Terbelenggu oleh Aturan Kampus

Selasa, 29 Mei 20180 komentar

Oleh: Misbahuddin

Kuliah bukan hanya berbicara tentang deretan kursi. Pakaian rapi bersepatu. Nurut dan manggut-manggut mendengarkan ceramah di kelas yang diulang dari waktu ke waktu. Lalu kemudian pulang, jalan-jalan, update status dan bahkan siaran langsung aktifitas yang tidak mendidik.

Belajar di perguruan tinggi tidak hanya cukup mengikuti pembayaran gedung mewah ber-AC para pejabatnya. Tidak cukup datang untuk acara-acara yang mereka projekkan agar image kampus dipandang gemilang penuh prestasi.

Deretan papan pengumuman batas pembayaran, seminar yang diprogramkan, penerimaan mahasiswa baru dan pengumuman-pengumuman lain yang sama sekali bukan untuk mendidik mahasiswa untuk melek buku, buka mata untuk belajar mengkritik pemerintahan, dan birokrasi kenegaraan yang semakin hari perubahan semakin tidak terasa.

Tanyalah pada diri kita masing-masing. Sudah apa saja yang kita dapatkan selama kuliah? Perubahan perilaku apa saja yang sudah dapat kita rasakan? Semakin kritis dan puitis? Atau semakin rajin membaca atau hanya mengolah kata saja? Sudah berapa buku yang kita baca? Dan menulis buku apa saja?

Kuliah yang seakan dagang dan lahan bisnis yang sedemikian mahal itu, apakah sudah mampu memperoleh pengetahuan yang sebenarnya. Pengetahuan yang berbicara kemanusiaan, keagamaan, perekonomian, dan peradilan hukum.

Aku tersimpuh malu, pada gelar yang berderet dari depan ke belakang. Seakan semua itu hasil jual beli dan bisnis kampus. Manageman kampus yang semakin hari semakin tidak mendidik membuat aku seakan bukan orang cetakan kampus.

Ketertiban dan kekritisan para dosen sudah tidak kerasa lagi. Selama kita diajar, berapa dosen yang menganjurkan kita untuk bergerak membuat perubahan? Berapa dosen yang menganjurkan, membantah dan menyuruh kita kritis dari keadaan? Berapa dosen yang berani mengoreksi dirinya bahwa mereka belum punya karya?

Suasana kelas semakin hening laksana khotbah Jumat. Setelah perkuliahan berakhir dan beranjak dari kelas, kita pun merasa asing dan hanya terpikirkan dengan tugas, pekerjaan rumah, dan praktikum. Tugas yang dari tahun ke tahun diulang-ulang. Lembaran makalah dan skripsi menumpuk di gudang tak berguna.

Sesekali mahasiswa melihat kembali skripsi terdahulu. Sudah menjadi tradisi yang hanya penuh ilusi. Aku benar-benar malu, pada diriku sendiri dan tanggung jawab moral kemanusiaanku. Memang aku masih sangat sulit untuk beranjak dari tidur panjang selama ini. Hanya ikut dan nurut bahkan patuh tingkat dewa pada apa yang disetir kampus walau sebenarnya semua itu hanyalah fiksi.

Aku tak merasa terbelenggu kala itu, walau sebenarnya kaki dan tanganku diikat dengan aturan yang mengganggu kreatifitasku. Membatasi pergerakan kemanusiaan. Menutup rapat-rapat pintu keluar dari belenggu kebiasaan dari tahun ke tahun.

Bersambung,
Malang, 27 April 2018

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger