MEMBACA 4 NOVEMBER

Kamis, 03 November 20160 komentar




MEMBACA 4 NOVEMBER


Hari ini tanggal 4 November Indonesia berdemonstrasi besar-besaran. Ratusan ribu orang dikabarkan akan mengepung Istana Negara. Sebagai negara demokrasi, Indonesia memberi ruang politik bagi elemen masyarakatnya untuk menyampaikan aspirasi.

Tentu saja ada aturannya, yakni harus melewati izin dari pihak keamanan. Ini sebuah prosedur standar sesuai konstitusi. Demonstrasi 4 November ini berlabel 'Jihad Konstitusional' bisa diartikan adanya semangat para peserta aksi demonstrasi tetap dalam jalur konstitusi. Namun demikian apakah pelaksanaannya di lapangan bisa 'tertib dan konstitusional?' Ini pertanyaan besar. Dan kita ikuti saja berita di media social untuk mengetahui kabar tekini.

Sebagian publik merasa 'ngeri' membayangkan demonstrasi itu. Terbayang situasi tak terkendali, kemudian terjadi rusuh besar di Ibu Kota Negara yang berdampak politik di seluruh negeri ini. Kekhawatiran publik tersebut tak bisa disalahkan. Ada sejumlah faktor yang mendasari pikiran-psikologis publik tersebut. Faktor penyebabnya, misalnya;

Pertama, jumlah peserta demonstrasi sangat banyak (ratusan ribu). Bagaimana cara mengendalikan massa sebanyak itu? Apakah bisa dijamin tidak ada kelompok penumpang yang bertujuan bikin rusuh?

Kedua, organisasi FPI yang jadi salah satu motor demonstrasi memiliki 'track record' kurang baik di mata publik karena berbagai tindakan anarkisnya di sejumlah tempat dan peristiwa,

Ketiga, ada kabar peserta demonstrasi sudah diminta untuk menyiapkan 'surat wasiat' (Sumber). Apakah ini jadi penanda 'siap mati' di lapangan? Kalau siap mati, bisa diartikan siap melakukan perlawanan sampai mati di lapangan. Siapa yang dilawan? Aparat keamanan yang menjaga keamanan dan ketertiban? Atau siap mati melawan kelompok 'penumpang' yang membuat demontrasi jadi tidak konstitusional?

Struktur di Kelompok Demonstrasi
Dalam aksi demo ada struktur operasi lapangan dan non-lapangan yang resmi dicantumkan dalam perizinan kepada pihak keamanan. Dalam struktur itu tentu ada penggagas, ketua beserta jajaran di bawahnya seperti juru bicara, juru kendali lapangan dan lain sebagainya.

Pada demonstrasi hari ini 4 nov, Habib Rizieq, pemimpin FPI memberi jaminan kepada Polda Metro Jaya bahwa demonstrasi akan berlangsung aman, walau tidak menjamin sepenuhnya tertib. Pada konteks demontrasi itu, Habib Rizieq adalah pemimpin ormas (organisasi masyarakat). Dua Wakil Ketua DPR-RI Ikut Serta Selain pemimpin organisasi massa, akan ada petinggi DPR-RI yang ikut serta. Mereka adalah Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Keduanya wakil ketua DPR-RI yang merupakan pemimpin formal struktur pemerintahan negara di lembaga Legislatif. Kehadiran wakil ketua DPR-RI dalam demonstrasi pada Presiden menjadi sesuatu yang 'menggelikan' mengingat keduanya di lembaga DPR-yang setara dengan lembaga presiden.

Terlepas dari apakah kehadiran mereka atas nama pribadi, tentu tetap saja menjadi tanda tanya besar: kenapa massa tidak berdemo di gedung DPR-tempatnya para wakil rakyat 'berjuang'? Kenapa justru petinggi DPR ikut turun ke jalan 'menyosor' Istana Negara (presiden)? Kehadiran dua wakil ketua DPR dan banyaknya peserta demonstrasi bisa menjadi pertanda ketikadakmampuan DPR-RI menyerap aspirasi elemen masyarakat. Apakah dua orang wakil wakil DPR yang 'ikutan' demonstrasi karena 'sudah tidak mampu' bekerja di DPR? Atau menyembunyikan ketidakmampuan sebagai DPR dengan cara mengambil simpati massa dan ambil bagian dalam aksi demonstrasi besar?


Melihat sasaran demonstrasi ke Istana Negara yang tertuju ke presiden Jokowi menimbulkan pertanyaan, kenapa bukan DPR-RI yang jadi sasaran demonstrasi mengingat DPR punya kewenangan memanggil Presiden? Ke mana saja para wakil rakyat dari partai-partai yang se-ideologi dengan ormas demonstrasi tersebut? Beragam pertanyaan tersebut menjadikan demonstrasi 'penistaan agama' oleh Ahok menjadi aneh. Situasi Terburuk Mengingat bahwa ada dua jenis pemimpin dalam demo yakni para Ulama dan Wakil Ketua DPR dalam demonstrasi besar-besaran rawan akan 'chaos', maka diperlukan 'ketokohan' kedua jenis pemimpin tersebut untuk mengendalikan massa.


Namun itu bukan jaminan. Pada situasi terburuk bisa saja massa bertindak di luar kendali. Lalu, siapa yang bertanggungjawab bila terjadi 'chaos'? Publik yang cinta damai berharap kedua jenis pemimpin itu bisa membawa aura positif dalam demonstrasi besar itu. Bisa atau tidak bisa, tanggung jawab mereka sangat besar di lapangan demontrasi. Jangan sampai perjuangan 'jihad konstitusional' menjadi produksi aksi anti konstitusi karena ketidakmampuan dan tidak adanya kemauan bertanggung jawab dari para sosok pemimpin dalam demonstrasi akbar itu.

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan dewasa ini bangsa tengah menghadapi suatu diskursus publik yang luas, terutama dalam penyikapan masyarakat atas pernyataan Gubernur non aktif DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu, yang menimbulkan kontroversi di hampir seluruh kalangan.
Bahkan, menurutnya, sebagian kalangan mengatasnamakan "Aksi Bela Islam II" akan menggelar aksi besar berupa demo pada 4 November 2016. Oleh karena itu, pada hari ini, beliau melontarkan lima imbauan terkait kontroversi Ahok dan demo 4 November mendatang. Lima imbauan itu yakni:

1. Mari jaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pererat tali silaturahim antar komponen masyarakat. Berpecah adalah musuh utama dari ukhuwah. Ukhuwah adalah modal utama kita di dalam membangun suatu tatanan masyarakat yang aman, damai, adil, dan makmur. Jaga Ukhuwah Wathoniyah (persaudaraan setanah air) dan Ukhuwah Basyariyah (persaudaraan sesama manusia), agar Indonesia terbebas dari ancaman perpecahan. 

2. Kepada seluruh pengurus NU dan warga NU untuk secara pro-aktif turut menenangkan situasi, menjaga agar suasana yang aman dan damai tetap terpelihara dan tidak ikut-ikutan memperkeruh suasana dengan provokasi dan hasutan. PBNU melarang penggunaan simbol-simbol NU untuk tujuan-tujuan di luar kepentingan sebagaimana menjadi keputusan jamiyyah NU. 

3. Mengimbau kepada aparat kepolisian untuk segera melakukan tindakan dan langkah sesuai dengan prosedur hukum dan perundangan yang berlaku, agar dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat dengan tanpa mengabaikan asas praduga tak bersalah. Upaya ini harus dilakukan guna menghindarkan terjadinya yang cenderung menimbulkan kegaduhan dan anarki. 

4. Kepada para pihak yang hendak menyalurkan aspirasi dengan berunjuk rasa, PBNU mengimbau agar tetap menjaga akhlakul karimah dengan tetap menjaga ketertiban, menjaga kenyamanan lalu lintas dan dapat menjaga keamanan masyarakat demi keutuhan NKRI. 

5. Mari tengadahkan tangan mohon petunjuk dan berdoa semoga Indonesia selalu diberi kesejukan dan kedamaian dalam perlindungan, penjagaan dan pertolongan dari Allah SWT




Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger