembelajaran ini siswa dituntut untuk mengkontruksi pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran.Ide utama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran RME adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention) konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa.Prinsip menemukan kembali berarti siswa diberi kesempatan menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran.Berdasarkan soal siswa membangun model dari (model of) situasi soal kemudian menyusun model matematika untuk (model for) menyelesaikan hingga mendapatkan pengetahuan formal matematika (Gravemeijer, 1994: 100).Selain itu dalam pandangan ini, matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia.Oleh karena itu pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika sebagau bagian dari kegiatan manusia.Oleh karena itu pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika sebagai bagian dari kegiatan manusia.
            Dalam pembelajaran ini, guru berfungsi sebagai pembimbing dalam menyeleksi kontribusi-kontribusi yang diberikan siswa melalui pemecahan masalah kontekstual. Dalam memecahkan masalah kontekstual tersebut siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkan sehingga sangat mungkin dilakukan melalui langkah-langkah “informal” sebelum sampai kepada materi matematika yang lebih “forma” (Soedjadi 2001b:2). Dengan demikian pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi lebih terpusat pada siswa, dengan kata lain pembelajaran berlangsung secara aktif yaitu pengajar dan pelajar sama-sama aktif.
            Model pembelajaran RME telah dikembangkan di Belanda selama kurang lebih 30 tahun menunjukkan hasil yang baik. RME juga dikembangkan di beberapa Negara lain seperti USA (yang dikenal dengan Mathematics in Context), Afrika Selatan, Malaysia, Inggris, Brazil, dan lain-lain (Fauzan, 2001:1). Laporan dari TIMSS (Third International Mathematics and Science Study) menyebutkan bahwa berdasarkan penilaian TIMSS, siswa di Belanda memperoleh hasil yang memuaskan baik dalam keterampilan komputasi maupun kemampuan pemecahan masalah (dalam Yuwono, 2001:1). Model pembelajaran ini akan menjadi fokus dalam tulisan ini.
2.     Rumusan Masalah
            Perumusan masalah yang terangkum dalam beberapa pertanyaan akan dapat memudahkan pembaca memperoleh pemahaman dengan singkat tanpa harus kesulitan. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengertian pembelajaran kontekstual?
2.      Bagaimana kompenen-komponen dan elemen-elemen pembelajaran kontekstual?
3.      Bagaimana pengertian model pembelajaran realistik ?
4.      Bagaimana penjelasan dari prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik ?
5.      Bagaimana penjelasan dari ciri-ciri model pembelajaran realistik ?
6.      Bagaimana penjelasan dari langkah-langkah pembelajaran matematika realistik ?

3.    Tujuan
            Setiap suatu kepenulisan tentunya mempunyai tujuan tersendiri yang ingin diperoleh dari penulis atau pemakalah. Dalam strategi pembelajaran matematika realistik ini terdapat beberapa target yang ingin dicapai diantaranya adalah:
1.      Mengetahui pengertian pembelajaran matematika realistik, sehingga para guru/calon guru dapat melakukan kegiatan belajar mengajar dengan baik dan benar.
2.      Mengetahun prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik.
3.      Mengetahui ciri-ciri model pembelajaran matematika realistik.
4.      Mengetahui langkah-langkah pembelajaran matematika realistik, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung secara efektik.













BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran  kontekstual  (Contextual  Teaching  and  Learning)  adalah  konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan  mereka  sehari-hari,  sementara  siswa  memperoleh  pengetahuan  dan keterampilan  dari  konteks  yang  terbatas  sedikit  demi  sedikit,  dan  dari  proses mengkonstruksi  sendiri,  sebagai  bekal  untuk  memecahkan  masalah  dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi, 2003:13).
Pendekatan  kontekstual  (Contextual  Teaching  and  Learning  /CTL)  merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi  dunia  nyata  siswa  dan  mendorong  siswa  membuat  hubungan  antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota  keluarga  dan  masyarakat.  Dengan  konsep  itu,  hasil  pembelajaran  diharapkan lebih  bermakna  bagi  siswa.  Proses  pembelajaran  berlangsung  alamiah  dalam  bentuk kegiatan  siswa  bekerja  dan  mengalami,  bukan  mentransfer  pengetahuan  dari  guru  ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam  kelas  kontektual,  tugas  guru  adalah  membantu  siswa  mencapai tujuannya.
Guru bukanlah sebagai yang paling tahu, melainkan guru harus mendengarkan siswa-siswanya  dalam  berpendapat  mengungkapkan  ide  atau  gagasan  yang  dimiliki oleh  siswa.  Guru  bukan  lagi  sebagai  penentu  kemajuan  siswa-siswanya,  tetapi  guru sebagai  seorang  pendamping  siswa  dalam  pencapaian  kompetensi  dasar.  Menurut Zahorik  (dalam  Mulyasa  2006:219)  ada  lima  elemen  yang  harus  diperhatikan  dalam pembelajaran  kontekstual  yaitu:
1.            Pembelajaran  harus  memperhatikan,  pengetahuan yang  sudah dimiliki  oleh  peserta  didik; 
2.            Pembelajaran  harus  memperhatikan,  pengetahuan yang  sudah dimiliki  oleh  peserta  didik; 
3.            Pembelajaran  harus  memperhatikan,  pengetahuan yang  sudah dimiliki  oleh  peserta  didik; 
4.            Pembelajaran  dimulai  dari  keseluruhan menuju  bagian-bagiannya  secara  khusus; 
5.            Pembelajaran  harus  ditekankan  pada pemahaman,  dengan  cara: menyusun  konsep  sementara,  melakukan  sharing  untuk memperoleh  masukan  dan  tanggapan  dari  orang  lain,  merevisi  dan  mengembangkan konsep; 
6.            Pembelajaran  ditekankan  pada  upaya  mempraktekkan  secara  langsung apa-apa  yang  dipelajari; 
7.            Adanya  refleksi  terhadap  strategi  pembelajaran  dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
Pembelajaran  kontekstual  ini  memungkinkan  proses  belajar  yang  tenang  dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat  mempraktekkan  secara  langsung  apa  yang  telah  mereka  pelajari.  Pembelajaran kontekstual  mendorong  siswa  untuk  memahami  hakikat,  makna,  dan  manfaat  belajar, sehingga  memungkinkan  mereka  rajin,  dan  termotivasi  untuk  senantiasa  belajar, bahkan  kecanduan  untuk  belajar.  Kondisi  ini  akan  terwujud,  ketika  siswa  menyadari  tentang  apa  yang  mereka  perlukan  untuk  hidup,  dan  bagaimana  cara  untuk menggapainya.
2. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Depdiknas (2002:5) menyatakan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yakni:
2.1      Kontruktivisme (Constuctivism)
Kontruktivisme  (contructivism)  merupakan  landasan  berpikir  (filosofi) pembelajaran  kontekstual,  yaitu  bahwa  pengetahuan  dibangun  oleh  manusia  sedikit demi  sedikit,  yang  hasilnya  diperluas  melalui  konteks  yang  terbatas  (sempit). Pengetahuan  bukanlah  seperangkat  fakta-fakta,  konsep,  atau  kaidah  yang  siap  untuk diambil dan diingat. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu  yang  berguna  bagi  dirinya,  dan  bergelut  dengan  ide-ide.
2.2      Bertanya (Questioning)
Bertanya  (questioning)  adalah  suatu  strategi  yang  digunakan  secara  aktif  oleh siswa  untuk  menganalisis  dan  mengeksplorasi  gagasan-gagasan.  Bertanya  merupakan strategi utama pembelajaran  yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang  sebagai  kegiatan  guru  untuk  mendorong,  membimbing  dan  menilai keterampilan  berpikir  siswa.
2.3       Menemukan (Inquiri)
Menemukan  (inquiry)  merupakan  bagian  inti  dari  kegiatan  pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan  hasil  mengikat  sepesrangkat  fakta-fakta,  tetapi  hasil  dari  menemukan  sendiri. Dalam  inkuiri  terdiri  atas  siklus  yang  mempunyai  langkah-langkah  antara  lain:
  1. Merumuskan masalah,
  2. Mengumpulkan data melalui observasi,
  3. Menganalisis dan menyajikan  hasil  tulisan,  gambar,  laporan, bagan,  tabel,  dan  karya  lainnya, 
  4. Mengkomunikasikan  atau  menyajikan  hasil  karya  pada  pembaca,  teman  sekelas,  atau audiens yang lain. 
2.4      Masyarakat belajar (Learning Community)
Masyarakat  belajar  (learning  community),  hasil  pembelajaran  diperoleh  dari kerjasama  dengan  orang  lain.  Hasil  belajar  diperoleh  dari  sharing  antarteman, antarkelompok,  dan  antarmereka  yang  tahu  ke  mereka  yang  sebelum  tahu.  Dalam masyarakat  belajar,  anggota  kelompok  yang  terlibat  dalam  kegiatan  masyarakat memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya.
2.5       Permodelan (Modeling)
Pemodelan  (modeling)  yaitu  dalam  sebuah  pembelajaran  keterampilan  atau pengetahuan  tertentu,  ada  model  yang  bisa  ditiru.  Pemodelan  pada  dasarnya membahasakan  gagasan  yang  dipikirkan,  mendemonstrasikan  bagaiman  guru menginginkan  para  siswanya  untuk  belajar,  dan  melakukan  apa  yang  guru  inginkan agar  siswa-siswanya  melakukan.  Pemodelan  dapat  berbentuk  demonstrasi,  pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.
2.6       Refleksi (Reflection)
Refleksi (reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir  ke  belakang  tentang  apa-apa  yang  sudah  kita  lakukan  di  masa  yang  lalu. Refleksi  merupakan  gambaran  terhadap  kegiatan  atau  pengetahuan  yang  baru  saja diterima.  Kunci  dari  itu  semua  adalah,  bagaimana  pengetahuan  mengendap  dibenak siswa.  Siswa  mencatat  apa  yang  sudah  dipelajari  dan  bagaimana  merasakan  ide-ide baru.
2.7      Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian  yang  sebenarnya  (authentic  assessement),  merupakan  prosedur penilaian  pada  pembelajaran  kontekstual  yang  memberikan  gambaran  perkembangan belajar  siswanya.  Assessement  adalah  proses  pengumpulan  berbagai  data  yang  bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.
3.      Elemen-elemen dalam Pembelajaran Kontekstual
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami(experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).
1.    Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2.    Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3.    Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
4.    Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan.Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5.    Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan. 
4.      Penyusunan Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam  pembelajaran  kontekstual,  program  pembelajaran  lebih  merupakan  rencana  kegiatan  kelas  yang  dirancang  guru,  yang  berisi  skenario  tahap  demi  tahap tentang  apa  yang  akan  dilakukan  bersama  siswanya  sehubungan  dengan  topik  yang akan  dipelajarinya.  Dalam  program  tercermin  tujuan  pembelajaran,  media  untuk mencapai  tujuan  tersebut,  materi  pembelajaran,  langkah-langkah  pembelajaran,  dan authentic assessmennya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara  umum  tidak  ada  perbedaan  mendasar  format  antara  program pembelajaran  konvensional  dengan  program  pembelajaran  kontekstual.  Sekali  lagi, yang  membedakannya  hanya  pada  penekanannya.  Program  pembelajaran konvensional  lebih  menekankan  pada  deskripsi  tujuan  yang  akan  dicapai  (jelas  dan operasional),  sedangkan  program  untuk  pembelajaran  kontekstual  lebih  menekankan pada  skenario  pembelajarannya.  Atas  dasar  itu,  saran  pokok  dalam  penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
Pertama,  nyatakan  kegiatan  pertama  pembelajarannya,  yaitu  sebuah  pernyataan kegiatan  siswa  yang  merupakan  gabungan  antara  Standar  Kompetensi,  Kompetensi dasar,  Materi  Pokok  dan  Pencapaian  Hasil  Belajar.  Kedua,  nyatakan  tujuan  umum pembelajarannya.  Ketiga,  rincilah  media  untuk  mendukung  kegiatan  itu.  Keempat, buatlah  skenario  tahap  demi  tahap  kegiatan  siswa.  Kelima,  nyatakan  authentic assessmentnya,  yaitu  dengan  data  apa  siswa  dapat  diamati  partisipasinya  dalam pembelajaran.
5.       Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
Pembelajaran  Kontekstual  dapat  diterapkan  dalam  kurikulum  apa  saja,  bidang studi  apa  saja,  dan  kelas  yang  bagaimanapun  keadaannya.  Pendekatan  Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Pertama, kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara  bekerja  sendiri,  dan  mengkonstruksi  sendiri  pengetahuan  dan  keterampilan barunya.  Kedua,  laksanakan  sejauh  mungkin  kegiatan  inkuiri  untuk  semua  topic.Ketiga,  kembangkan  sifat  ingin  tahu  siswa  dengan  bertanya.   Keempat,  ciptakan masyarakat  belajar.  Kelima,  hadirkan  model  sebagai  contoh  pembelajaran.  Kelima, lakukan  refleksi  di  akhir  pertemuan.  Keenam,  lakukan  penilaian  yang  sebenarnya dengan berbagai cara.
6.      Pengertian Model Pembelajaran  Realistik
Menurut logika masyarakat pada umunya, seseorang berminat mempelajari sesuatu dengan tekun bila melihat manfaat dari yang dipelajarinya itu dalam hidupnya.Manfaat itu bisa berupa kemungkinan meningkatkan kesejahteraannya, harga dirinya, kepuasannya dan sebagainya. Dengan perkataan lain persepsi seseorang tentang sesuatu itu ikut mempengaruhi sikapnya terhadap sesuatu itu (Marpuang, 2001). Demikian pula dengan pembelajaran matematika, seseorang anak akan berminat belajar matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika bagi diri dan kehidupannya, karena itu mengaitkan pembelajaran matematika dengan realita dan kegiatan manusia merupakan salah satu cara untuk membuat anak tertarik belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan mengaitkan matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) (Freudenthal dalam Gravermeijer, 1994).
Ide utama dari model pembelajaran RME adalah manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994).Upaya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan dengan memanfaatkan realita dan lingkungan yang dekat dengan anak. Soedjadi (2001a:2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika realistic pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu (Soedjadi, 2001a:2). Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.Lingkungan ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
Treffers (1991: 32) memformulasikan dua konsep matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia symbol. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, pentransformasi masalah dunia nyata ke masalah matematika.
Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri, jadi dalam matematisasi vertikal bergerak dari dunia symbol. Contoh matematisasi vertikal adalah perepresentasian hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematik dan penggenerelisasian.
Proses pembelajaran matematika dengan RME menggunakan masalah kontekstual (contextual problems) sebagai titik awal dalam belajar matematika. Dalam hal ini siswa melakukan aktivitas matematisasi horizontal, yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut.Siswa bebas mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki.Kemudian siswa dengan bantuan atau tanpa bantuan guru, menggunakan matematisasi vertikal (melalui abstraksi maupun formalisasi) tiba pada tahap pembentukan konsep.Setelah dicapai pembentukan konsep, siswa dapat mengalikasikan konsep-konsep matematika tersebut kembali pada masalah kontekstual, sehingga memperkuat pemahaman konsep.
Gravermeijer (1994:91) mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip kunci dalam model pemebelajaran RME yakni:
a.      Petunjuk menemukan kembali/matematisasi progresif (guided reinvention/progressive mathematizing)
Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, dilanjutkan dengan matematisasi. Proses belajar diatur sedemikian rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep atau hasil (Fauzan, 2001:2).
b.      Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology)
Topik-topik matematika disajikan kepada siswa dengan mempertimbangkan dua aspek yaitu kecocokan aplikasi masalah kontekstual dalam pembelajaran dan kontribusinya dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal kontekstual tersebut.
c.       Mengembangkan model sendiri (Self developed models)
Dalam menyelesaikan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri, sehingga dimungkinkan muncul berbagai model buatan siswa. Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik menuju arah pengetahuan matematika formal, sehingga diharapkan terjadi urutan pembelajaran seperti berikut “masalah kontekstual”  “model dari masalah kontekstual tersebut”  “model kearah formal”  “pengetahuan formal” (Soedjadi, 2001b:4).
7.      Prinsip Dan Karakteristik Pembelajaran Realistik
Dalam pembahasan mengenai prinsip dan karakteristik akan dibahasa secara sistematis, mulai dari prinsip terlebih dahulu kemudian karakteristik.
7.1.       Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
            Prinsip-prinsip yang ada dalam pembelajaran matematika realistik antara lain sebagai berikut:
1.Guided Reinvention and Progressive Mathematizing
            Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi secara progresif. Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama membangun dan menemukan kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep secara matematika. Maksud dari mengalami proses yang sama dalam hal ini adalah bahwa setiap siswa diberi kesempatan yang sama merasakan situasi dan jenis masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Dilanjutkan dengan matematisasi prosedur pemecah masalah yang sama, serta perancangan rute belajar sedemikian rupa, sehingga siswa menemukan sendiri konsep-konsep atau hasil (Fauzan, 2000:4). Prinsip ini sejalan dengan paham kontruktivitas yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat dikontruksi oleh siswa itu sendiri.
2.Didactical Phenomenology
            Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik.Dalam hal ini fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah kontekstual memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Masalah kontekstual ini dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan dampak dalam proses re-invention, artinya rposedur, aturan dan model matematika yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah disediakan oelh guru, tetapi siswa harus berusaha menemukannya dari masalah kontekstual tersebut.
3.Self Developed Models
            Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri.Prinsip ini berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan informal dengan matematika formal.Siswa mengembangkan model sendiri sewaktu memecahkan soal-soal kontekstual.
7.2       Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
Karakteristik yang terdapat dalam pembelajaran matematika realistik antara lain sebagai berikut:
1.Menggunakan masalah kontekstual (Use of Context)
            Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual, tidak dimulai dari sistem formal.Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang dikenali oleh siswa.
2.   Menggunakan model (Use of Models, Bridging by Vertical Instruments)
            Dengan menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran dapat mendorong siswa untuk membentuk model dasar matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa, sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain dengan menggunakan instrument-instrumen vertikal seperti, skema-skema, diagram-diagram, symbol-simbol dan sebagainya.
3.Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution)
            Kontribusi yang besar pada proses mengajar belajar dating dari siswa, artinya semua pikiran (kontruksi dan produksi) siswa diperhatikan. Kontribusi dapat berupa aneka jawab, aneka cara, atau aneka pendapat dari siswa. Misalnya pada pengertian skala, pada awalnya siswa diberi kebebasan penuh untuk mengidentifikasi pengertian skala dengan kalimat mereka sendri, kemudian dari beragam jawaban siswa dikompromikan dan dipakai salah satu pendapat yang benar.Jika tidak ada yang benar, guru hanya membimbing kea rah pengertian yang benar.
4.Interaktivitas (Interactivity)
            Mengoptimalkan proses mengajar belajar melalui interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana prasarana merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika realistik. Interaksi terus dioptimalkan samapi kontruksi yang diinginkan diperoleh, sehingga interaksi tersebut dimanfaatkan.
5.Terkait dengan Topik Lainnya (Intertwining)
            Struktur dan konsep matematika saling berkaitan. Oleh karena itu, keterkaitan dan keterintegrasian antar topik (unit pembelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses  belajar mengajar yang lebih bermakna.

8.      Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika Realistik
Berdasarkan prinsip dan karakteristik model pembelajaran RME maka ada beberapa hal yang menjadi ciri-ciri dari model pembelajaran ini (Nur, 2000: 8), yakni:
a.          Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berbasis pada pengalaman yang telah dimiliki siswa, sehingga mereka dengan segera tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna.
b.         Urutan pembelajaran haruslah menghadirkan suatu aktivitas atau eksplorasi, yaitu siswa menciptakan dan mengelaborasi model-model simbolik dan aktivitas matematika mereka yang tidak formal, misalnya menngambar, membuat diagram, membuat tabel atau mengembangkan notasi informal.
c.          Pembelajaran matematika tidak semata-mata memberi penekanan pada komputasi dan hanya mementingkan langkah-langkah procedural (algoritma) serta keterampilan.
d.         Memberi penekanan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah.
e.          Siswa mengalami proses pembelajaran secara bermakna dan memahami matematika dengan penalaran.
f.          Siswa belajar matematika dengan pemahaman secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dari pengetahuan awal.
g.         Dalam pembelajaran siswa dilatih untuk mengikuti pola kerja, intuisi – coba – salah – dugaan/spekulasi – hasil.
h.         Terdapat interaksi yang kuat antara siswa yang satu dengan siswa lainnya.
i.           Memberikan perhatian yang seimbang antara matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
9.      Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR uraian di atas, maka langkah-langkah kegiatan inti pembelajaran matematika realistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
            Langkah 1: Memahami masalah kontekstual.
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan soal atau masalah dengan memeberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. Pada langkah ini karakteristik PMR yang diterapkan adalah karakteristik pertama.Selain itu pemberian masalah kontekstual berarti memberi peluang terlaksananya prinsip pertama dari PMR.
            Langkah 2: Menyelesaikan masalah kontekstual.
Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah kontekstual pada Buku Siswa atau LKS dengan caranya sendiri.Cara pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian soal tersebut. Misalnya: bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa kamu berpikir seperti itu dan lain-lain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali tentang idea tau konsep atau definisi dari soal matematika.Di samping itu pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan menggunakan model sendiri untuk membentuk dan menggunakan model sendiri untuk memudahkan menyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan tidak member tahu penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaiannya sendiri. Pada langkah ini semua prinsip PMR muncul, sedangkan karakteristik PMR yang muncul adalah karakteristik ke-2, menggunakan model.
            Langkah 3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil.Setelah itu hasil dari diskusi itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap ini dapat digunakan siswa untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya. Karakteristik PMR yang muncul pada tahap ini adalah penggunaan idea tau kontribusi siswa, sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan sumber belajar.
            Langkah 4: Menarik Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan.Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan interaksi antara guru dengan siswa.
Sintaks pendekatan matematika realistik dapat dirumuskan sebagai berikut ;
No
Fase
Aktifitas
1
Menyajikan masalah kontekstual(F-1)
-          Guru memberikan masalah kontekstual dan mengarahkan siswa untuk memamahami masalah tersebut
-          Memberikan motivasi kepada siswa dalam kelompok untuk mengembangkan modelyang yang mungkin
-          Menjadi fasilitator dan membangun pembelajaran yang interaktif.
2
Menjelaskan masalah kontekstual (F-2)
-          Siswa diarahkan untuk mengumpulkan informasi dari masalah kontekstual
-          Memberikan kesempatan kepada siswa untuk merencanakan penyelesaian sesuai dengan  model of yang diutarakan siswa.
-          Memberikan dorongan dan motivasi untuk melaksanakan dan mengembangkan rencana penyelesaian yang ditetapkan kelompok/siswa
3
Menyelesaikan masalah kontektual (F-3)
-          Siswa melaporkan/mempresentasikan hasil kerja kelompok. Siswa/kelompok lain menanggapi.
-          Guru memimpin diskusi,memberikan pertanyaan, dan mengarahkan siswa mencapai tujuan pembelajaran
4.
Membandingkan dan mendiskusikan jawaban (F-4)
-          Guru memberi pertanyaan lisan ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung dan memberi penjelasan tentang materi dan penemuan siswa.
-          Siswa memeriksa kembali hasil kerja kelompoknya
-          Menerapkan cara penyelesaian yang terbaik dan paling tepat dari cara penyelesaian yang telah didiskusikan sebelumnya.
5.
Menyimpulkan (F-5)
-          guru memberi pertanyaan yang berkaitan dengan materi lain dalam mata pelajaran matematika atau materi mata pelajaran lain.
-          siswa menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan materi lain dalam matematika dan pengetahuan dari mata pelajaran yang lain

10.      Kalebihan Dan Kesulitan Metode Pembelajaran Realistik
1.         Kelebihan pembelajaran matematika realistik
Menurut Suwarsono : (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari matematika realistik, yaitu :
a.       Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang  jelas kepada siswa tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
b.      Pembelajaran metematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa  tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
c.       Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.
d.      Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.
2.      Kesulitan dalam implementasi pembelajaran matematika realistik
Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar PMR dapat muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan tersebut yaitu :
1.      Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkan PMR.
2.      Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3.      Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
4.      Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.

























BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Salah satu cara untuk mencoba membuat seorang anak berminat belajar matematika adalah dengan menginformasikan kemanfaatan matematika bagi diri dan kehidupannya, karena itu mengaitkan pembelajaran matematika dengan realita dan kegiatan manusia merupakan salah satu cara untuk membuat anak tertarik belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan mengaitkan matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME). Beberapa prinsip dan karakterritik  pembelajaran realistic diantaranya : prinsip Guided Reinvention and Progressive Mathematizing, Didactical Phenomenology, Self Developed Models dan karakteristik Menggunakan masalah kontekstual (Use of Context), Menggunakan model (Use of Models, Bridging by Vertical Instruments), Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution), Interaktivitas (Interactivity), Terkait dengan Topik Lainnya (Intertwining). Disamping itu ada beberapa langkah dalam pembelajaran realistic yaitu memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual,membandingkan dan mendiskusikan jawaban dan menarik kesimpulan.
2.         Saran
Tidak semua metode pembelajaran dapat di gunakan untuk materi pelajaran, maka dari itu dalam memilih metode pembelajaran harus dapat disesuaikan dengan materi pelajaran yang dipilih.
Dengan metode pembelajaran realistic, diharapkan siswa mampu mengkontruksi dan menemukan sendiri pengetahuan konsep melalui bantuan guru yang bersifat terbatas dan juga dengan pembelajaran realistic ini dapat meningkatkan  serta memperbaiki kualitas pembelajaran matematika.




Daftar Pustaka

Arikunto,S.2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara.
Barnes, Heyley.2004. Realistic Mathematics Education : Eliciting Alternative Mathematical Conceptual Conceptions of Learners. African journal of Reasearch in SMT Education.
Fadillah, Syarifa. 2006. Pengenalan Pembelajaran Realistik dan Contoh Penerapannya dalam Pembelajaran Matematika . Jurnal Pendidikan.
Nasution, Hamidah. 2006. Pembelajrn Matematika Realistik Topik Pembagian di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains ISSN:1907-7157.
Suherman, Erman dkk.2001.Strategi Pembelajaran Matematika Kontenporer. Bandung : Upi press.
Widjaja, Yeni.2003. Howa Realistic Mathematics Education Approach and Microromputer-Based Laboratory Worked in Lessons on Graphing at an Indonesia Junior High School. Journal of science and mathematics Education in Southeast Asia.














RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah           : SMP Negeri 2 Indralaya Utara
Mata Pelajaran           : Matematika
Kelas/Semester          : VII/Satu
Alokasi Waktu          : 2 x 40 menit
Materi Pokok             : Pola Bilangan                          
A.    Kompetensi Inti
1.      Kompetensi Inti 1                         :
Menghayati dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
2.      Kompetensi Inti 2             :
Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
3.      Kompetensi Inti 3             :
Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
4.      Kompetensi Inti 4             :
Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

B.     Kompetensi Dasar
2.2. Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri dan ketertarikan pada matematika serta memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika yang terbentuk melalui pengalaman belajar.
3.5. memahami pola dan menggunakannya untuk menduga dan membuat generalisasi (kesimpulan).

C.    Indikator Pencapaian Kompetensi
Siswa mampu:
2.2.1.   Menunjukkan rasa ingin tahu dalam melakukan penyelidikan suatu pola yang ada di sekitar siswa.
2.2.2.   Bertanggung jawab dalam kelompok belajarnya.
2.2.3.   Terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran pola bilangan.
3.5.1.   Menentukan pola bilangan bilat.
3.5.2.   Menentukan pola bilangan segitiga.

D.    Tujuan Pembelajaran
Melalui pengamatan, tanya jawab, penguasaan individu dan kelompok, diskusi kelompok, siswa dapat:
1.      Menunjukkan rasa ingin tahu selama mengikuti proses pembelajaran.
2.      Bertanggung jawab terhadap kelompoknya dalam menyelesaikan tugas.
3.      Terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
4.      Menentukan pola bilangan bulat.
5.      Menentukan pola bilangan segitiga.

E.     Materi Ajar
Siswa SMP/MTs mempelajari Pola Bilangan untuk pertama kali adalah pada Kompetensi Dasar (KD) ini.KD ini dipelajari dalam beberapa kali pertemuan. Ada beberapa tahapan kemampuan berurutan yang harus dilalui siswa dalam mempelajari KD ini, yaitu:
1.      Menentukan pola dari suatu susunan bilangan atau gambar;
2.      Menyelesaikan pola dari suatu susunan bilangan atau gambar;
3.      Menggunakan konsep pola bilangan untuk menduga dan membuat generalisasi (kesimpulan).

F.     Metode Pembelajaran
Pendekatan scientific, pendekatan kontekstual, pembelajaran kooperatif.

G.    Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan
Deskripsi Kegiatan
Waktu
Pendahuluan
1.      Guru memberi salam dan mengajak siswa berdoa.
2.      Guru menanyakan kabar dan mengecek kehadiran siswa.
3.      Guru mengkomunikasikan tujuan belajar yang diharapkan akan dicapai siswa.
4.      Guru menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh (pengamatan disertai tanya jawab, latihan kelompok, pembahasan latihan secara klasikal, presentasi hasil latihan).
5.      Guru menunjukkan foto-foto (Lampiran 1) yang memuat pola yang ada di alam (putik bunga, papan catur, kain khas Palembang, speedometer) sebagai contoh, siswa mengamati foto-foto tersebut.
6.      Guru memotivasi siswa untuk menentukan adanya pola lain di sekitar siswa selain yang telah ada di foto yang ditunjukkan.
10 menit
Inti
Mengamati
1.      Siswa mengamati gambar yang ada dalam kegiatan 1 dan 2 pada LKS (Lampiran 2).
Menanya
2.      Siswa menanyakan pola/keteraturan yang ada pada gambar.
3.      Siswa menanyakan cara untuk menentukan pola dari bangun/bilangan yang ada pada gambar.
Mengeksplorasi
4.      Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk mencermati pola-pola yang ada pada kegiatan 1 pada LKS. Anggota kelompok saling memeriksa, mengoreksi dan memberi masukan.
5.      Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk mencermati pola-pola yang ada pada kegiatan 1 pada LKS. Anggota kelompok saling memeriksa, mengoreksi dan memberi masukan.
Mengasosiasi
6.      Siswa menyimpulkan pola yang ada dalam kegiatan 1 dan 2 pada LKS.
7.      Siswa dapat menemukan pola bilangan bulat.
8.      Siswa dapat menemukan pola bilangan segitiga.
9.      Siswa dapat menyelesaikan permasalahan terkait pola bilangan bulat dan pola bilangan segitiga yang terdapat pada buku teks dan soal buatan guru.
Mengkomunikasikan
10.  Salah satu anggota kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.
11.  Secara klasikal, siswa dan guru menanggapi hasil presentasi meliputi tanya jawab untuk mengkonfirmasi, melengkapi informasi atau memberi penguatan atas suatu pendapat.
Mencipta
12.  Siswa menggambarkan bangun yang mempresentasika pola bilangan bulat dan pola bilangan segitiga.
60 menit
Penutup
1.      Siswa dengan bimbingan guru merangkum isi pembelajaran yaitu pola bilangan bulat dan pola bilangan segitiga.
2.      Setiap kelompok diberikan penghargaan berkaitan dengan aktivitas kelompok.
3.      Siswa melakukan refleksi dipandu oleh guru.
4.      Guru memberi pekerjaan rumah.
5.      Guru menginformasikan garis besar isi kegiatan pada pertemuan berikutnya.
6.      Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.
10 menit

H.    Alat/Media/Sumber Pembelajaran
1.      Alat/Media/Sumber pembelajaran : foto-foto, Lembar Kerja Siswa.
2.      Sumber belajar                                          : Buku Matematika SMP/MTs Kelas VII.
I.       Penilaian (Lampiran 3)
1.      Penilaian Sikap
a.       Teknik penilaian          : Non tes
b.      Bentuk instrumen        : Observasi
2.      Penilaian Pengetahuan
a.       Teknik penilaian          : Tes
b.      Bentuk instrumen        : Uraian
3.      Penilaian Keterampilan
a.       Teknik penilaian          : Non tes
b.      Bentuk instrumen        : Observasi




Mengetahui,                                                                    Indralaya, 27 Desember 20
Kepala SMP Negeri 2 Indralaya Utara                          Guru Mata Pelajaran,                           


Ismiet, S.Pd.                                                                  Nyiayu Fraisa Fatiyah, S.Pd.


























LEMBAR OBSERVASI PERKEMBANGAN SIKAP

Mata Pelajaran               :Matematika
Kelas/Semester               :VII/1
Kompetensi Dasar          : Nomor 2.2, 3.5
Nama Siswa                     : ­­­­­­­­­­­_______________________
Kelas / Kelompok            : _______________________

Bubuhkan tanda V pada kolom-kolom sesuai hasil pengamatan.
No
Aspek yang diukur
Nilai
1
2
3
4
1.
Kesungguhan mencari pola lain yang ada di sekitar siswa.




2.
Kesungguhan siswa mencari pola bilangan.




3.
Fokus dalam aktivitas pembelajaran di kelas.




4.
Kemauan melibatkan diri dalam aktivitas di kelas atau diskusi kelompok.




5.
Mendengarkan usul, pendapat atau pertanyaan teman lainnya.




6.
Mengajukan usul, pendapat atau pertanyaan.




7.
Membantu teman lain yang membutuhkan.




8.
Fokus menyelesaikan tugas individu dan kelompok.




9.
Teliti dalam mengerjakan tugas.




10.
Mendapatkan nilai yang baik.





Keterangan nilai                                                  Kriteria
Selalu                = 4                                               A        = Total Skor 32-40
Sering                = 3                                               B        = Total Skor 24-31
Jarang                = 2                                               C        = Total Skor 16-23
Tidak pernah     = 1                                               D        = Total Skor 10-15

LEMBAR PENILAIAN PENGETAHUAN

Nama Siswa      : _________________                Tanggal          : ________________
Kelas                 : _________                                Waktu                        : 40 menit

Petunjuk :
1.      Berdoalah sebelum mengerjakan soal.
2.      Jawablah pada lembar jawaban yang telah disediakan.
3.      Selesaikan soal berikut dengan singkat dan jelas.

SOAL
1.      Sepotong tali yang panjangnya 1 meter dipotong menjadi 2 bagian yang sama panjang. Hasil potongannya dipotong kembali menjadi dua, begitu seterusnya. Berapa banyak potongan tali setelah 5 kali proses pemotongan?
2.      Lengkapilah barisan bilangan berikut:
a.       3, 5, 8, ..., ...
b.      1x2, 2x3, 3x4, ..., ...
c.       72, 90, ..., 132, ...
d.      90, 79, 68, ..., 46, 35, ...
3.      Pada suatu pesta ulang tahun terdapat kursi-kursi yang disusun dengan aturan tertentu. Baris pertama ada satu kursi, baris kedua ada lima kursi, baris ketiga ada sembilan kursi, baris keempat ada tiga belas kursi, dan seterusnya.
a)      Tuliskan pola dari susunan kursi-kursi tersebut!
b)      Berapa banyak kursi pada baris ke sepuluh?
c)      Berapa jumlah kursi seluruhnya dari baris pertama hinggan baris ke sepuluh?

Penskoran :
Nomor Soal
Penyelesaian
Skor
1.


2.




3.
1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, ...
Banyaknya potongan tali adalah 256

a.       12, 17
b.      4x5, 5x6
c.       110, 156
d.      57, 24

a.       Baris pertama : 1
Baris kedua    : 5
Baris ketiga    : 9
Baris keempat :13
...
...
...
Dan seterusnya.
Setiap baris ditambah empat dari bilangan baris sebelumnya.

b.      Kursi pada baris ke sepuluh : 37

c.       Jumlah kursi dari baris pertama sampai baris ke sepuluh :

1 + 5 + 9 + 13 + 17 + 21 + 25 + 29 + 33 + 37 = 190
10


4
4
4
4

10









10

10

Total skor maksimal
56

Perhitungan nilai akhir dalam skala 1 – 100 sebagai berikut :
Nilai akhir =  Perolehan Skor X 100
                     Total Skor Max







LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN

No.
Nama Siswa
Menggambarkan pola bilangan
Menggunakan strategi yang sesuai dan beragam
Menunjukkan kemampuan mempertahankan pendapat
Total Skor
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1.














2.














3.














4.

























































































dst
















Keterangan Skor :

Sangat Baik  = 4
Baik              = 3
Cukup           = 2
Kurang         = 1

Kriteria :

A         = Total Skor 12 – 16
B         = Total Skor 8 – 11
C         = Total Skor 5 – 7
D         = Total Skor 4






















RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah           : SMP
Kelas/Semester          : VIII/Dua
Mata Pelajaran           : Matematika
Materi Pokok             : Lingkaran
Alokasi Waktu          : 2 x 40 menit (1 pertemuan)
A.    Kompetensi Inti
Memahami dan menerapkan kemampuan (factual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

B.     Kompetensi Dasar
3.6 Memahami unsur, keliling, dan luas lingkaran.

C.    Indikator Pencapaian Kompetensi
1.      Menemukan rumus keliling lingkaran.
2.      Menyelesaikan masalah atau soal-soal berkaitan dengan keliling lingkaran.

D.    Tujuan Pembelajaran
Melalui Proses pengamatan dan diskusi peserta didik dapat:
1.      Menemukan rumus keliling lingkaran
2.      Menunjukkan ketelitian, mandiri dan tanggung jawab
3.      Menunjukkan kerja sama dan komunikasi dalam kerja kelompok
Melalui proses mencoba, dan mengkomunikasikan peserta didik dapat:
4.      Mengukur keliling lingkaran
5.      Menyelesaikan masalah atau soal-soal berkaitan dengan keliling lingkaran

E.     Materi Pembelajaran
1.      Fakta
Masalah kontekstual yang berkaitan dengan keliling lingkaran
2.      Konsep
Keliling lingkaran
3.      Prosedur
a.       Langkah-langkah mengukur keliling lingkaran
b.      Langkah-langkah menyelesaikan masalah nyata mengenai keliling lingkaran


F.     Metode Pembelajaran
1.      Pendekatan                       : Matematika Realistik
2.      Model Pembelajaran         : Kooperatif
3.      Metode                              : Ceramah, diskusi kelompok, dan tanya jawab

G.    Alat/Media/Bahan
1.      Alat/media                                    : Benda-benda berbentuk lingkaran, power point,
                                            benang
2.      Bahan ajar                         : Agus, Nuniek Avianti. (2007).
                                               Mudah Belajar Matematika untuk kelas VIII Sekolah
                                               Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
                                               Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
                                               Nasional.Sugijono dan Cholik. (2005).
                                               Matematika untuk SMP kelas VIII.Jakarta: Erlangga.

H.    Kegiatan Pembelajaran
N
o
.
Kegiatan Pembelajaran
Setting/Format Pembelajaran
1.
Guru menyiapkan kondisi fisik kelas, memberi salam, dan memimpin do’a.
Siswa menampilkan karakter religious.
2.
Guru mengecek kehadiran siswa
Siswa menampilkan karakter disiplin dan peduli terhadap orang lain.
TINGKAT PENDAHULUAN
3.
Guru memberikan pertanyaan mengenai definisi lingkaran.
Siswa aktif dalam mengajukan pendapat.
4.
Guru menunjukkan penggunaan keliling lingkaran dalam kehidupan sehari-hari.
Siswa menampilkan karakter rasa ingin tahu.
TINGKAT PENGEMBANGAN MODEL SIMBOLIK
1.
Guru mengelompokkan siswa terdiri dari 2-3 orang.
Siswa menampilkan karakter tanggungjawab individu dan sosial.
2.
Guru memberikan LKS dan mempersilahkan siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menyelesaikan “LKS 1” berkaitan dengan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menemukan rumus keliling lingkaran.
Siswa menampilkan karakter kreatif dan bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas kelompok.
3.
Guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil jawaban mereka.
Siswa menampilkan karakter percaya diri.
4.
Guru membuka ruang tanya jawab kepada kelompok lain untuk memberikan tanggapan terhadap hasil yang disajikan.
Siswa aktif dalam menggunakan ide dan pendapat.
Siswa menampilkan karakter menghargai dan peduli terhadap orang lain.
5.
Guru mengevaluasi tentang hasil yang disampaikan siswa.
Kemudian memberikan kesimpulan menggunakan bantuan power point.
Siswa aktif dalam mengemukakan ide dan pendapat.
Siswa menampilkan karakter menghargai dan peduli terhadap orang lain.
TINGKAT PENJELASAN DAN ALASAN
6.
Guru mengevaluasi hasil pencapaian pemahaman siswa dengan menggunakan soal berkaitan dengan keliling lingkaran pada “LKS 2”
Siswa aktif bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok.
7.
Guru mengevaluasi presentasi hasil kerja siswa untuk mengetahui pencapaian KD.
Siswa aktif mengemukakan ide dan pendapat.
TINGKAT PENUTUP
1.
Guru memberikan evaluasi untuk mengetahui pengetahuan siswa mengenai materi lingkaran yang dipelajari.
Siswa aktif mengemukakan ide atau pendapat dan dapat menarik kesimpulan dari materi yang disampaikan.
2.
Guru memberikan pekerjaan rumah yang berhubungan dengan materi yang telah dipelajari untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran.
Siswa menampilkan karakter tanggung jawab.


I.       Penilaian

1.      Penilaian Proses

No
Aspek yang dinilai
Teknik
Penilaian
Waktu
Penilaian
Instrumen Penilaian
Keterangan
1.
Ketelitian
Pengamatan
Proses
Lembar
Pengamatan
(terlampir)

2.
Kemandirian
3.
Kerjasama
4.
Tanggungjawab

2.      Penilaian Hasil
Indikator Pencapaian Kompetensi
Penilaian
Teknis
Bentuk Instrumen
Instrumen
Menyelesaikan masalah atau soal-soal yang berkaitan dengan keliling lingkaran.
Tes tertulis
Uraian
1.      Budi ke sekolah naik sepeda menempuh jarak 706,5 m. Ternyata roda sepedanya berputar 500 kali untuk sampai ke sekolah, berapakah panjang jari-jari roda tersebut?
2.      Seorang pengusaha akan membuat komedi putar seperti gambar di samping.
Jika tempat duduk dengan panjang 1 m pada dru molen sebanyak 22 buah dan masing-masing tempat duduk berjarak 2 m, berapakan panjang jari-jari dru molen?



J.      Pedoman Penskoran

1.      Soal nomor 1
Diketahui : jarak = 706,5 m                                                             (skor 2)
                    Banyak putaran = 500
Ditanyakan : panjang jari-jari roda?
Jawab :
Jarak = banyak putaran x keliling roda                                          (skor 2)
↔ 706,5 = 500 ×                                                                       (skor 2)
                                                                                   (skor 2)
Jadi, jari-jari rodanya adalah 0.225 m.

2.      Soal nomor 2
Diketahui : Banyak tempat duduk = 22 buah                                 (skor 2)
                    Panjang tempat duduk = 1 m
                    Jarak antar tempat duduk = 2 m
Ditanyakan : jari-jari dru molen (jari-jari lingkaran)?
Jawab :
Keliling lingkaran =                                                                  (skor 2)
                                                                   (skor 2)
↔ r = 10,5                                                                                       (skor 2)
Jadi, jari-jari dru molennya adalah 10,5 m.                                      (skor 2)

K.    Sumber Belajar
1.      Agus, Nuniek Avianti. (2007). Mudah Belajar Matematika untuk kelas VIII sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
2.      Sugijono dan Cholik. (2005). Matematika untuk SMP kelas VIII. Jakarta: Erlangga.


Share this article :

+ komentar + 1 komentar

Anonim
6 September 2019 pukul 10.25

Bayar Pakai Dengan Pulsa AXIS XL TELKOMSEL

Anda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vit
Capsa Susun, Bandar Poker,QQ Online, Adu Q, dan Bandar Q

Situs Situs Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain

Sabung Ayam S1288, CF88, SV388, Sportsbook, Casino Online,
Togel Online, Bola Tangkas Slots Games, Tembak Ikan, Casino

Terima semua BANK Nasional dan Daerah, OVO GOPAY

Whatsapp : 0812-222-2996

POKERVITA

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger