Menjadi Guru yang Pembelajar

Minggu, 03 Maret 20190 komentar

Oleh: Misbahuddin

Ada sebuah komunitas bernama "Bantu Guru Belajar Lagi" yang didirikan oleh musisi tanah air yang akrab dipanggil Tulus. Pada Talkshow Mata Najwa edisi Rabu 24 Oktober 2018 di trans 7 ia diundang sebagai tamu untuk berbicara pada season terakhir tentang kiprahnya pada Indonesia lewat komunitas yang ia bangun sejak tahun 2017 lalu.

Melalui komunitas tersebut, Tulus merilis mulai dari dua anggota guru sampai sekarang sudah mencapai 100 lebih anggota yang di dalamnya terdiri dari guru tingkat guru Paud sampai guru tingkat Sekolah Menengah Atas atau Madrasah Aliyah. Saat diwawancarai Najwa Shihab kemarin ia mengaku bahwa "dengan membantu guru-guru menemukan jalan keluar untuk membuat pembelajaran asyik dan menyenangkan maka setidaknya sudah membantu sekian siswa yang terbantu untuk belajar menjadi asyik dan menyenangkan.

Maksudnya jika ia fokus pada satu atau dua orang siswa, maka alangkah lebih baik jika yang ia bina adalah gurunya yang serius untuk mengajar. Karena dalam benak saya, guru yang serius mengajar, ia akan menjadi guru pembelajar. Guru yang tidak berhenti belajar dan tidak menutup mata dan telinga untuk membaca dan mengembangkan pola mengajarnya bersama siswa. Baik di dalam ruangan berkelas atau di tempat lain.

Komunitas ini sejalan dengan apa yang saya pikirkan sejak beberapa tahun lalu ketika masih di bangku kuliah. Bahwa memang terlihat bedanya, antara guru yang mau terus belajar dan guru yang hanya menjalani tugasnya sebagai guru dengan beranggapan bagian dari pekerjaan dan profesi saja.

Tidak banyak di Negeri kita Indonesia ini, seorang guru yang terus mengembangkan profesionalitas keguruannya setelah ia dinyatakan lulus dan mendapat gelar sarjana keguruan. Mereka para guru rata-rata yang tidak melanjutkan ke jenjang magister dan doktoral merasa malas dan putus asa untuk terus berbenah diri menjadi guru. Bahkan dari harapan yang ada kadang menjadi putus asa sampai banyak yang mengundurkan diri sebagai guru.

Hal itu biasanya disebabkan oleh faktor beratnya beban konstitusional guru yang berhubungan dengan aturan kementerian atau dinas pendidikan. Membuat para guru merasa bahwa menjadi guru seakan terbebani. Misalnya disibukkan dengan pemenuhan bukti tertulis seperti, penyusunan Silabus, Prota, Promes, dan RPP serta administrasi-administrasi yang lain. Faktor yang saya sampaikan ini memang asumsi, bukan data hasil penelitian. Tapi, pembaca juga tentu memahami bagaimana kondisi di lapangan. Boleh setuju atau tidak.

Sehingga beban yang ia peroleh itu, tidak dinikmati dengan sebuah proses belajar. Dan pada akhirnya hanya akan menjadi formalitas. Menjadi guru tentu adalah pilihan, guru di pelosok, perkampungan, dan perkotaan tentu niat dan abdinya pun berbeda. Honorernya pun berbeda. Akan tetapi, tulisan ini tidak membahas pada yang demikian itu. Melainkan bagaimana cara kita tetap tumbuh dan berkembang rasa ingin tahu dan belajarnya kita.

Adanya komunitas "bantu guru belajar lagi" menginspirasi kita bahwa dimana pun kita mengajar dan menjadi guru bukan untuk memaksa guru harus belajar dalam bentuk kegiatan formal seperti program magister dan doktoral. Akan tetapi, mari kita sama-sama jangan pernah putus asa dan merasa malas, untuk membaca dan berbagi apa yang kita baca kepada rekan guru seperjuangan agar kita benar-benar membuat siswa nyaman belajar.

Membuat benar-benar tahu dan mengerti bagaimana seharusnya pendidik dan peserta didik berinteraksi. Seiring perputaran waktu yang terus berproses dan zamannya pun terus berkembang maka tidak dapat dipungkiri menyikapi situasinya pun harus berkembang. Dengan menjadi guru yang terus belajar, tanpa ada rasa malu sedikitpun diharapkan harapan untuk memperperbaiki kualitas pendidikan utamanya di sekolah yang kita ajar bisa lebih baik. Umumnya nanti bisa membaik secara Nasional.

Belajar yang saya maksud di sini adalah mau berdiskusi, mau bertanya, mau dikoreksi, mau berinovasi, mau mengevaluasi diri, mau membaca situasi harus apa dan harus bagaimana. Dengan demikian, jika sedikit ada masalah baik dengan orang tua, baik dengan siswa, baik dengan lembaga pendidikan, kita tidak mudah frustasi dan merasa mental kita down. Akhir dari catatan ini, tidak ada guru yang tidak mampu mengatasi masalah, karena sebenarnya tidak ada siswa yang bermasalah.
Wallahu a'lam bishshowab.

Denpasar, 29 Oktober 2018

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger