PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES

Kamis, 07 April 20160 komentar

MAKALAH
Dosen Pembimbing:
Abdul Halim Fathani M.Pd
 



http://misbahuddinalmutaali.blogspot.com/2016/04/makalah-prosedur-pengembangan-instrumen.html






DisusunOleh:
Nur Habibah L.M. (2130720082)
Rizqi Rahmawati (2130720091)
Misbahuddin (2130720096)
Ainur Rosidah (2130720099)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG
2015

KATA PENGANTAR
Dengan nama ALLAH Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Evalusi pembelajaran Matematika yang membahas “Prosedur Pengembangan Instrumen Tes
Selama penyusunan makalah ini, penulis telah memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengahaturkan rasa syukur dan terima kasih kepada:
1.      Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan makalah ini dengan keadaan sehat.
2.      Orang tua penulis yang telah memberi do’a dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
3.      Bapak Abdul Halim Fathoni M.Pd selaku guru pembimbing mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan arahan kepada penulis dalam proses belajar mengajar hingga  tersusunnya makalah ini.
4.      Tidak lupa kepada semua kru yang bertugas menyelesaikan makalah ini.

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi kami dalam menyelesaikan tugas-tugas berikutnya.
Malang, 10 November 2015

Penyusun





BAB I
PENDAHULUAN
1.1              LatarBelakang
Evaluasi adalah kegiatan penilaian dan pengukuran yang berupa kegiatan mengumpulkan dan mengolah informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil suatu keputusan untuk langkah berikutnya.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mempunyai tujuan, tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan kemampuan atau perilaku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan kegiatan belajar. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran serta kualitas proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, perlu dilakukan suatu usaha penilaian atau evaluasi terhadap hasil belajar siswa. Kegunaan evaluasi dalam proses pendidikan adalah untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah menguasai tujuan pelajaran yang telah ditetapkan, juga dapat mengetahui bagian-bagian mana dari program pengajaran yang masih lemah dan perlu diperbaiki. Salah satu cara yang digunakan dalam evaluasi diantaranya dengan menggunakan teknik pengumpulan data tes, melalui tes kita dapat mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menerima pelajaran yang telah diberikan.
Tahapan pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran adalah penentuan tujuan, menentukan desain evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi, pengumpulan informasi/data, analisis dan interpretasi dan tindak lanjut. Instrumen evaluasi hasil belajar untuk memperoleh informasi deskriptif  dapat berwujud tes maupun non-test. Tes dapat berbentuk obyektif atau uraian; sedang non-tes dapat berbentuk lembar pengamatan atau kuesioner. Tes obyektif dapat berbentuk jawaban singkat, benar salah, menjodohkan dan pilihan ganda. Untuk tes uraian yang juga disebut dengan tes subyektif dapat berbentuk tes uraian bebas, bebas terbatas, dan terstruktur. Selanjutnya untuk penyusunan instrumen tes atau nontes, seorang guru harus mengacu pada pedoman penyusunan masing-masing jenis dan bentuk tes atau non tes agar instrumen yang disusun memenuhi syarat instrumen. yang baik, minimal syarat pokok instrumen yang baik, yaitu valid (sah) dan reliable (dapat dipercaya).
Seorang guru yang  perlu memiliki keterampilan untuk mengembangkan berbagai bentuk instrumen guna mengukur ketercapaian kompetensi siswa. dalam makalah ini kami akan memfokuskan pembahasan tentang “Prosedur Pengembangan Instrumen Tes.
1.2              RumusanMasalah
Penulis dapat memberikan rumusan permasalahan yang akan dikupas tuntas dalam pembahasan diantaranya sebagai berikut:
1.                  Apa pengertian instrument tes?
2.                  Bagaimana prosedur pengembangan instrumen tes?
3.                  Bagaimana langkah-langkah penyusunan tes?
4.                  Bagaimana penyusunan kisi-kisi dan butir soal?
5.                  Apa fungsi tes?
1.3              Tujuan
Tujuan  penulisan makalah dengan tema prosedur pengembangan intrumens tes sebagai berikut:
1.                  Untuk mengetahui pengertian dari Instrumen Tes.
2.                  Untuk mengetahui prosedur pengembangan instrumen tes.
3.                  Untuk mengetahui langkah-langkah penyusunan tes.
4.                  Untuk mengetahui penyusunan kisi-kisi dan butir soal
5.                  Untuk mengetahui fungsi tes.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Instrumen Tes
Secara harfiah kata tes berasal dari bahasa Perancis kuno yaitu testum artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia yang sangat tinggi nilainya. Dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang diterjemahakan ke dalam bahasa Indonesia berarti tes, ujian atau percobaan dan dalam bahasa Arab berarti imtihan.
Sedangkan secara istilah test adalah alat atau prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Tes adalah alat untuk memperoleh data tentang perilaku individu (Allen dan Yen, 1979:1). Karena itu, di dalam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu (sampel perilaku) berdasarkan jawaban yang diberikan individu yang dikenai tes tersebut (Anastari,1982:22). Tester artinya orang yang melaksanakan tes, pembuat tes atau eksperimentor adalah orang yang sedang melakukan percobaan, testee adalah pihak yang sedang dikenai tes atau pihak yang sedang dikenai percobaan (peserta tes).
Tes ialah sejumlah pertanyaan yang diberikan untuk dijawab. Sedangkan pengukuran lebih luas dari tes. Adapun evaluasi mencakup tes dan pengukuran yaitu proses pengumpulan informasi untuk membuat penilaian, yang kemudian digunakan Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan.
2.2 Prosedur Pengembangan Instrumen Tes
                Penyusunan prosedur pengembangan tes ini dimaksudkan agar didapatkan tes yang sesuai dengan apa yang akan diukur, sehingga kompetensi atau kemampuan yang diukur tercermin dalam hasil yang diperoleh. Prosedur pengembangan tes ini disusun untuk memudahkan para pemangku kepentingan tes seperti guru dan dosen dalam menyusun tes. Secara umum ada beberapa tahapan dalam mengkonstruksi tes terutama tes hasil belajar, maupun tes kinerja. Tahapan tersebut terdiri dari menetapkan tujuan tes, analisis kurikulum atau standar yang akan dicapai, analisis buku, modul atau sumber belajar lainnya, penyusunan kisi – kisi, menentukan indikator atau tujuan pembelajaran, menulis butir tes, menelaah butir tes, revisi atau perbaikan butir tes, reproduksi tes terbatas, uji coba tes, analisis butir tes, dan penyusunan tes (finalisasi).
2.2.1 Menetapkan tujuan tes.
Diadakannya sebuah tes, pada dasarnya memiliki tujuan yang akan dicapai, tujuan tersebut dapat berupa pemetaan, keperluan seleksi, kelulusan (fungsi sumatif), diagnostik, melihat potensi, pemacu motivasi, maupun perbaikan dalam pembelajaran (fungsi formatif).
Dalam menentukan tujuan tes hendaknya diperhatikan tentang kesesuaian antara tujuan khusus tes dengan tujuan umum dari sebuah program yang lebih besar seperti program pembelajaran, pelatihan, maupun seleksi. Tujuan yang akan dicapai sangat erat kaitannya dengan tes yang diadakan sehingga semaksimal mungkin butir tes dan tes yang digunakan mencerminkan pencapaiannya. Untuk tes tengah semester dan tes akhir semester dibutuhkan tes yang mengakomodir seluruh program pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dalam hal tingkat kesulitan, sebaiknya butir – butir tes dengan tingkat kesukaran rendah, sedang dan tinggi disusun atas dasar proporsi yang berkeadilan. Seperti 30%, 50%, dan 20% atau 20%, 50% dan 30%.
Ada hal yang menarik mengapa tingkat kesukaran diproposikan seperti itu. Ini lebih disebabkan oleh asumsi bahwa siswa berkemampuan sedang pada umumnya lebih dominan di dalam satu kelompok atau kelas. Oleh karena itu, persentase 50% tersebut menggambarkan tes pada dasarnya mencari titik keseimbangan pada satu kriteria kelulusan tertentu. Begitu pula pada persentase tingkat kesulitan rendah dan tinggi yang didasarkan pada suatu kelompok yang umumnya siswa berekemampuan tinggi dan rendah lebih sedikit. Sehingga pembuatan butir dengan tingkat kesukaran tinggi atau rendah pada dasarnya untuk pembeda dan mengakomodir siswa dengan kemampuan luar biasa, baik luar biasa tinggi maupun luar biasa rendah.
Lain halnya jika tes tersebut diselenggarakan atas dasar tujuan seleksi. Tes yang bertujuan untuk seleksi dibutuhkan butir tes yang mengakomodir kemampuan standar yang diinginkan dari kelulusan orang yang diseleksi. Seperti halnya jika seleksi diadakan sebuah perusahaan untuk mendapatkan pegawai pada suatu bidang pekerjaan teknik sipil. Sudah sepantasnya butir tes berisikan kemampuan standar yang dibutuhkan perusahaan tersebut dari seorang profesional pada bidang teknik sipil.
Untuk tes yang bertujuan untuk seleksi dibutuhkan butir tes dengan tingkat kesukaran yang disesuaikan antara proporsi peserta dengan tempat yang disediakan. Makin besar peserta yang ikut dalam seleksi, maka sebaiknya tingkat kesukarannya pun ditingkatkan. Dalam kaitannya dengan tes seleksi, selain skor perolehan yang didapat peserta, banyak pula yang memperhitungkan waktu yang dibutuhkan sebagai pertimbangan seleksi.
Berikutnya, untuk tes diagnostik atau dapat pula digunakan pada tes dengan tujuan perbaikan pembelajaran serta perbaikan pola belajar siswa. Tes dalam tujuan tersebut sebaiknya digunakan tes dalam bentuk uraian. Hal tersebut dikarenakan butir bentuk obyektif kurang mempunyai fungsi diagnostik. Artinya, tidak didapatkan penjelasan yang komprehensif dari sebuah jawaban salah siswa pada suatu butir. Sedangkan melalui tes bentuk uraian, kita dapat menelusuri “jejak” kesalahan siswa dalam menjawab suatu butir serta kesulitan atau kelemahan siswa sehingga berakibat pada kesalahan dalam menjawab.
Tes diagnostik hendaknya juga memperhatikan cakupan pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang akan diukur. Sebagai contoh sebuah tes diagnostik berjumlah 100 butir soal, terdiri dari 25 butir penjumlahan, 25 butir pengurangan, 25 butir perkalian dan 25 butir pembagian. Seorang siswa menjawab benar pada seluruh butirpenjumlahan dan pengurangan, 15 butir perkalian dijawab dengan benar, namun demikian tidak ada satu pun butir pembagian yang dijawab dengan benar. Walaupun mendapat skor akhir 65, akan tetapi hendaknya disikapi secara bijaksana hasil ini. Oleh karena ada sub pokok bahasan pembagian yang cukup bermasalah.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat menimbulkan kesulitan belajar atau kesulitan dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya, jika guru memaksakan siswa tersebut untuk melangkah pada pokok bahasan berikutnya. Dengan demikian, hasil tes diagnostik pada dasarnya bukan hanya sekedar hasil akhir semata. Lebih dari itu, sepatutnya menjadi bahan analisa dan pertimbangan yang mendalam bagi seorang guru atau pendidik lainnya dalam membelajarkan siswa.
2.2.1 Analisis kurikulum yang akan dicapai
Analisis kurikulum yang akan dicapai pada dasarnya bertujuan untuk menentukan bobot dari suatu kompetensi dasar yang akan dijadikan dasar dalam menentukan jumlah item atau butir tes untuk tiap kompetensi dasar butir objektif atau bentuk uraian dalam membuat kisi – kisi tes. Penentuan bobot untuk tiap kompetensi dasar tersebut dilakukan atas dasar jumlah jam pertemuan yang tercantum dalam program pembelajaran, dengan asumsi bahwa pelaksanaan pembelajaran di kelas sesuai dengan apa tercantum dalam program pembelajaran tersebut.
2.2.3 Analisis buku, modul atau sumber belajar lainnya
Analisa buku pelajaran atau sumber belajar lain pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama dengan analisis kurikulum. Namun demikian, dalam analisis buku lebih mengarah kepada bobot kompetensi dasar berdasarkan jumlah halaman materi yang termuat dalam buku atau sumber belajar. Tes yang yang akan disusun diharapkan dapat mencakup seluruh materi yang
diajarkan. Untuk itu, kedua langkah yang telah disebutkan di atas sangat diperlukan untuk memperkecil kesalahan dan bias materi yang terjadi pada penyusunan tes.
2.2.4 Penyusunan kisi – kisi
Kisi – kisi merupakan suatu perencanaan dan gambaran sebaran butir pada tiap–tiap kompetensi dasar yang juga didasarkan pada kriteria dan persyaratan tertentu. Penyusunan kisi – kisi digunakan untuk menentukan sampel tes yang baik, dalam arti mencakup keseluruhan materi dan kompetensi dasar secara proporsional serta berkeadilan. Oleh karena itu, Sebelum menyusun butir – butir tes sebaiknya kisi – kisi dibut terlebih dahulu sebagai pedoman dalam memuat jumlah butir yang harus dibuat untuk setiap bentuk butir, materi, tingkat kesukaran serta untuk setiap aspek kemampuan
yang hendak diukur.
2.2.5 Menentukan indikator atau tujuan pembelajaran
Indikator pada dasarnya adalah suatu ciri – ciri perilaku yang khas dari sebuah kompetensi atau perilaku yang akan diukur oleh suatu alat. Penulisan indikator harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Indikator harus mencerminkan tingkah laku siswa. Oleh karena itu harus dirumuskan secara operasional dan secara teknis menggunakan kata – kata kerja operasional.
2.2.6 Menulis butir tes
Langkah selanjutnya dalam mengembangkan tes adalah menulis butir tes. Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menulis butir tes, antara lain:
1.      Butir tes yang dibuat harus valid. Artinya, butir tersebut mampu mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2.      Butir tes harus dapat dikerjakan dengan menggunakan satu kemampuan spesifik, tanpa dipengaruhi oleh kemampuan lain yang tidak relevan. Seperti halnya membuat butir soal matematika dengan menggunakan bahasa asing. Jelas antara kemampuan matematika dan bahasa asing merupakan dua kemampuan yang berbeda sama sekali dan tidak bisa disangkutpautkan dalam satu butir soal dalam tes.
3.      Butir tes harus memiliki (kunci) jawaban yang benar. Butir tes yang tidakmemiliki jawaban akan sangat menyulitkan siswa, bahkan akan membuang waktu siswa jauh lebih banyak daripada soal yang memiliki tingkat kesulitan tinggi sekalipun. Butir yang tidak memiliki jawaban yang benar dapat berpengaruh pada mental psikologis siswa, bahkan dapat pula berimbas kepada kurang kredibelnya kegiatan pengukuran yang dilakukan.
4.      Butir yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan dengan langkah – langkah lengkap sebelum digunakan pada tes sesungguhnya. Khususnya butir uraian atau essay pada bidang eksakta seperti matematika, fisika dll langkah – langkah lengkap sangat dibutuhkan dalam pedoman penskoran butir.
5.      Hindari kesalahan ketik atau penulisan. Kesalahan penulisan dapat berbeda makna dalam bahasa tertentu, bidang eksakta bahkan bidang sosial sekalipun dan ini akan menimbulkan perbedaan arah butir. Oleh karena itu, dibutuhkan pengeditan yang teliti dan presisi.
6.      Tetapkan sejak awal aspek kemampuan yang hendak diukur untuk setiap butir yang akan dibuat. Aspek kemampuan dapat mengacu pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor atau dapat pula mengacu pada salah satu aspek di masing–masing ranah tersebut seperti pemahaman dalam ranah kognitif atau melakukan duplikasi dalam ranah psikomotor.
7.      Berikan petunjuk pengerjaan soal secara lengkap dan jelas. Petunjuk pengerjaan soal selain dituliskan di awal soal atau kelompok soal, hendaknya juga disosialisasikan terlebih dahulu kepada siswa dengan cara dibacakan sebelum tes berlangsung.
2.2.7 Menelaah butir tes
Walaupun telah dilakukan dengan penuh kehati – hatian, dalam menulis kadang kala masih mungkin saja terjadi kekeliruan, kekurangan maupun kesalahan yang menyangkut beberapa aspek dalam pengukuran terhadap kemampuan yang spesifik,penggunaan bahasa, bahasa yang bias atau juga kekurangan pemberian opsi jawaban. Oleh karena itu, sebelum dilakukan tes kepada siswa, ada baiknya dilakukan telaah butir tes. Menelaah butir tes dapat dilakukan secara mandiri atau melibatkan orang lain maupun pakar dalam bidangnya. Secara mandiri dapat dilakukan dengan bantuanmodul atau buku panduan menyusun tes.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam telaah butir antara lain penggunaan bahasa, kesesuaian butir dengan indikator atau materi pembelajaran yang disampaikan, konstuksi tes Sama halnya dengan telaah mandiri pelibatan teman sejawat dan pakar dalam
bidang pengukuran merupakan hal yang penting dan lumrah untuk dilakukan dengan tujuan memperoleh butir – butir tes yang baik secara kualitas dan konstruksinya.
2.2.8 Revisi atau perbaikan butir tes
Setelah melalui pengkajian mandiri, teman sejawat maupun pakar, maka langkah selanjutnya adalah merevisi atau memperbaiki konstruksi tes sesuai dengan masukan, arahan dan perbaikan yang disarankan. Revisi atau perbaikan butir tes hendaknya memperhatikan aspek kebutuhan juga, karena belum tentu juga masukan dari teman sejawat dan pakar dapat diterapkan langsung kepada siswa. Karakteristik, jenjang sekolah dan kondisi sosial siswa perlu diperhatikan pula. Karena tidak jarang masukan yang diberikan tentang bahasa yang kurang tepat, namun diganti dengan bahasa yang malah tidak dapat dipahami oleh siswa. Guru atau pendidik adalah orang yang paling tau tentang siswanya, maka guru sebaiknya berperan aktif pula seraya memilah apa yang baik untuk siswanya
2.2.9 Reproduksi tes terbatas
Tes yang sudah melewati fase telaah dan revisi dapat diproduksi secara terbatas dengan tujuan diujicobakan terlebih dahulu kepada sejumlah siswa dalam suatu kegiatan uji coba tes.
2.2.10 Uji coba tes
Uji coba tes dapat dilakukan dengan menggunakan data empiris dengan memberikan kepada subjek tes (testee) yang se level, atau memiliki karakteristik yang sama dengan subjek yang sesungguhnya dikenai tes tersebut. Pengambilan sampel untuk uji coba hendaknya memenuhi aturan yang baik dengan cara acak dan memenuhi syarat uji coba (minimal 30 orang)
2.2.11 Analisis butir tes
Berdasarkan data hasil ujicoba dilakkukan analisis, terutama analisis butir soal yang meliputi validitas butir, reliabilitas, tingkat kesukaran dan fungsi pengecoh. Validitas butir dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria tertentu (r product moment untuk n= 30 adalah 0,361) atau juga dapat menggunakan koefisien praktis sebesar 0,3. Untuk butir yang tidak valid dilakukan langkah pembuangan (drop), sedangkan yang valid tetap digunakan. Proses tersebut di atas biasa juga disebut validitas empirik atau validitas dengan menggunakan kriteria. Tahap berikutnya adalah uji reliabiltas tes, reliabilitas dapat digolongkan menjadi 3 yaitu:
1.      0,000 – 0,499 => rendah (tidak reliabel)
2.      0,500 – 0,799 => sedang (kurang reliabel)
3.      0,800 – 0,999 => tinggi (reliabel)
Reliabilitas pada dasarnya merupakan sebuah koefisien yang menunjukan tingkat konsistensi/ tingkat ke”ajeg”kan dari seperangkat soal yang berarti tes tersebut akan menujukan hasil yang relatif kosisten/sama/stabil dalam tiap pengukuran yang dilakukannya. Walaupun reliabilitas bukanlah suatu ukuran yang harus “dipatuhi” akan tetapi sampai saat ini masih banyak dijadikan salah satu acuan dalam penentuan kualitas tes. Sedangkan untuk tingkat kesukaran dapat dilihat dari seberapa banyak persentase tingkat kesukaran tinggi, sedang dan rendah yang kemudian disesuaikan denganpersentase yang dipersyaratkan. Fungsi pengecoh pada dasarnya merupakan keterpilihan opsi lain selain jawaban benar dari bentuk tes pilihan ganda. Ketika ada persentase yang memilih jawaban lain selain jawaban benar, maka pengecoh pada dasarnya sudah berfungsi. Namun demikian, jika pengecoh lebih banyak dipilih baik dari siswa kelompok atas maupun bawah, maka hal tersebut menunjukan kemungkinan besar terjadi kesalahan dalam menentukan jawaban benar (kunci jawaban).
2.2.12 Revisi butir soal
Butir – butir yang valid berdasarkan kriteria validitas empirik dikonfirmasikan dengan kisi – kisi dari segi sebaran kompetensi dasar / indikator, sebaran materi, aspek kemampuan yang diukur maupun persentase tingkat kesukaran butir. Apabila butir – butir tersebut sudah memenuhi syarat, butir – butir tersebut selanjutnya dirakit menjadi sebuah tes, akan tetapi apabila butir – butir yang valid belum memenuhi syarat berdasarkan hasil konfirmasi dengan kisi – kisi, dapat dilakukan perbaikan terhadap beberapa butir yang diperlukan atau dapat disebut revisi butir tes.
2.2.13 Penyusunan tes (final)
Butir – butir yang valid dan telah memenuhi syarat yang ditentukan dapat dijadikan seperangkat tes yang valid. Urutan butir dalam suatu tes pada umumnya dilakukan menurut tingkat kesukarannya, yaitu dari butir yang paling mudah sampaibutir yang paling sukar.
2. 3 Langkah-Langkah Penyusunan Tes
Ada beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan sebelum menyusun tes, agar tes yang diberikan sesuai dengan tujuan pelaksanaan tes. Di antaranya sebagai berikut:
1.      Menentukan tujuan penilaian. Tujuan penilaian sangat penting karena setiap tujuan memiliki penekanan yang berbeda-beda. Misalnya untuk tujuan tes prestasi belajar, diagnostik, atau seleksi. Contoh untuk tujuan prestasi belajar, lingkup materi/kompetensi yang ditanyakan/diukur disesuaikan seperti untuk kuis/menanyakan materi yang lalu, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas individu/kelompok, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas, laporan kerja praktik/laporan praktikum, ujian praktik.
2.      Memperhatikan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Standar kompetensi merupakan acuan/target utama yang harus dipenuhi atau yang harus diukur melalui setiap kompetensi dasar yang ada atau melalui gabungan kompetensi dasar.
3.      Menentukan jenis alat ukurnya, yaitu tes atau non-tes atau mempergunakan keduanya. Untuk penggunaan tes diperlukan penentuan materi penting sebagai pendukung kompetensi dasar. Syaratnya adalah materi yang diujikan harus mempertimbangkan urgensi (wajib dikuasai peserta didik), kontinuitas (merupakan materi lanjutan), relevansi (bermanfaat terhadap mata pelajaran lain), dan keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi. Langkah selanjutnya adalah menentukan jenis tes dengan menanyakan apakah materi tersebut tepat diujikan secara tertulis/lisan. Bila jawabannya tepat, maka materi yang bersangkutan tepat diujikan dengan bentuk soal apa, pilihan ganda atau uraian. Bila jawabannya tidak tepat, maka jenis tes yang tepat adalah tes perbuatan: kinerja (performance), penugasan (project), hasil karya (product), atau lainnya.
4.      Menyusun kisi-kisi tes dan menulis butir soal beserta pedoman penskorannya. Dalam menulis soal, penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisan soal.
2.4 Penyusunan kisi-kisi dan Butir Soal
2.4.1 Jenis Perilaku yang Dapat Diukur
Dalam menentukan perilaku yang akan diukur, penulis soal dapat mengambil atau memperhatikan jenis perilaku yang telah dikembangkan oleh para ahli pendidikan, di antaranya seperti Benjamin S. Bloom, Quellmalz, R.J. Mazano dkk, Robert M. Gagne, David Krathwohl, Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay, Linn dan Gronlund.
1.      Ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S. Bloom adalah: (1) Ingatan di antaranya seperti: menyebutkan, menentukan, menunjukkan, mengingat kembali, mendefinisikan; (2) Pemahaman di antaranya seperti:      membedakan, mengubah, memberi contoh, memperkirakan, mengambil kesimpulan; (3) Penerapan di antaranya seperti: menggunakan, menerapkan; (4) Analisis di antaranya seperti: membandingkan, mengklasifikasikan, mengkategorikan, menganalisis; (5) Sintesis antaranya seperti: menghubungkan, mengembangkan, mengorganisasikan, menyusun; (6) Evaluasi di antaranya seperti: menafsirkan, menilai, memutuskan.
2.      Jenis perilaku yang dikembangkan Quellmalz adalah: (1) ingatan, (2) analisis, (3) perbandingan, (4) penyimpulan, (5) evaluasi.
3.      Jenis perilaku yang dikembangkan R. J. Mazano dkk. adalah: (1) keterampilan memusat (focusing skills), seperti: mendefinisikan, merumuskan tujuan, (2) keterampilan mengumpulkan informasi, seperti: mengamati, merumuskan pertanyaan, (3) keterampilan mengingat, seperti: merekam, mengingat, (4) keterampilan mengorganisasi, seperti: membandingkan, mengelompokkan, menata/mengurutkan, menyajikan; (5) keterampilan menganalisis, seperti mengenali: sifat dari komponen, hubungan dan pola, ide pokok, kesalahan; (6) keterampilan menghasilkan keterampilan baru, seperti: menyimpulkan, memprediksi, mengupas atau mengurai; (7) keterampilan memadu (integreting skills), seperti: meringkas, menyusun kembali; (8) keterampilan menilai, seperti: menetapkan kriteria, membenarkan pembuktian.
4.      Jenis perilaku yang dikembangkan Robert M. Gagne adalah: (1) kemampuan intelektual: diskriminasi, identifikasi/konsep yang nyata, klasifikasi, demonstrasi, generalisasi/menghasilkan sesuatu; (2) strategi kognitif: menghasilkan suatu pemecahan; (3) informasi verbal: menyatakan sesuatu secara oral; (4) keterampilan motorist melaksanakan/menjalankan sesuatu; (5) sikap: kemampuan untuk memilih sesuatu. Domain afektif yang dikembangkan David Krathwohl adalah: (1) menerima, (2) menjawab, (3) menilai.
5.      Domain psikomotor yang dikembangkan Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay adalah: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) respon terpimpin, (4) mekanisme; (5) respon yang kompleks, (6) organisasi, (7) karakterisasi dari nilai.
6.      Keterampilan berpikir yang dikembangkan Linn dan Gronlund adalah seperti berikut ini.
1. Membandingkan
-   Apa persamaan dan perbedaan antara ... dan...
-   Bandingkan dua cara berikut tentang ....
2. Hubungan sebab-akibat
-     Apa penyebab utama ...
-     Apa akibat …
3. Memberi alasan (justifying)
-     Manakah pilihan berikut yang kamu pilih, mengapa?
-     Jelaskan mengapa kamu setuju/tidak setuju dengan pernyataan tentang ....
4. Meringkas
-     Tuliskan pernyataan penting yang termasuk ...
-     Ringkaslah dengan tepat isi …
5. Menyimpulkan
-     Susunlah beberapa kesimpulan yang berasal dari data ....
-     Tulislah sebuah pernyataan yang dapat menjelaskan peristiwa berikut ....
6. Berpendapat (inferring)
-     Berdasarkan ..., apa yang akan terjadi bila
-     Apa reaksi A terhadap …
7. Mengelompokkan
-     Kelompokkan hal berikut berdasarkan ....
-     Apakah hal berikut memiliki ...
8. Menciptakan
-     Tuliskan beberapa cara sesuai dengan ide Anda tentang ....
-     Lengkapilah cerita ... tentang apa yang akan terjadi bila ....
9. Menerapkan
-     Selesaikan hal berikut dengan menggunakan kaidah ....
-     Tuliskan ... dengan menggunakan pedoman....
10. Analisis
-     Manakah penulisan yang salah pada paragraf ....
-     Daftar dan beri alasan singkat tentang ciri utama ....
11. Sintesis
-     Tuliskan satu rencana untuk pembuktian ...
-     Tuliskan sebuah laporan ...
12. Evaluasi
-     Apakah kelebihan dan kelemahan ....
-     Berdasarkan kriteria ..., tuliskanlah evaluasi tentang...
2.4.2 Penentuan Perilaku yang Akan Diukur
Setelah kegiatan penentuan materi yang akan ditanyakan selesai dikerjakan, maka kegiatan berikutnya adalah menentukan secara tepat perilaku yang akan diukur. Perilaku yang akan diukur, pada Kurikulum  Berbasis Kompetensi tergantung pada tuntutan kompetensi, baik standar kompetensi maupun kompetensi dasarnya. Setiap kompetensi di dalam kurikulum memiliki tingkat keluasan dan kedalaman kemampuan yang berbeda. Semakin tinggi kemampuan/perilaku yang diukur sesuai dengan target kompetensi, maka semakin sulit soal dan semakin sulit pula menyusunnya.
Dalam Standar Isi, perilaku yang akan diukur dapat dilihat pada "perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar kompetensi". Bila ingin mengukur perilaku yang lebih tinggi, guru dapat mendaftar terlebih dahulu semua perilaku yang dapat diukur, mulai dari perilaku yang sangat sederhana/mudah sampai dengan perilaku yang paling sulit/tinggi, berdasarkan rumusan kompetensinya (baik standar kompetensi maupun kompetensi dasar). Dari susunan perilaku itu, dipilih satu perilaku yang tepat diujikan kepada peserta didik, yaitu perilaku yang sesuai dengan kemampuan peserta didik di kelas.
2.4.3 Penentuan dan Penyebaran Soal
Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu ditentukan jumlah soal setiap kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh penilaian akhir semester berikut ini.
Contoh penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil

No

Kompetensi
Dasar

Materi
Jumlah soal tes tulis
Jumlah soal
Praktik
PG
Uraian
1
1.1 ............
...........
6
--
--
2
1.2 ............
...........
3
1
--
3
1.3 ............
...........
4
--
1
4
2.1 ............
...........
5
1
--
5
2.2 ............
...........
8
1
--
6
3.1 ............
...........
6
--
1
7
3.2 ...........
...........
--
2
--
8
3.3 ..........
...........
8
--
--
Jumlah soal
40
5
2

2.4.4 Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal. Kisi-kisi dapat berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini.
FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL
Jenis sekolah   :  ………………………                       
Jumlah soal     :  ………………………
Mata pelajaran   :………………………
Bentuk soal/tes  :..................
Kurikulum      :  ………………………                       
Penyusun        :  1.  …………………
                           2.  …………………





No.
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Kls/
smt
Materi
pokok
Indikator soal
Nomor
soal












Alokasi waktu   :                                                           ………………………                          


Keterangan:
Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada kolom 6.
Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini.
1.      Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah diajarkan secara tepat dan proporsional.
2.      Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami.
3.      Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.
2.5 Perumusan Indikator Soal
Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan bagian dari kegiatan penyusunan kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Syarat indikator yang baik:
1.      menggunakan kata kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat,
2.      menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan,
3.      dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal pilihan ganda).
Penulisan indikator yang lengkap mencakup A = audience (peserta didik) , B = behaviour (perilaku yang harus ditampilkan), C = condition (kondisi yang diberikan), dan D = degree (tingkatan yang diharapkan). Ada dua model penulisan indikator. Model pertama adalah menempatkan kondisinya di awal kalimat. Model pertama ini digunakan untuk soal yang disertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat, paragraf, gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya, sedangkan model yang kedua adalah menempatkan peserta didik dan perilaku yang harus ditampilkan di awal kalimat. Model yang kedua ini digunakan untuk soal yang tidak disertai dengan dasar pertanyaan (stimulus).
1.      Contoh model pertama untuk soal menyimak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Indikator: Diperdengarkan sebuah pernyataan pendek dengan topik "belajar mandiri", peserta didik dapat menentukan dengan tepat pernyataan yang sama artinya.
Soal     :           (Soal dibacakan atau diperdengarkan hanya satu kali, kemudian peserta didik memilih dengan tepat satu pernyataan yang sama artinya. Soalnya adalah: "Hari harus masuk kelas pukul 7.00., tetapi dia datang pukul 8.00 pagi hari.")
Lembar tes hanya berisi pilihan seperti berikut:
a. Hari masuk kelas tepat waktu pagi ini.
b. Hari masuk kelas terlambat dua jam pagi ini
c. Hari masuk Kelas terlambat siang hari ini,
d. Hari masuk Kelas terlambat satu jam hari ini
Kunci: d
2.      Contoh model kedua
Indikator: Peserta didik dapat menentukan dengan tepat penulisan tanda baca pada nilai uang.
Soal     :           Penulisan nilai uang yang benar adalah ....
       a. Rp 125,-
       b. RP 125,00
       c. Rp125
       d. Rp125.
Kunci: b
2.6       Langkah-langkah Penyusunan Butir Soal
Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan handal, maka harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu: (1) menentukan tujuan tes, (2) menentukan kompetensi yang akan diujikan, (3) menentukan materi yang diujikan, (4) menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya (tes tertulis: bentuk pilihan ganda, uraian; dan tes praktik), (5) menyusun kisi-kisinya, (6) menulis butir soal, (7) memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif, (8) merakit soal menjadi perangkat tes, (9) menyusun pedoman penskorannya (10) uji coba butir soal, (11) analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba, dan (12) perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.
2.7  Penyusunan Butir Soal Tes Tertulis
Penulisan butir soal tes tertulis merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam penyiapan bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan rumusan indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal uraian.
Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung pada perilaku/kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat diukur/ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian, ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal objektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun uraian memiliki kelebihan dan kelemahan satu sama lain.
Keunggulan soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah dapat mengukur kemampuan/perilaku secara objektif, sedangkan untuk soal uraian di antaranya adalah dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan gagasan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata atau kalimat sendiri. Kelemahan soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah sulit menyusun pengecohnya, sedangkan untuk soal uraian di antaranya adalah sulit menyusun pedoman penskorannya.
2.7.1    Penulisan Soal Bentuk Uraian
Menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun kelengkapan yang dimaksud adalah kelengkapan perilaku yang diukur yang digunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai dalam pedoman penskorannya. Hal yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk uraian adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus dapat merumuskan setepat-tepatnya pedoman penskorannya karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada tingkat subyektivitas penskorannya.
Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian diklasifikasikan menjadi dua, yaitu uraian objektif dan uraian non-objektif. Bentuk uraian objektif adalah suatu soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu, sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Artinya perilaku yang diukur dapat diskor secara dikotomus (benar - salah atau 1 - 0). Bentuk uraian non-objektif adalah suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik, sehingga penskorannya sukar untuk dilakukan secara objektif. Untuk mengurangi tingkat kesubjektifan dalam pemberian skor ini, maka dalam menentukan perilaku yang diukur dibuatkan skala. Contoh misalnya perilaku yang diukur adalah "kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan", maka skala yang disusun disesuaikan dengan tingkatan kemampuan peserta didik yang akan diuji.
Untuk tingkat SMA, misalnya dapat disusun skala seperti berikut.
        3                                          2                                          1

SESUAI                        CUKUP/SEDANG               TIDAK SESUAI
 
Kesesuaiann isi dengan tuntutan pertanyaan       0 - 3
                                   Skor
-     Sesuai                     3
-     Cukup/sedang        2
-     Tidak sesuai            1
-     Kosong                   0


Atau skala seperti berikut:
  5               4                 3                2                  1

 SS              S                 C             TS              STS

Kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan         0 - 5 Skor
                                         Skor
-     Sangat Sesuai               5
-     Sesuai                           4
-     Cukup/sedang              3
-     Tidak sesuai                  2
-     Sangat tidak sesuai       1
-     Kosong                         0

Agar soal yang disusun bermutu baik, maka penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisannya. Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan pengembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal Setiap satu soal dan pedoman penskorannya ditulis di dalam satu format. Contoh format soal bentuk uraian dan format penskorannya adalah seperti berikut ini.
KARTU SOAL

Jenis Sekolah       :  ……………………............      
Penyusun             : ...........................................
Mata Pelajaran     : ……………………...........                               
Bahan Kls/Smt    : ……………………............                              
Bentuk Soal         : ……………………............      
Tahun Ajaran       :  ……………………….
Aspek yang diukur : ……………………............


KOMPETENSI DASAR

BUKU SUMBER:

RUMUSAN BUTIR SOAL
MATERI

NO SOAL:


INDIKATOR SOAL

KETERANGAN SOAL

NO
DIGUNAKAN UNTUK
TANGGAL
JUMLAH SISWA
TK
DP
PROPORSI PEMILIH ASPEK
KET.






A
B
C
D
E
OMT

















FORMAT PEDOMAN PENSKORAN
NO
SOAL
KUNCI/KRITERIA JAWABAN
SKOR







Bentuk soalnya terdiri dari: (1) dasar pertanyaan/stimulus bila ada/diperlukan, (2) pertanyaan, dan (3) pedoman penskoran.
Kaidah penulisan soal uraian seperti berikut­.
1.    Materi
a.       Soal harus sesuai dengan indikator.
b.      Setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
c.       Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan peugukuran.
d.      Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas.
2.    Konstruksi
a.       Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.
b.      Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
c.       Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
d.      Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.
3.    Bahasa
a.       Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
b.      Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku).
c.       Tidak menimbulkan penafsiran ganda.
d.      Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
e.       Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta didik.
2.7.2    Penulisan Soal Bentuk Pilihan Ganda
Menulis soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan ketelitian. Hal yang paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk pilihan ganda adalah menuliskan pengecohnya. Pengecoh yang baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan, serta panjang-pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda, maka dalam penulisannya perlu mengikuti langkah-langkah berikut, langkah pertama adalah menuliskan pokok soalnya, langkah kedua menuliskan kunci jawabannya, langkah ketiga menuliskan pengecohnya.
Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan perkembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal. Setiap satu soal ditulis di dalam satu format. Adapun formatnya seperti berikut ini.


KARTU SOAL
Jenis Sekolah            :  ……………………………….  Penyusun   :  1.    
Mata Pelajaran         :  ……………………………….                       2.    
Bahan Kls/Smt         :  ……………………………….                       3.    
Bentuk Soal             :  ………………………………. 
Tahun Ajaran           :  ……………………………….
Aspek yang diukur   :  ……………………………….



KOMPETENSI DASAR

BUKU SUMBER


RUMUSAN BUTIR SOAL
MATERI
NO SOAL:

KUNCI    :


INDIKATOR SOAL

KETERANGAN SOAL

NO
DIGUNAKAN UNTUK
TANGGAL
JUMLAH SISWA
TK
DP
PROPORSI PEMILIH
KET.







A
B
C
D
E
OMT

















Soal bentuk pilihan ganda merupakan soal yang telah disediakan pilihan jawabannya. Peserta didik yang mengerjakan soal hanya memilih satu jawaban yang benar dari pilihan jawaban yang disediakan. Soalnya mencakup: (1) dasar pertanyaan/stimulus (bila ada), (2) pokok soal (stem), (3) pilihan jawaban yang terdiri atas: kunci jawaban dan pengecoh.

Perhatikan contoh berikut!
Dijual sebidang tanah di Bekasi. Luas 4 ha. Baik untuk industri. Hubungi telp. 777777
Iklan ini termasuk jenis iklan ……
Dasar pertanyaan
stimulus
Pokok soal (tem)
Pilihan jawaban
(Option)
(.)  tanda akhir kalimat
(...)      tanda ellipsis (pernyataan yang sengaja dihilangkan)
a. permintaan
b. propaganda
c. pengumuman
d. penawaran *
Pengecoh (distractor)
Kunci jawaban
Perhatikan iklan berikut
Kaidah penulisan soal pilihan ganda adalah seperti berikut ini.
1.      Materi
a.       Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
b.      Pengecoh harus bertungsi
c.       Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. Artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban.
2. Konstruksi
a.       Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya, kemampuan/ materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal hanya mengandung satu persoalan/gagasan
b.      Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja.
c.       Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar.
d.      Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung arti negatif. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran peserta didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan bahasa, penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.
e.       Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua pilihan jawaban harus berfungsi.
f.       Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang paling panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan merupakan kunci jawaban.
g.      Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar". Artinya dengan adanya pilihan jawaban seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban berkurang satu karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang ditanyakan dan pernyataan itu menjadi tidak homogen.        
h.      Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis. Artinya pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun dari nilai angka paling kecil berurutan sampai nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban yang menunjukkan waktu harus disusun secara kronologis. Penyusunan secara unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta didik melihat pilihan jawaban.
i.        Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik. Apabila soal bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya yang terdapat pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak berfungsi.
j.        Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
k.      Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan dapat menjawab benar soal berikutnya.
3. Bahasa/budaya
a.       Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya meliputi: a) pemakaian kalimat: (1) unsur subyek, (2) unsur predikat, (3) anak kalimat; b) pemakaian kata: (1) pilihan kata, (2) penulisan kata, dan c) pemakaian ejaan: (1) penulisan huruf, (2) penggunaan tanda baca.
b.      Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah dimengerti warga belajar/peserta didik.
c.       Pilihan jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.
2.7.3 Bentuk Soal  Benar Salah
            Soal benar-salah yaitu tes yang butir-butir soalnya mengharuskan siswa mempertimbangkan suatu pernyataan sebagai pernyataan yang benar atau salah..
Petunjuk penyusunan:
1.      Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud unruk mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring)
2.      Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang harus dijawab S. Dalam hal ini, hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya: BB-SS-BB-SS
3.      Hindari item yang masih bisa diperdebatkan
4.      Hindari pernyataan negatif.
5.      Menghindari pernyataan berarti ganda.
6.      Menghindari kata-kata kunci, seperti: pada umumnya, semua dan yang lain
2.7.4        Bentuk Soal Menjodohkan
Soal menjodohkan yaitu tes butir-butir soalnya terdiri dari kalimat pernyataan yang belum sempurna dimana siswa diminta untuk melenngkapi kalimat pada titik yang disediakan.
Petunjuk penyusunan:
1.      Meyakinkan bahwa antara premis dan pilihan yang dijodohkan keduanya homogen.
2.      Dasar-dasar untuk menjodohkan setiap premis dan pilihan dibuat secara jelas.
3.      Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak daripada jumlah soalnya. Dengan demikian, murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid terpaksa lebih mempergunakan pikirannya.
2.7.5     Bentuk Soal Melengkapi
Soal melengkapi yaitu tes yang butir-butir soalnya terdiri dari kalimat pernyataan yang belum sempurna dimana siswa diminta untuk melengkapi kalimat tersebut denga satu atau beberapa kata pada titik-tik yang disediakan.
Petunjuk penyusunan:
1.      Meyakini bahwa pertanyaan dapat dijawab dengan kata atau penggalan kalimat yang mudah atau khusus, dan hanya ada satu jawaban yang benar.
2.       Menggunakan bentuk yang cocok.
3.       Jangan memutus-mutus butir soal melengkapi.
4.      Menghindari pemberian petunjuk ke arah jawaban yang benar.  
2.8        Fungsi Tes
Fungsi tes dapat ditinjau dari 3 hal:
1.      Fungsi untuk kelas,
2.      Fungsi untuk bimbingan, dan
3.      Fungsi untuk administrasi.






PERBANDINGAN FUNGSI TES
Fungsi untuk Kelas
Fungsi untuk Bimbingan
Fungsi untuk Administrasi
1.         Mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar siswa.
2.         Mengevaluasi celah antara bakat dengan pencapaian.
3.         Menaikkan tingkat prestasi.
4.         Mengelompokkan siswa dalam kelas pada waktu metode kelompok.
5.         Merencanakan kegiatan proses belajar-mengajar untuk siswa secara perseorangan.
6.         Menetukan siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus.
7.         Menentukan tingkat pencapaian untuk setiap anak.
1.        Menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang anak-anak mereka.
2.        Membantu siswa dalam menetukan pilihan.
3.        Membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.
4.        Memberi kesempatan kepada pembimbing, guru, dan orang tua dalam memahami kesulitan anak.
1.         Member petunjuk dalam pengelompokkan siswa.
2.         Penempatan siswa baru.
3.         Membantu siswa memilih kelompok.
4.         Menilai kurikulum.
5.         Memperluas hubungan masyarakat (public relation).
6.         Menyediakan informasi untuk badan-badan lain di luar sekolah.



     
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Berikut uraian kesimpulan dari pembahasan makalah ini, yang pertama adalah prosedur umum pengembangan instrumen tes diantaranya sebagai berikut:
1.      Tujuan tes
2.      Analisis kurikulum
3.      Kisi-kisi tes
4.      Spesifikasi soal
5.      Penulisan soal
6.      Revisi/telaah
7.      Perakitan soal
8.      Reproduksi tes
9.      Ujicoba soal
10.  Analisis soal
11.  Seleksi dan perbaikan soal
12.  Perakitan soal
3.2 Saran
Semoga dengan makalah ini pembaca khususnya pendidik atau calon pendidik bisa memahami secara dalam dan luas tentang prosedur pengembangan instrument tes dapat dijadikan referensi dalam pelaksanaan penilaian pembelajaran matematika.






Daftar Pustaka
Drs. Harjanto. 2005. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
Mulyadi. 2010. Evaluasi Pendidikan. Malang: UIN-Maliki Pers.
Purwanto, Ngalim. 1988. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto, Ngalim. 2001. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi PendidikanJakarta: Rajawali Pers.
WidoyokoS.Eko Putro. 2009. Evaluasi program PembelajaranYogyakarta: Pustaka Pelajar.


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger